Reklame Liar Menjamur di Jalan Provinsi DIY
A
A
A
YOGYAKARTA - Papan reklame yang tak mengantongi izin rekomendasi dari dinas teknis semakin menjamur di Jalan provinsi yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Data dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) DIY pada 2015 ini menyatakan, dari 236 reklame yang terpasang hanya sembilan unit saja yang ada rekomendasinya.
Kepala Dinas PUP-ESDM DIY Rani Sjamsinarsi, mengatakan pihaknya selama ini hanya mengeluarkan rekomendasi teknis untuk papan reklame sebanyak sembilan unit.
Namun, fakta yang ditemukan di lapangan cukup mencengangkan. “Pendataan kami ternyata ada 236 reklame di jalan provinsi, tapi hanya sembilan yang mendapatkan rekomendasi teknis dari kami,” kata dia, Selasa (1/9/2015).
Menurut Rani, pemberian izin reklame tersebut memang kewenangan dari pemerintah kabupaten maupun kota.
Akan tetapi, setiap reklame yang terpasang di jalan provinsi harus mendapat rekomendasi teknis darinya.
Sama halnya ketika berada di jalan nasional. Maka, rekomendasi teknisnya pun harus dari pemerintah pusat.
“Aku juga tidak menyalahkan pemerintah kabupaten atau kota. Mungkin saja pengawasannya kurang,” timpalnya, saat diskusi tiga tahun Keistimewaan DIY dengan tema tata ruang di aula Dinas Kebudayaan DIY Selasa (1/9/2015).
Sementara, Dosen Komunikasi Visual ISI Yogya, Sumbo Tinarbuko mengatakan, tak hanya papan reklame saja yang harus menjadi perhatian.
“Yang harus dijadikan pegangan, ruang publik harus milik publik. Tidak boleh diprivatisasi oleh siapapun, termasuk oleh reklame,” katanya.
Tak hanya masalah reklame saja, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto, mengatakan tata ruang DIY sudah memprihatinkan. Semisal saja mengenai izin pembangunan hotel.
Upaya tersebut dapat melalui Raperdais tata ruang. Menurutnya, masyarakat harus ikut memberikan partisipasinya dalam pembahasan raperda ini dengan DPRD DIY nantinya. Agar bisa menggendalikan alih fungsi lahan, juga yang terjadi saat ini.
Pihaknya juga akan mendorong agar pemerintah kabupaten dan kota bisa segera menyelesaikan rencana detail tata ruang (RDTR). Termasuk alih fungsi lahan yang seharusnya ruang publik dijadikan hotel, bisa terhindarkan.
Data dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) DIY pada 2015 ini menyatakan, dari 236 reklame yang terpasang hanya sembilan unit saja yang ada rekomendasinya.
Kepala Dinas PUP-ESDM DIY Rani Sjamsinarsi, mengatakan pihaknya selama ini hanya mengeluarkan rekomendasi teknis untuk papan reklame sebanyak sembilan unit.
Namun, fakta yang ditemukan di lapangan cukup mencengangkan. “Pendataan kami ternyata ada 236 reklame di jalan provinsi, tapi hanya sembilan yang mendapatkan rekomendasi teknis dari kami,” kata dia, Selasa (1/9/2015).
Menurut Rani, pemberian izin reklame tersebut memang kewenangan dari pemerintah kabupaten maupun kota.
Akan tetapi, setiap reklame yang terpasang di jalan provinsi harus mendapat rekomendasi teknis darinya.
Sama halnya ketika berada di jalan nasional. Maka, rekomendasi teknisnya pun harus dari pemerintah pusat.
“Aku juga tidak menyalahkan pemerintah kabupaten atau kota. Mungkin saja pengawasannya kurang,” timpalnya, saat diskusi tiga tahun Keistimewaan DIY dengan tema tata ruang di aula Dinas Kebudayaan DIY Selasa (1/9/2015).
Sementara, Dosen Komunikasi Visual ISI Yogya, Sumbo Tinarbuko mengatakan, tak hanya papan reklame saja yang harus menjadi perhatian.
“Yang harus dijadikan pegangan, ruang publik harus milik publik. Tidak boleh diprivatisasi oleh siapapun, termasuk oleh reklame,” katanya.
Tak hanya masalah reklame saja, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto, mengatakan tata ruang DIY sudah memprihatinkan. Semisal saja mengenai izin pembangunan hotel.
Upaya tersebut dapat melalui Raperdais tata ruang. Menurutnya, masyarakat harus ikut memberikan partisipasinya dalam pembahasan raperda ini dengan DPRD DIY nantinya. Agar bisa menggendalikan alih fungsi lahan, juga yang terjadi saat ini.
Pihaknya juga akan mendorong agar pemerintah kabupaten dan kota bisa segera menyelesaikan rencana detail tata ruang (RDTR). Termasuk alih fungsi lahan yang seharusnya ruang publik dijadikan hotel, bisa terhindarkan.
(sms)