Denmas Mendung, Orang Pintar yang Mengobati Bung Karno (Bagian 2/Habis)

Sabtu, 08 Agustus 2015 - 05:00 WIB
Denmas Mendung, Orang...
Denmas Mendung, Orang Pintar yang Mengobati Bung Karno (Bagian 2/Habis)
A A A
BUNG Karno kecil sakit-sakitan sejak diboyong keluarganya ke Ploso, Jombang. Dalam kondisi kritis, beruntung ada Denmas Mendung yang mengobatinya hingga sembuh. Sejak itu, Koesno diboyong ke Ndalem Pojok, Wates, Kediri dan diganti namanya menjadi Soekarno.

Raden Soekeni dan istrinya Ida Ayu begitu sedih mengetahui putranya, Koesno, yang saat itu berusia enam bulan sakit-sakitan. Itu terjadi sejak kepindahan tugas mereka sebagai guru dari Surabaya ke Ploso Jombang, tepatnya di pegunungan Kabuh.

Puncaknya, Koesno kritis. Soekeni dan Ida Ayu bukan main paniknya. Beruntung, Soekeni ingat ada orang pintar bernama Denmas Mendung yang suka mengobati orang sakit. Tanpa pikir panjang, Soekeni diantar tetangganya naik dokar mendatangi orang pintar di Kedungpring, Kabuh, berjarak sekitar empat kilometer dari kediaman mereka.

Tapi, Denmas Mendung bersedia mengobati Koesno dengan syarat jika sembuh yang bersangkutan akan dijadikan anak angkat. Namanya juga akan diganti karena nama Koesno terlalu berat bagi sang bayi.

Soekeni saat itu menunggu di luar. Yang membawa masuk Koesno ke orang pintar adalah tetangganya. Setelah diberi tahu permintaan orang pintar tadi, Soekeni menyetujui karena tidak ada pilihan. Yang ada dalam pikirannya bagaimana anaknya cepat sembuh.

Singkat cerita, Koesno akhirnya sembuh setelah diobati. Betapa senangnya Soekeni dan Ida Ayu melihat putra mereka sembuh. Namun, Ida Ayu penasaran dengan orang pintar yang memakai nama samaran Denmas Mendung karena tidak mau menerima imbalan apa pun dari pasiennya.

Ida Ayu mendesak suaminya, Soekeni, agar dipertemukan dengan Denmas Mendung untuk sekadar mengucapkan terima kasih. Tapi, Soekeni terus berkelit. Sampai akhirnya Soekeni tidak bisa mengelak memenuhi permintaan istrinya.

Akhirnya, mereka berdua naik andong menuju kediaman orang pintar. Sedangkan Koesno kecil dan kakaknya Karsinah yang kemudian berganti nama Soekarmini atau di Blitar biasa dipanggil Bu Wardoyo dititipkan ke tetangga.

Tapi, rumah Denmas Mendung tertutup. Saat diketuk si empunya tak juga keluar. Penasaran, Ida Ayu mengintip di lubang kunci. Ternyata tuan rumah ada di dalam. Setengah berteriak Ida Ayu mengancam mendobrak rumah jika si empunya rumah tak keluar.

Akhirnya pintu rumah dibuka. Alangkah terkejutnya mereka berdua mengetahui bahwa yang menyamar Denmas Mendung adalah RM Soemosewojo yang tak lain adik sepupu Soekeni.

Soemosewojo adalah orang yang diutus Soekeni untuk melamar Ida Ayu di Buleleng, Bali. Mereka pun berpelukan saling melepas kangen.

Tak lama setelah pertemuan mengharukan itu, Soekeni, Ida Ayu, serta dua anaknya diajak sowan ke Ndalem Pojok di Wates, Kediri. Mereka naik kereta api hingga ke Wates dilanjutkan naik dokar ke Dusun Krapak, Desa Wates, Kediri. Keluarga Soekeni disambut antusias RM Panji Soemosewojo yang merupakan ayah kandung RM Soemosewojo.

Dalam pertemuan itu, Eyang Panji, sapaan RM Panji Soemosewojo, menyarankan agar Soekeni menitipkan Koesno yang kelak diganti namanya menjadi Soekarno di Ndalem Pojok.

Apalagi, Koesno baru sembuh dan membutuhkan pemulihan kondisi tubuh. Lingkungan dan udara di Wates cukup bersih karena berada di kaki Gunung Kelud sangat baik untuk Koesno.

Soekeni setuju meski harus bolak-balik Jombang-Kediri untuk menjenguk anak istrinya. Tapi, Soekeni semringah sebab Koesno kecil makin sehat dan berotot, tidak seperti sebelumnya, kurus.

Ditambah halaman Ndalem Pojok yang luas memungkinkan Koesno kecil bergerak lincah. "Saat kecil Bung Karno suka berebut jangkrik, sering makan ubi bakar pembarian teman sepermainan," ungkap Suratmi.

Salain itu, Bung Karno kecil suka menaiki kerbau peliharaan Eyang Panji. Sebenarnya kerbau itu liar, tapi Bung Karno berhasil mendekati dan akhirnya menaklukkannya dengan cara lembut, dielus-elus.

"Itu salah satu kelebihan Bung Karno dibanding anak lain seusianya," tuturnya.

Menginjak usia lima tahun, Koesno yang sudah berganti nama Soekarno diboyong kembali Soekeni ke Ploso, Jombang. Kondisi perekonomian Soekeni lebih bagus. Mereka pun menempati rumah lebih bagus di kompleks Kantor Wedana Ploso. Sebelumnya, Soekeni harus tinggal di rumah papan.

Meski tinggal bersama orangtuanya di Ploso, Jombang. Soekarno tidak begitu saja melupakan Ndalem Pojok Wates. Setiap liburan Soekarno selalu menyempatkan diri datang ke Wates bermain dengan anak sebayanya. Yang paling digemari bermain lumpur di sawah, naik kerbau dan mandi di sungai.

"Itu permainan khas anak desa. Sungainya masih ada sampai sekarang," terang Suratmi.

Selain itu, Soekarno kecil suka main sepak bola dengan anak-anak desa di halaman Ndalem Pojok yang luas. Bakat kepemimpinan Soekarno terlihat manakala dia bercerita banyak hal di hadapan teman sebayanya sambil duduk melingkar. Khususnya soal kepahlawanan dan cerita pewayangan.

"Itu dilakukan ya di sini. Depan Ndalem Pojok," tambahnya.

Hingga tamat HBS di Surabaya lalu melanjutkan ke THS atau ITB Bandung sekarang , Bung Karno kerap sowan ke Ndalem Pojok. Tak jarang Soekarno mengajak gurunya seperti HOS Tjokroaminoto dan dr Soetomo ke Wates untuk berdiskusi. Bahkan, di Ndalem Pojok itu Tjokroaminoto yang bergelar Raja Jawa Tanpa Mahkota itu mengajari Bung Karno bagaimana berpidato yang baik hingga bisa memikat khalayak ramai. (Baca juga: Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota)

"Teriak-teriaknya di bawah pohon beringin yang sekarang sudah mati," ungkapnya.

Selama kos di Bandung, ayah angkatnya, RM Soemosewojo, juga sering menjenguknya. Bahkan ketika melamar Inggit Garnasih, Soemosewojo yang meminangkannya mewakili Soekeni, ayahanda Soekarno.

Soekeni merasa tidak enak dengan besannya HOS Tjokroaminoto karena salah satu putrinya, Oetari, juga menjadi istri Bung Karno. Bahkan, untuk menjaga perasaan Tjokroaminoto, Soekeni tidak pernah menjenguk Bung Karno di Bandung. Sebagai gantinya Soekeni biasanya minta tolong RM Soemosewojo atau Dimas Umo untuk menjeguknya.

Soemosewojo, ayah angkat Bung Karno, begitu setia menemani. Bahkan saat Bung Karno ditangkap dan diadili sampai Bung Karno melakukan pembelaan yang terkenal 'Indonesia Menggugat', Soemosewojo ikut hadir di persidangan. Sebelum Bung Karno dibuang ke Ende, Soemosewojo meninggal dunia.

Kembali ke Ndalem Pojok, Suratmi setuju dijadikan cagar budaya seperti yang diusulkan banyak orang. Sebab, Ndalem Pojok terkait perjalanan sejarah Indonesia dan para tokohnya. Termasuk kiprah Bung Karno dalam memproklamirkan Republik Indonesia. Di rumah inilah, kepemimpinan Bung Karno ditempa (Habis)
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1166 seconds (0.1#10.140)