Karyawan Blok Cepu Tak Salah
A
A
A
BOJONEGORO - Kerusuhan yang terjadi di area proyek rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement, and constructions /EPC 1) Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, dinilai bukan salah karyawan. Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Bojonegoro Mitroatin.
Menurutnya, kerusuhan yang terjadi merupakan tanggung jawab perusahaan kontraktor, yakni konsorsium PT Tripatra- Samsung. “Perusahaan ikut bertanggung jawab atas kejadian itu sehingga tidak perlu keranah hukum,” ujar Mitroatin. Mitroatin menjelaskan, tidak perlunya penyelesaian kerusuhan di Blok Cepu pada Sabtu (1/8) ke ranah hukum itu karena toleransi kepada karyawan lokal.
Sebab, lanjut dia, indikasi kerusuhan itu aksi spontanitas yang dilakukan pekerja karena sering mendapat tekanan dari perusahaan. “Kita kembalikan kepada perusahaan. Jadi, dari pekerja tidak ada yang dipidana karena itu tindakan spontanitas,” ucapnya.
Dia berharap permasalahan itu bisa segera diselesaikan pihak perusahaan dengan membuat kebijakan baru yang lebih menguntungkan untuk semua pihak. “Tidak hanya wacana, tapi harus segera diselesaikan. Masyarakat bisa terlindungi, produksi tetap berjalan,” ungkapnya.
Menurut dia, penyebab terjadinya kerusuhan itu karena ketidakadilan manajemen atau perusahaan dengan aturan baru, seperti membuka satu pintu (ada lima pintu di lokasi), dengan waktu istirahat satu jam untuk salat dan makan, serta belum dibayarnya dana insentif Lebaran.
“Harapan saya, manajemennya harus diganti karena seolah perusahaan memperbudak para pekerja. Coba bayangkan dengan waktu istirahat siang satu jam untuk menyelesaikan salat dan makan. Jarak tempat salat dengan lokasi kerja hampir 1 km,” tambahnya.
Pascakejadian ini, kata dia, yang dirugikan bukan hanya pekerja, melainkan juga negara. Selain itu, saat kejadian kemarin yang bergerak dan menangani adalah pemerintah dan Polres Bojonegoro. “Tetapi kenapa pada saat hari biasa kami akan masuk tidak bisa? Akses masuk di lokasi EMCL luar biasa sulit,” keluhnya.
Dengan adanya kejadian seperti itu, lanjut dia, perusahaan harus bisa mengubah sistem dan kebijakan yang selama ini diterapkan. DPRD Bojonegoro menganggap EMCL dan Tripatra telah memperbudak pekerja yang mayoritas merupakan warga Bojonegoro.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menggelar rapat bersama (hearing ) dengan beberapa unsur, di antaranya Dirjen Migas, Forpimda, SKK Migas, EMCL, DPRD Bojonegoro. Hearing itu untuk menyamakan pemahaman serta mendalami penyebab kerusuhan di lokasi EPC-1 proyek migas nasional Banyu Urip Blok Cepu yang dioperatori Exxon Mobil Cepu Limited.
Sementara itu, Kapolres Bojonegoro AKBP Hendri Fiuser mengatakan, situasi pascakerusuhan pekerja pada Sabtu (1/8), saat ini kondisinya aman dan kondusif. Keamanan dalam kendali pengamanan personel objek vital (pam obvit) Polri. Saat ini, kata dia, pengamanan di lokasi EPC-1 Lapangan Banyu Urip Blok Cepu, Bojonegoro, dikendalikan polres dan pam obvit.
Hendri menggunakan sistem patroli 24 jam, khususnya dalam waktu dua pekan ke depan. “Karena situasinya sangat khusus atau (pengamanan) disebut operasi kepolisian. Kekuatan 300 personel melibatkan polda, polres, dan Brimob,” beber Hendri.
Sedangkan, untuk mengungkap peristiwa kerusuhan yang mengakibatkan Kantor PT Tripatra dan mobil rusak di lokasi tersebut, polisi telah memeriksa 23 saksi yang mengetahui langsung di titik-titik kerusuhan. “Kami sudah memeriksa 23 saksi dan mengidentifikasi barang bukti,” ujarnya.
Sementara itu, situasi di lokasi proyek migas Banyu Urip Blok Cepu saat ini masih sepi. Kegiatan proyek untuk sementara diliburkan selama dua pekan sampai kondisi tenang. Polisi berjaga di sekeliling kawasan lapangan Banyu Urip seluas 400 hektare tersebut.
Muhammad roqib
Menurutnya, kerusuhan yang terjadi merupakan tanggung jawab perusahaan kontraktor, yakni konsorsium PT Tripatra- Samsung. “Perusahaan ikut bertanggung jawab atas kejadian itu sehingga tidak perlu keranah hukum,” ujar Mitroatin. Mitroatin menjelaskan, tidak perlunya penyelesaian kerusuhan di Blok Cepu pada Sabtu (1/8) ke ranah hukum itu karena toleransi kepada karyawan lokal.
Sebab, lanjut dia, indikasi kerusuhan itu aksi spontanitas yang dilakukan pekerja karena sering mendapat tekanan dari perusahaan. “Kita kembalikan kepada perusahaan. Jadi, dari pekerja tidak ada yang dipidana karena itu tindakan spontanitas,” ucapnya.
Dia berharap permasalahan itu bisa segera diselesaikan pihak perusahaan dengan membuat kebijakan baru yang lebih menguntungkan untuk semua pihak. “Tidak hanya wacana, tapi harus segera diselesaikan. Masyarakat bisa terlindungi, produksi tetap berjalan,” ungkapnya.
Menurut dia, penyebab terjadinya kerusuhan itu karena ketidakadilan manajemen atau perusahaan dengan aturan baru, seperti membuka satu pintu (ada lima pintu di lokasi), dengan waktu istirahat satu jam untuk salat dan makan, serta belum dibayarnya dana insentif Lebaran.
“Harapan saya, manajemennya harus diganti karena seolah perusahaan memperbudak para pekerja. Coba bayangkan dengan waktu istirahat siang satu jam untuk menyelesaikan salat dan makan. Jarak tempat salat dengan lokasi kerja hampir 1 km,” tambahnya.
Pascakejadian ini, kata dia, yang dirugikan bukan hanya pekerja, melainkan juga negara. Selain itu, saat kejadian kemarin yang bergerak dan menangani adalah pemerintah dan Polres Bojonegoro. “Tetapi kenapa pada saat hari biasa kami akan masuk tidak bisa? Akses masuk di lokasi EMCL luar biasa sulit,” keluhnya.
Dengan adanya kejadian seperti itu, lanjut dia, perusahaan harus bisa mengubah sistem dan kebijakan yang selama ini diterapkan. DPRD Bojonegoro menganggap EMCL dan Tripatra telah memperbudak pekerja yang mayoritas merupakan warga Bojonegoro.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menggelar rapat bersama (hearing ) dengan beberapa unsur, di antaranya Dirjen Migas, Forpimda, SKK Migas, EMCL, DPRD Bojonegoro. Hearing itu untuk menyamakan pemahaman serta mendalami penyebab kerusuhan di lokasi EPC-1 proyek migas nasional Banyu Urip Blok Cepu yang dioperatori Exxon Mobil Cepu Limited.
Sementara itu, Kapolres Bojonegoro AKBP Hendri Fiuser mengatakan, situasi pascakerusuhan pekerja pada Sabtu (1/8), saat ini kondisinya aman dan kondusif. Keamanan dalam kendali pengamanan personel objek vital (pam obvit) Polri. Saat ini, kata dia, pengamanan di lokasi EPC-1 Lapangan Banyu Urip Blok Cepu, Bojonegoro, dikendalikan polres dan pam obvit.
Hendri menggunakan sistem patroli 24 jam, khususnya dalam waktu dua pekan ke depan. “Karena situasinya sangat khusus atau (pengamanan) disebut operasi kepolisian. Kekuatan 300 personel melibatkan polda, polres, dan Brimob,” beber Hendri.
Sedangkan, untuk mengungkap peristiwa kerusuhan yang mengakibatkan Kantor PT Tripatra dan mobil rusak di lokasi tersebut, polisi telah memeriksa 23 saksi yang mengetahui langsung di titik-titik kerusuhan. “Kami sudah memeriksa 23 saksi dan mengidentifikasi barang bukti,” ujarnya.
Sementara itu, situasi di lokasi proyek migas Banyu Urip Blok Cepu saat ini masih sepi. Kegiatan proyek untuk sementara diliburkan selama dua pekan sampai kondisi tenang. Polisi berjaga di sekeliling kawasan lapangan Banyu Urip seluas 400 hektare tersebut.
Muhammad roqib
(bbg)