Anak Non-KK Jadi Korban Diskriminasi

Jum'at, 24 Juli 2015 - 10:24 WIB
Anak Non-KK Jadi Korban...
Anak Non-KK Jadi Korban Diskriminasi
A A A
SURABAYA - Surabaya diproklamirkan sebagai kota layak anak sejak beberapa tahun lalu. Bahkan penghargaan kategori Nindya dituai pemkot dari Kementerian Sosial.

Kendati demikian, Kota Surabaya masih diskriminasi karena belum sepenuhnya layak dan ramah memberi perlindungan bagi anak non-kartu keluarga (KK) Surabaya. Anak yang keberadaannya ikut orang tua kerja di Surabaya tidak bisa mengakses layanan pendidikan serta kesehatan gratis.

Beda dengan anak dari keluarga yang orang tuanya beridentitas Surabaya. Demikian hasi levaluasi Surabaya Children Crisis Centre (SCCC). “Surabaya dicanangkan sebagai kota layak anak harus benar- benar menciptakan lingkungan dan keluarga ramah anak sebagaimana tema Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2015 ini,” kata Direktur SCCC Edward Dewaruci, kemarin.

Menurut dia, memang sulit bagi pemkot mewujudkan kota layak anak sepenuhnya, terutama bagi anak-anak dari para urban. Namun, upaya menuju kota ramah anak dalam arti sebenarnya bisa diawali dengan membangunsinergi bersamaPemprov Jatim. Bahkan, pemprov lain sebagaimana asal kaum urban yang berada di Kota Pahlawan.

“Pemkot Surabaya masih diskriminasi dengan anak non-Surabaya yang berada di Surabaya. Padahal keberadaan anak urban di sini (Surabaya) bukan salah anak, namun ikut orang tuanya kerja. Karena itu sinergi perlu dilakukan,” kata Edward yang juga advokat ini. Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Surabaya itu tidak menampik jika upaya terus dilakukan pemkot untuk semakin memantapkan status kota layak anak.

“Dinas Sosial kota terus kerja. Cuma karena Surabaya menjadi tujuan urbanisasi maka tidak mudah menguatkan status kota layak anak,” ujarnya. SCCC bersamaan HAN 2015 ini, kata Edward, juga mengevaluasi tindak kejahatan melibatkan anak sebagai pelaku. Komparasi Juni per Juni 2014 dengan 2015 menyebutkan kuantitas kejahatan anak menurun, namun kualitasnya meningkat tajam.

“Ada peningkatan kualitas kejahatanolehanakdiSurabaya. Artinya kasus yang ada masuk dan disidangkan di pengadilan. Dari semula anak mencuri sepeda motor, secara diamdiam kini menjadi pencurian dengan kekerasan. Yang semula mencuri diam-diam menjadi pencurian dengan pemberatan, curat, dan mencongkel pintu. Dari semula hanya perkelahian tangan kosong menjadi pembunuhan dengan senjata tajam.

Dari semula curi sepeda onthel, jadi curi motor. Belum lagi kekerasan seksual,” ujar pria berkacamata minus ini. Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim Isa Anshori menyebutkan, angka keke-rasan anak di Surabaya meningkat dari tahun 2013, 2014, dan 2015.

“Ini berdasarkan laporan masyarakat yang kami terima dan kliping media menyebut anak sebagai korban kekerasan,” kata Isa. Berdasarkan data LPA Jatim, jumlah kasus tahun 2013 ada 503, tahun 2014 ada 763, dan hingga Juli 2015 ada 330 kasus di Jatim.

Soeprayitno
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)