Habitat Pesut Mahakam Terancam Aktivitas Ponton Batu bara
A
A
A
SAMARINDA - Sungai Kedang Kepala di Desa Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kaltim yang merupakan salah satu habitat Pesut Mahakam terancam aktivitas ponton batu bara.
Sayangnya, sungai ini kini malah menjadi alur pelayaran ponton yang memuat rata-rata 8.000 ton batu bara dalam sekali berlayar.
Menurut Dinamisator Jaringan Advokasi, Merah Johansyah, aktivitas tambang batu bara milik PT Fajar Sakti Prima sudah sangat mengganggu ekosistem di kawasan tersebut.
Terlebih di kawasan ini ada habitat Pesut Mahakam yang kini jumlahnya tak sampai 100 ekor.
“Ada dugaan pelanggaran AMDAL karena ada beberapa oknum yang sengaja memindahkan alur pelayaran ponton dari tempat yang disetujui sesuai AMDAL ke Sungai Kedang Kepala ini,” kata Merah, Kamis (9/7/2015).
Aktivitas alur pelayaran ponton batu bara ini sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir. Warga setempat kini tak lagi melihat kemunculan hewan yang dilindungi ini. Tak hanya itu, aktivitas pertambangan batu bara juga membuat air semakin keruh.
Merah menjelaskan, tak hanya melanggar kawasan habitat Pesut Mahakam, perusahaan ini juga diduga kuat melanggar kawasan konservasi lahan gambut dan cagar alam.
Dia pun meminta agar pemerintah, terutama Gubernur Kaltim untuk segera mencegah kerusakan lebih besar.
“Kawasan ini merupakan kawasan Cagar Alam Muara Kaman-Sedulang, yang dilindungi SK Gubernur No D.8-130/W-EK/1975 dan SK Menhut 598/Kpts-II/1995. Karena itu Gubernur juga jangan absen donk,” ujarnya.
Tak hanya mengganggu habitat Pesut Mahakam, aktivitas ponton batu bara milik anak usaha Gunung Bayan Pratama Grup ini juga merusak mata pencarian warga.
Sebanyak 90% warga Desa Muara Siran berprofesi sebagai nelayan yang memanfaatkan keramba yang ditaruh di tepi Sungai Kedang Kepala.
“Ponton batu bara milik PT Fajar Sakti Prima ini sudah beberapa kali menabrak keramba dan alat tangkap warga. Kerugian warga yang mayoritas nelayan sudah cukup banyak, namun belum ada tindakan apa-apa dari pemerintah,” timpal Merah.
Rusaknya keramba dan alat tangkap nelayan ini memang wajar terjadi. Pasalnya, PT Fajar Sakti Prima terkesan memaksakan penggunaan Sungai Kedang Kepala sebagai alur pelayaran batu baranya.
Sungai yang sempit membuat buritan kapal sering menabrak keramba dan jamban warga di alur berkelok.
“Peristiwa kerusakan itu bahkan disaksikan langsung oleh petugas dari BLH Kutai Kartanegara dan BLH Kaltim. Sayangnya sampai sekarang belum ada tindakan,” kata Merah.
Dia pun berharap agar pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini sebelum terjadi kerusakan ekosistem yang lebih parah. Selain itu, pemerintah punya kewajiban penting untuk menjaga hajat hidup rakyatnya.
Sayangnya, sungai ini kini malah menjadi alur pelayaran ponton yang memuat rata-rata 8.000 ton batu bara dalam sekali berlayar.
Menurut Dinamisator Jaringan Advokasi, Merah Johansyah, aktivitas tambang batu bara milik PT Fajar Sakti Prima sudah sangat mengganggu ekosistem di kawasan tersebut.
Terlebih di kawasan ini ada habitat Pesut Mahakam yang kini jumlahnya tak sampai 100 ekor.
“Ada dugaan pelanggaran AMDAL karena ada beberapa oknum yang sengaja memindahkan alur pelayaran ponton dari tempat yang disetujui sesuai AMDAL ke Sungai Kedang Kepala ini,” kata Merah, Kamis (9/7/2015).
Aktivitas alur pelayaran ponton batu bara ini sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir. Warga setempat kini tak lagi melihat kemunculan hewan yang dilindungi ini. Tak hanya itu, aktivitas pertambangan batu bara juga membuat air semakin keruh.
Merah menjelaskan, tak hanya melanggar kawasan habitat Pesut Mahakam, perusahaan ini juga diduga kuat melanggar kawasan konservasi lahan gambut dan cagar alam.
Dia pun meminta agar pemerintah, terutama Gubernur Kaltim untuk segera mencegah kerusakan lebih besar.
“Kawasan ini merupakan kawasan Cagar Alam Muara Kaman-Sedulang, yang dilindungi SK Gubernur No D.8-130/W-EK/1975 dan SK Menhut 598/Kpts-II/1995. Karena itu Gubernur juga jangan absen donk,” ujarnya.
Tak hanya mengganggu habitat Pesut Mahakam, aktivitas ponton batu bara milik anak usaha Gunung Bayan Pratama Grup ini juga merusak mata pencarian warga.
Sebanyak 90% warga Desa Muara Siran berprofesi sebagai nelayan yang memanfaatkan keramba yang ditaruh di tepi Sungai Kedang Kepala.
“Ponton batu bara milik PT Fajar Sakti Prima ini sudah beberapa kali menabrak keramba dan alat tangkap warga. Kerugian warga yang mayoritas nelayan sudah cukup banyak, namun belum ada tindakan apa-apa dari pemerintah,” timpal Merah.
Rusaknya keramba dan alat tangkap nelayan ini memang wajar terjadi. Pasalnya, PT Fajar Sakti Prima terkesan memaksakan penggunaan Sungai Kedang Kepala sebagai alur pelayaran batu baranya.
Sungai yang sempit membuat buritan kapal sering menabrak keramba dan jamban warga di alur berkelok.
“Peristiwa kerusakan itu bahkan disaksikan langsung oleh petugas dari BLH Kutai Kartanegara dan BLH Kaltim. Sayangnya sampai sekarang belum ada tindakan,” kata Merah.
Dia pun berharap agar pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini sebelum terjadi kerusakan ekosistem yang lebih parah. Selain itu, pemerintah punya kewajiban penting untuk menjaga hajat hidup rakyatnya.
(sms)