Batu Bebas Daging Celeng
A
A
A
BATU - Heboh peredaran daging celeng di pasaran membuat sejumlah stakeholder Kota Batu waspada. Mereka memantau langsung di pasar-pasar tradisional memastikan Kota Batu bebas daging celeng.
“Untuk memastikan kalau daging ayam dan daging sapi aman dikonsumsi masyarakat, kita melakukan peninjauan langsung seperti ini. Hasilnya daging ayam dan daging sapi masih segar semua. Artinya di Pasar Batu bebas daging celeng,” ujar Anggota Komisi B DPRD Kota Batu Katarina Dian, kemarin.
Dia menjelaskan, langkah turun ke lapangan dilakukan bersama dengan pejabat Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan( Diskoperindag) Kota Batu. Menurutnya, peredaran daging celeng cukup meresahkan umat Islam. Apalagi isu itu merebak saat bulan Ramadan karena umat Islam tengah sibuk menyucikan diri. “Isu daging celeng pasti meresahkan umat Islam, jadi harus segera ditindaklanjuti,” katanya.
Selain memantau peredaran daging celeng, rombongan wakil rakyat itu juga memeriksa toko penjual sembako. Tujuannya memastikan tidak ada beras plastik dan merica palsu yang dijual pedagang. “Saya rasa konsumen sudah paham dengan kondisi daging sapi dan ayam yang diawetkan. Dagingnya kelihatan pucat. Demikian hal dengan kondisi beras. Masyarakat pasti paham mana beras yang bercampur plastik dan yang murni,” kata dia.
Anggota dewan meminta kepada pemerintah supaya terus memantau kenaikan harga kebutuhan bahan pokok di Pasar Batu. “Jangan sampai ada krisis barang. Karena hal itu akan memicu kenaikan harga barang,” ujarnya. Untuk bahan pembuat takjil berupa dawet, janggelan, cincau, dan lainnya yang ternyata banyak menggunakan pewarna, Katarina menyarankan, agar Dinkes Kota Batu menguji kandungan bahan-bahan makanan itu.
“Jangan sampai bahan pewarna yang ada di dawet, cincau, dan janggelan, membahayakan kesehatan masyarakat. Jadi perlu ada pengujian klinik untuk memastikan bahan makanan itu aman dikonsumsi,” katanya. Kepala Seksi Seksi Metrologi dan Perlindungan Konsumen Diskoprindag Kota Batu, Abdul Rahman mengatakan, pengawasan terhadap penjualan bahan makan secara teratur akan dilaksanakan terus.
“Apabila kami temukan bahan makanan bercampur bahan perwarna yang dilarang pemerintah, maka langsung minta untuk ditarik dan dikembalikan ke produsennya. Kalau pedagangnya bandel kita proses hukum pidana,” kata dia. Penjual daging sapi di dalam Pasar Batu, Hj Maria Ulfa mengatakan, saat ini harga daging sapi Rp100 ribu per kg. Kalau untuk rawon harganya Rp95 ribu per kilogram.
“Yang jelas di Pasar Batu tidak menjual daging babi atau celeng. Kondisi dagingnya segar semua. Pembeli biasanya tidak mau kalau dagingnya diawetkan dalam freezer ,” kata dia. Senada diutarakanH Nurohman, penjual daging ayam. Menurutnya, Penduduk Kota Batu sangat paham kondisi daging ayam yang segar dan diawetkan. “Kami tidak akan mengingkari kepercayaan konsumen. Kalau kita menjual daging ayam yang diawetkan pasti tidak mau membeli lagi,” katanya.
Utami, penjual dawet untuk takjil menyatakan, tidak mengetahui apakah pewarna dalam bahan makan itu berbahaya atau tidak. “Tapi biasanya bahan makanan itu sekali habis. Besoknya sudah ganti yang baru lagi,” kata dia.
Maman adi saputro
“Untuk memastikan kalau daging ayam dan daging sapi aman dikonsumsi masyarakat, kita melakukan peninjauan langsung seperti ini. Hasilnya daging ayam dan daging sapi masih segar semua. Artinya di Pasar Batu bebas daging celeng,” ujar Anggota Komisi B DPRD Kota Batu Katarina Dian, kemarin.
Dia menjelaskan, langkah turun ke lapangan dilakukan bersama dengan pejabat Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan( Diskoperindag) Kota Batu. Menurutnya, peredaran daging celeng cukup meresahkan umat Islam. Apalagi isu itu merebak saat bulan Ramadan karena umat Islam tengah sibuk menyucikan diri. “Isu daging celeng pasti meresahkan umat Islam, jadi harus segera ditindaklanjuti,” katanya.
Selain memantau peredaran daging celeng, rombongan wakil rakyat itu juga memeriksa toko penjual sembako. Tujuannya memastikan tidak ada beras plastik dan merica palsu yang dijual pedagang. “Saya rasa konsumen sudah paham dengan kondisi daging sapi dan ayam yang diawetkan. Dagingnya kelihatan pucat. Demikian hal dengan kondisi beras. Masyarakat pasti paham mana beras yang bercampur plastik dan yang murni,” kata dia.
Anggota dewan meminta kepada pemerintah supaya terus memantau kenaikan harga kebutuhan bahan pokok di Pasar Batu. “Jangan sampai ada krisis barang. Karena hal itu akan memicu kenaikan harga barang,” ujarnya. Untuk bahan pembuat takjil berupa dawet, janggelan, cincau, dan lainnya yang ternyata banyak menggunakan pewarna, Katarina menyarankan, agar Dinkes Kota Batu menguji kandungan bahan-bahan makanan itu.
“Jangan sampai bahan pewarna yang ada di dawet, cincau, dan janggelan, membahayakan kesehatan masyarakat. Jadi perlu ada pengujian klinik untuk memastikan bahan makanan itu aman dikonsumsi,” katanya. Kepala Seksi Seksi Metrologi dan Perlindungan Konsumen Diskoprindag Kota Batu, Abdul Rahman mengatakan, pengawasan terhadap penjualan bahan makan secara teratur akan dilaksanakan terus.
“Apabila kami temukan bahan makanan bercampur bahan perwarna yang dilarang pemerintah, maka langsung minta untuk ditarik dan dikembalikan ke produsennya. Kalau pedagangnya bandel kita proses hukum pidana,” kata dia. Penjual daging sapi di dalam Pasar Batu, Hj Maria Ulfa mengatakan, saat ini harga daging sapi Rp100 ribu per kg. Kalau untuk rawon harganya Rp95 ribu per kilogram.
“Yang jelas di Pasar Batu tidak menjual daging babi atau celeng. Kondisi dagingnya segar semua. Pembeli biasanya tidak mau kalau dagingnya diawetkan dalam freezer ,” kata dia. Senada diutarakanH Nurohman, penjual daging ayam. Menurutnya, Penduduk Kota Batu sangat paham kondisi daging ayam yang segar dan diawetkan. “Kami tidak akan mengingkari kepercayaan konsumen. Kalau kita menjual daging ayam yang diawetkan pasti tidak mau membeli lagi,” katanya.
Utami, penjual dawet untuk takjil menyatakan, tidak mengetahui apakah pewarna dalam bahan makan itu berbahaya atau tidak. “Tapi biasanya bahan makanan itu sekali habis. Besoknya sudah ganti yang baru lagi,” kata dia.
Maman adi saputro
(ars)