Pengelola Pacar Sewaan Mulai Tiarap

Rabu, 20 Mei 2015 - 09:47 WIB
Pengelola Pacar Sewaan Mulai Tiarap
Pengelola Pacar Sewaan Mulai Tiarap
A A A
SURABAYA - Pengelola bisnis pacar sewaan berinisial Bd dan En takut diselidiki polisi karena sering dikaitkan dengan kasus trafficking. Alhasil dalam menjalankan bisnis jasa ini, mereka melakukan dengan sangat hati-hati.

Bahkan mereka mulai tiarap setelah bisnis pacar sewaan ini terungkap di media cetak dan online. “Saat ini En merasa ketakutan, khawatir jika bisnis ini dianggap sebagai trafficking. Kalau menurut saya sih tidak, karena no sex, no kiss, dan no drug, jadi murni ini jasa,” kata Bd. Kemarin, KORAN SINDO JATIM bermaksud ingin membooking pacar sewaan tapi kesulitan menghubungi En.

Bd yang biasa mudah berkomunikasi juga sulit menghubungi En. “Dia merasa takut,” kata Bd. Selama iniyangmemegangdaftarmahasiswayangbisadisewaadalahEn. Menurut Bd, selama ini bisnis pacar sewaan dikhususkan untuk para pemuda jomblo. Kendati demikian, tidak semua jomblobisa menyewa. Bd dan En akan menyeleksi calon pelanggannya. Tidak semua orang bisa mem-booking mahasiswa anggota pacar sewaan ini, terlebih lagi om-om atau orang tua.

Di antara seleksi ketat yang mereka lakukan adalah harus benar-benar kenal dengan calon pelanggannya. Kalau tidak kenal, maka harus ada orang yang bertanggung jawab atau ada orang menjadi perantara dan dia sudah dikenal. Selain itu, calon pelanggan juga harus mau tanda tangan di atas meterai bahwa dia mengikuti aturan yang ditetapkan. “Jadi apa yang kami lakukan ini benar-benar bisnis jasa, murni bisnis jasa. Tidak ada unsur jual beli orang.

Sekali lagi, kami hanya melayani yang jomblojomblosaja,” kata Bd. Sebenarnya, dia ingin menjelaskan kepada En bahwa bisnis yang mereka lakukan itu adalah murni bisnis jasa dan tidak ada unsur trafficking. “Tapi dia sudah ketakutan dulu, terlebih setelah berita tentang bisnis kami ini muncul di media,” katanya.

Seperti diberitakan, Bd dan En menjalankan bisnis pacar sewaan sejak 2014 lalu. Setahun menjalankan bisnis ini, keduanya sudah memiliki anak buah tujuh orang yang rata-rata masih berstatus mahasiswi psikologi. En setelah bisnisnya diliput media menjadi ketakutan. Pada awalnya, En sempat mau menceritakan tentang bisnis yang dilakukannya itu. Dia juga menegaskan, bisnis yang dilakukan itu murni jasa.

Selain selektif dalam memilih calon pelanggannya, dia juga sangat selektif dalam memilih anggota baru atau anak buah. Karena itu, kebanyakan anak buah yang direkrutnya adalah mahasiswi psikologi. Alasannya, mahasiswi Jurusan Psikologi bisa membaca karakteristik para pelanggannya. Dengan demikian mereka bisa tahu apakah melanggan itu baik atau jahat.

Selain itu, mahasiswa psikologi juga mudah menyesuaikan diri dengan orang yang membawanya. Apalagi dia harus berperan sebagai pacar secara total dan tidak kelihatan sebagai pacar bohongan. Sayangnya, setelah itu En tidak mau bercerita dan tidak bisa dihubungi lagi. Bd menambahkan, biasanya bookingan sangat ramai saat tahun baru, liburan panjang, pesta ulang tahun, dan pernikahan. Bd menyebutkan, untuk satu anak buah biasa mendapatkan bookingan selama empat jam dalam sehari.

Dengan demikian uang yang didapat adalah Rp75.000 kali 4 menjadi Rp300.000. Jika dalam kondisi ramai, satu orang bisa mendapat bookingan sekali sehari. Jika dikalkulasikan dari tujuh anak buah itu, dalam sehari akan mendapatkan uang Rp2,1 juta. “Tapi itu jika ramai, tapi kalau saatnya sepi, maka banyak yang menganggur dan hanya menunggu bookingan saja,” kata Bd.

Dari Rp2,1 juta itu, pihak pengelola, yaitu Bd dan En, akan mendapatkan 40% atau sekitar Rp840.000 dan selebihnya untuk anggota pacar sewaan. Mereka juga sering mendapatkan tips dari pelanggannya. “Tips yang diberikan menjadi hak mereka sendiri,” katanya. Anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Jatim, Kartika Hidayati menilai, fenomena pacar sewaan atau hubungan cinta palsu lewat perjanjian sewa seolah melegalisasi pacaran.

Padahal Islam tidak mengatur tentang itu. “Tidak ada istilah pacaran dalam Islam. Yang ada adalah taarufatau hitbahbagi pasangan yang akan menikah, sehingga jelas sekali bahwa pacaran, entah apa pun model dan bentuknya adalah haram. Pun halnya dengan model pacar sewaan ini. Meski hanya pura-pura, namun sisi mudaratnya sangat kental. Islammelarangitu,” kata Kartika Hidayati, kemarin. Bukan hanya dari sisi syariah (Islam).

Praktik sewa pacar tersebutjugatidaksejalandenganadat ketimuran(norma-norma) bangsa Indonesia. “Gaya hidup semacam itu (sewa pacar) lebih kental dengan budaya barat. Bangsa Indonesia tidak mengenal seperti itu. Apalagi Jawa Timur yang masyarakatnya kental memegang teguh ajaran agama,” ujarnya.

Atas dasar itu Kartika mengecam praktik tersebut. Karena itu, politikus asal Lamongan ini mendesak pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan. Sebab kemungkinan relasi purapura (sewa pacar) tersebut bergeser menjadi bisnis prostitusi. “Contohnya sudah banyak. Praktik prostitusi online dan atau sejenisnya menjamur di Surabaya. Kalau yang seperti ini dilegalkan, saya khawatir hasilnya juga sama,” kata anggota Komisi E DPRD Jatim ini.

Lutfi yuhandi/ ihya’ ulumuddin3
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2191 seconds (0.1#10.140)