Masih Gunakan Tarif Lama, BPJS Kesehatan Lakukan Pembangkangan Hukum
A
A
A
MAKASSAR - Ketidakpatuhan BPJS Kesehatan terhadap putusan Mahkamah Agung terkait iuran BPJS Kesehatan berpotensi merugikan banyak orang. Menurut aktivis antikorupsi dari ACC Sulawesi, Hamka Anwar, jika dilihat dari dalih BPJS Kesehatan yang berkeras tak mematuhi putusan MA, jelas BPJS telah melakukan pembangkangan hukum dan dapat dibawa ke ranah pengadilan.
"Alasan belum dilaksanakannya putusan MA soal iuran BPJS Kesehatan ini menurut mereka karena belum menerima salinan putusan, padahal kita ketahui BPJS Kesehatan bukan pihak yang harus menerima salinan putusan tersebut. Makanya besar kemungkinan ini pengabaian atau pembangkangan hukum secara sengaja apalagi ini merugikan banyak orang," ungkapnya.
Sampai hari ini kata Hamka, BPJS Kesehatan masih menarik iuran BPJS sesuai dengan perpres 75 Tahun 2019 yang oleh Mahkamah Agung telah dibatalkan, dimana iuran bulanan bagi para peserta justru masih naik 100 persen.
Hamka menilai, saat ini ditengah kesulitan ekonomi masyarakat akibat pembatasan sosial atau social distancing, masyarakat seharusnya mendapatkan keringanan, namun yang terjadi BPJS Kesehatan malah ngotot memberlakukan iuran yang seharusnya telah dinormalkan.
"Ini yang kita sesalkan, karena ditengah kondisi Masyarakat Indonesia yang sementara berjuang melawan Corona virus, BPJS Kesehatan menunjukkan orientasi provitnya," ungkapnya.
Tak hanya itu saja, Hamka menilai Indonesia merupakan negara hukum, segala sesuatu baik berupa tindakan pribadi maupun tindakan secara institusional semuanya harus berdasarkan hukum. Olehnya mengapa BPJS Kesehatan yang hingga kini seolah-olah mengabaikan dan tidak patuh terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah memutuskan untuk membatalkan aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan (Perpres 75/2019) sehingga patut dianggap sebagai pembangkangan.
Sebelumnya Kepala Cabang BPJS Kesehatan Makassar, Greisty E.L Borotoding saat dikonfirmasi tak menampik iuran BPJS kesehatan masih menggunakan tarif lama sesuai Perpres no 75 tahun 2019.
Kata Dia, hal itu dikarenakan belum keluarnya kebijakan baru dari pusat serta belum diterimanya salinan putusan Mahkamah Agung. "Jadi begini mas, memang benar iuran masih menggunakan tarif lama sesuai Perpres 75, tapi itu karena belum ada kebijakan baru dari pusat. Apalagi salinan putusan MA juga belum kami terima, jadi kami masih mengacu pada perpres tersebut," tukasnya.
BPJS sendiri sesuai dengan UU nomor 40 Tahun 2004 melakukan penyesuaian iuran setiap 2 tahun sekali, kendati kata dia, saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan dari pusat.
"Kita masih menunggu, kalau kebijakannya sudah ada, tentu kita akan lakukan, tapikan saat ini belum ada kebijakan baru," pungkasnya.
"Alasan belum dilaksanakannya putusan MA soal iuran BPJS Kesehatan ini menurut mereka karena belum menerima salinan putusan, padahal kita ketahui BPJS Kesehatan bukan pihak yang harus menerima salinan putusan tersebut. Makanya besar kemungkinan ini pengabaian atau pembangkangan hukum secara sengaja apalagi ini merugikan banyak orang," ungkapnya.
Sampai hari ini kata Hamka, BPJS Kesehatan masih menarik iuran BPJS sesuai dengan perpres 75 Tahun 2019 yang oleh Mahkamah Agung telah dibatalkan, dimana iuran bulanan bagi para peserta justru masih naik 100 persen.
Hamka menilai, saat ini ditengah kesulitan ekonomi masyarakat akibat pembatasan sosial atau social distancing, masyarakat seharusnya mendapatkan keringanan, namun yang terjadi BPJS Kesehatan malah ngotot memberlakukan iuran yang seharusnya telah dinormalkan.
"Ini yang kita sesalkan, karena ditengah kondisi Masyarakat Indonesia yang sementara berjuang melawan Corona virus, BPJS Kesehatan menunjukkan orientasi provitnya," ungkapnya.
Tak hanya itu saja, Hamka menilai Indonesia merupakan negara hukum, segala sesuatu baik berupa tindakan pribadi maupun tindakan secara institusional semuanya harus berdasarkan hukum. Olehnya mengapa BPJS Kesehatan yang hingga kini seolah-olah mengabaikan dan tidak patuh terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah memutuskan untuk membatalkan aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan (Perpres 75/2019) sehingga patut dianggap sebagai pembangkangan.
Sebelumnya Kepala Cabang BPJS Kesehatan Makassar, Greisty E.L Borotoding saat dikonfirmasi tak menampik iuran BPJS kesehatan masih menggunakan tarif lama sesuai Perpres no 75 tahun 2019.
Kata Dia, hal itu dikarenakan belum keluarnya kebijakan baru dari pusat serta belum diterimanya salinan putusan Mahkamah Agung. "Jadi begini mas, memang benar iuran masih menggunakan tarif lama sesuai Perpres 75, tapi itu karena belum ada kebijakan baru dari pusat. Apalagi salinan putusan MA juga belum kami terima, jadi kami masih mengacu pada perpres tersebut," tukasnya.
BPJS sendiri sesuai dengan UU nomor 40 Tahun 2004 melakukan penyesuaian iuran setiap 2 tahun sekali, kendati kata dia, saat ini pihaknya masih menunggu perkembangan dari pusat.
"Kita masih menunggu, kalau kebijakannya sudah ada, tentu kita akan lakukan, tapikan saat ini belum ada kebijakan baru," pungkasnya.
(sss)