Korban Penggusuran Paksa di Banyumanik Gugat Presiden

Kamis, 27 Agustus 2015 - 03:59 WIB
Korban Penggusuran Paksa di Banyumanik Gugat Presiden
Korban Penggusuran Paksa di Banyumanik Gugat Presiden
A A A
SEMARANG - Warga Jalan Setia Budi RT04/RW02, Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, menggugat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Gugatan ini merupakan buntut dari penggusuran paksa rumah warga yang dilakukan aparat Kodam IV/Diponegoro, Sabtu 25 Juli 2015 lalu. Mereka menuntut ganti rugi materiil dan moril Rp21,184 miliar.

Gugatan perbuatan melawan hukum itu sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Melalui kuasa hukumnya, Yosep Parera, gugatan sudah diterima pihak PN Semarang pada 19 Agustus 2015, teregister nomor:311/Pdt.G/2015/PN SMG.

Di surat itu Presiden RI sebagai tergugat pertama Cq Panglima TNI, Cq Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Cq Panglima Kodam IV/Diponegoro.

“Presiden RI adalah pihak yang kami gugat pertama. Sebab, sesuai Pasal 10 UUD 1945, Presiden RI adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Sebab, secara hirarki mereka adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” ungkap Yosep saat menggelar konferensi pers didampingi perwakilan warga, di Kota Semarang, Rabu (26/8/2015) siang.

Presiden dipandang sangat penting untuk turun tangan. Sebab, perbuatan TNI tersebut dilakukan di depan umum tanpa dasar jelas.

“Warga tidak berani melawan, mereka bersenjata dan punya kekuatan luar biasa. Presiden harus turun tangan agar ke depan TNI tidak lagi ikut campur persoalan seperti ini. Jika terus terjadi, hancurlah negara ini dari sistem peradilan yang sudah kita bentuk,” bebernya.

Warga melalui kuasa hukumnya, menilai perbuatan TNI AD dalam hal ini Kodam IV/Diponegoro saat melakukan penggusuran tidak mempunyai dasar.

Puluhan rumah yang digusur itu menempati tanah seluas sekira 6.400 meter persegi dan telah mendirikan bangunan rumah dan atau bangunan tempat usaha di atasnya sejak tahun 1950 secara turun–temurun dari ahli waris sebelumnya.

“Saat dilakukan penggusuran, ada pula Polisi Militer di lokasi. Sore harinya, saya sempat komunikasi dengan Komandan Denpom IV/5 Semarang, Ibu Tri (Letkol CPM Tri Wahyuningsih). Dijelaskan, katanya sebagai upaya penertiban aset militer. Namun, pihak TNI tidak bisa tunjukkan buktinya (kepemilikan aset),” lanjut dia.

Terkait gugatan yang sudah didaftarkan ke PN Semarang, warga juga meminta Ketua PN Semarang untuk mengabulkan profisi aquo dengan menyatakan melarang pihak siapapun untuk menguasai, memanfaatkan dan melakukan perbuatan hukum apapun atas lokasi tanah di Srondol tersebut.

Tanpa terkecuali berupa penjualan, peralihan hak atau menyewakan kepada pihak lain sampai perkara aquo berkekuatan hukum tetap.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6333 seconds (0.1#10.140)