PT KTR Bantah Limpasan Lumpur karena Aktvitas Perusahaan, DLH Kolut Beberkan Bukti
loading...
A
A
A
KOLAKA UTARA - Puluhan hektar lahan pertanian di Desa Lelewawo dan Mosiku, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara tertutup lumpur akibat aktivitas tambang PT Kasmar Tiar Raya (KTR). Namun pihak PT KTR membantah kalau limpasan lumpur itu akibat aktivias perusahaan.
Pembelaan PT KTR itu langsung dibantah pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang membeberkan sejumlah fakta pelanggaran yang dilakukannya sejak 2021 silam. Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Kolut, Senin (16/1/2023), Humas PT KTR, Hasrul berdalih jika bukan hanya perusahaannya yang menambang di wilayah terdampak luapan lumpur tersebut.
Pihaknya juga telah membuat sediment pond untuk menampung air limpasan dan dikatakan kerap dikeruk. "Kami beroperasi di sisi kiri jalan Trans Sulawesi jadi bukan hanya PT Kasmar yang beroperasi di sana," dalih Hasrul.
Akan tetapi, pembelaan itu langsung disanggah oleh DLH Kolut, melalui Kabid Penataan dan Penataan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Ukkas mengatakan PT KTR sebagai penyumbang utama lumpur ke lahan pertanian masyarakat.
Fakta yang ditemukan oleh DLH di lapangan, berdasarkan bukaan, titik ketinggian dan kemiringan lereng dari aktifitas PT KTR, limpasan air lumpur mengalir ke sebelah timur Izin Usaha Produksi (IUP) miliknya. "Di sana ada pemukiman, perkebunan dan persawahan," bebernya.
Luapan air limpasan tersebut disampaikan karena sediment pond yang disediakan tidak memadai dan terkesan formalitas. Hal itu kerap meluap ke jalan Trans Sulawesi setempat dan menuju ke lahan pertanian warga.
Air limpasan yang berwarna merah kecoklatan itu mengalir menuju sungai kecil di Desa Lelewawo dan Mosiku. Pendangkalan pun terjadi hingga lahan masyarakat jadi imbas luapan lumpur. "Sungainya ini juga mengalir ke laut," bebernya.
Karena menambang di bukit yang berhadapan langsung dengan jalan Trans Sulawesi, jalan raya di desa itu kerap dilumuri lumpur saat hujan. Hal ini juga dikeluhkan pengguna jalan karena jalan jadi lucin dan berselibut debu saat terik.
Berdasarkan hasil RDP yang dikemukakan oleh Wakil Ketua I DPRD Kolut, Hj Ulfa Haeruddin, masyarakat terdampak mendesak PT KTR bertanggung jawab dan melakukan ganti rugi lahan akibat limpasan lumpur tambang.
Pembelaan PT KTR itu langsung dibantah pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang membeberkan sejumlah fakta pelanggaran yang dilakukannya sejak 2021 silam. Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Kolut, Senin (16/1/2023), Humas PT KTR, Hasrul berdalih jika bukan hanya perusahaannya yang menambang di wilayah terdampak luapan lumpur tersebut.
Pihaknya juga telah membuat sediment pond untuk menampung air limpasan dan dikatakan kerap dikeruk. "Kami beroperasi di sisi kiri jalan Trans Sulawesi jadi bukan hanya PT Kasmar yang beroperasi di sana," dalih Hasrul.
Akan tetapi, pembelaan itu langsung disanggah oleh DLH Kolut, melalui Kabid Penataan dan Penataan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Ukkas mengatakan PT KTR sebagai penyumbang utama lumpur ke lahan pertanian masyarakat.
Fakta yang ditemukan oleh DLH di lapangan, berdasarkan bukaan, titik ketinggian dan kemiringan lereng dari aktifitas PT KTR, limpasan air lumpur mengalir ke sebelah timur Izin Usaha Produksi (IUP) miliknya. "Di sana ada pemukiman, perkebunan dan persawahan," bebernya.
Luapan air limpasan tersebut disampaikan karena sediment pond yang disediakan tidak memadai dan terkesan formalitas. Hal itu kerap meluap ke jalan Trans Sulawesi setempat dan menuju ke lahan pertanian warga.
Air limpasan yang berwarna merah kecoklatan itu mengalir menuju sungai kecil di Desa Lelewawo dan Mosiku. Pendangkalan pun terjadi hingga lahan masyarakat jadi imbas luapan lumpur. "Sungainya ini juga mengalir ke laut," bebernya.
Karena menambang di bukit yang berhadapan langsung dengan jalan Trans Sulawesi, jalan raya di desa itu kerap dilumuri lumpur saat hujan. Hal ini juga dikeluhkan pengguna jalan karena jalan jadi lucin dan berselibut debu saat terik.
Berdasarkan hasil RDP yang dikemukakan oleh Wakil Ketua I DPRD Kolut, Hj Ulfa Haeruddin, masyarakat terdampak mendesak PT KTR bertanggung jawab dan melakukan ganti rugi lahan akibat limpasan lumpur tambang.