Asal Mula Bhineka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma: Sejarah dan Maknanya

Senin, 16 Januari 2023 - 13:32 WIB
loading...
Asal Mula Bhineka Tunggal...
Kitab Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular sekitar akhir abad ke-14, tepatnya saat era keemasan Kerajaan Majapahit. Foto DOK ist
A A A
JAKARTA - Kitab Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular sekitar akhir abad ke-14, tepatnya saat era keemasan Kerajaan Majapahit . Dalam riwayatnya, kakawin ini ditulis dalam bahasa Jawa kuno.

Adapun untuk isinya sendiri mengisahkan tentang Pangeran Sutasoma ketika menemukan makna kehidupan yang sejatinya.

Selain itu, Kitab Sutasoma ini juga menyampaikan ajaran toleransi dalam beragama. Kakawin karangan Mpu Tantular inilah yang dijadikan rujukan atau referensi semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika.

Baca juga : Semboyan Negara Indonesia, Asal Usul dan Makna Bhinneka Tunggal Ika

Lantas, bagaimana asal mula perumusan Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma ini?

Mengutip informasi dari e-book berjudul “Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Nasional” yang diterbitkan Pusat Pengkajian MPR RI, kalimat Bhinneka Tunggal Ika ditemukan para pendiri bangsa dalam khazanah kebudayaan nusantara.

Kalimat yang diambil dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular ini pertama kali digunakan pada 1950, tepatnya pada sebuah Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat.

Berdasarkan rancangan buatan Sultan Abdul Hamid II, pada akhirnya Bhinneka Tunggal Ika ini dimasukkan ke dalam lambang negara. Saat itu, usulan tersebut juga disetujui oleh seluruh peserta sidang, termasuk kelompok Islam yang menjadi mayoritas.

Kitab Sutasoma terdiri dari bait-bait atau yang berisikan ajaran etika sosial dan moral. Dalam kakawin tersebut, asal muasal kata Bhinneka Tunggal Ika ini ada pada bait 5 pupuh 139 sebagai berikut.

“Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.”

Baca juga : Bhinneka Tunggal Ika, Solusi Hayam Wuruk Selesaikan Persoalan Beda Agama di Kerajaan Majapahit

Artinya: “konon antara ajaran Buddha dan Hindu berbeda, namun kapan Tuhan dapat dibagi-bagi, sebab kebenaran Jina dan Siwa adalah tunggal, berbeda itu tapi satu jualah, tak ada dharma.

Pada kalimat Bhinneka Tunggal Ika, terdapat dua unsur penting didalamnya, yaitu kesatuan dan keragaman. Kesatuan merujuk pada cita-cita kehidupan, sementara keragaman mengacu realitas sosial-kultural masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku, ras. dan budaya.

Mulanya, Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma ini ditujukan untuk toleransi keagamaan (Hindu dan Buddha) pada masa kerajaan Majapahit kepemimpinan Hayam Wuruk.

Akan tetapi, setelah digunakan oleh bangsa Indonesia, cakupan artinya menjadi lebih luas. Tak hanya agama, namun juga meliputi ras, suku, etnis, budaya, dan lain sebagainya. Berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.
(bim)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1852 seconds (0.1#10.140)