Nelayan Pantura: Lobster Dilarang, Kami Tak Bisa Makan
loading...
A
A
A
BANYUWANGI - Nelayan Pantura Banyuwangi, Jawa Timur, menyesalkan pihak-pihak yang menolak aturan pelarangan penangkapan benih bening lobster (BBL) untuk keperluan budidaya mau pun ekspor.
Musriyadi, anggota kelompok nelayan Pesona Bahari, Pantai Watu Dodol, Banyuwangi, Jawa Timur mengatakan dia bersama teman-temannya sesama nelayan Pantura harus menjadi pengangguran selama penangkapan dan pembudidayaan lobster dilarang.
"Kami semua di sini menangis. Kami kan mencari ikan hanya tiga bulan setahun. Sisanya kami menganggur," kata Musriadi ditemui di lokasi budidaya Lobster, Watu Dodol, Banyuwangi, Minggu (12/7/2020).
Mus menceritakan, selama itu pula dia harus pontang-panting mencari uang untuk makan. Bahkan beberapa di antara nelayan ada yang nekat menangkap benih dan bekerja sama dengan penyelundup lobster dengan risiko mereka akan ditangkap aparat. "Kebijakan menteri yang dulu itu sangat menyengsarakan kami," tegas Mus.
Karena itu, dia mendukung kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan era Edhy Prabowo yang mencabut larangan itu. Mus mengatakan, kebijakan baru itu sangat dirasakan dia dan kelompoknya.
Dalam kelompok nelayan Pesona Bahari yang beranggotakan sekitar 15 nelayan itu, kini dia bisa kembali bahu-membahu dengan nelayan lainnya untuk mengelola lobster dengan tetap memperhatikan keberlanjutan krustasea ini.
Mus juga menampik pihak-pihak yang mengatakan bahwa lobster akan punah bila benihnya terus ditangkap. "Dari jaman kakek saya, benih lobster ditangkap. Dan kami akan terus melestarikannya, Termasuk terumbu karang di sini untuk masa depan anak cucu saya nanti," tegasnya. (Baca: Kasus Positif COVID-19 di Blitar Meningkat Jadi 52 Kasus).
Ketua Kelompok Nelayan Pesona Bahari Abdul Aziz, menambahkan dirinya bersama nelayan Watu Dodol, bahkan akan mengembalikan 5 persen benih lobster ke alam. Meski dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/2020 hanya diatur kewajiban pelepasliaran benih lobster sebanyak 2 persen.
"Termasuk lobster bertelur yang ada di keramba akan kami lepas untuk menjaga keberlanjutan," kata Aziz.
Sementara itu, menyoal pro dan kontra dari aturan pelegalan benih lobster itu, Aziz menantang pihak-pihak yang menolak untuk datang langsung ke pantai dan menyaksikan suka cita nelayan dengan adanya aturan itu. "Itu kan politik ya. Mereka enggak paham. Kata siapa lobster tidak bisa dibudidaya. Silakan datang ke Watu Dodol," ujarnya.
Musriyadi, anggota kelompok nelayan Pesona Bahari, Pantai Watu Dodol, Banyuwangi, Jawa Timur mengatakan dia bersama teman-temannya sesama nelayan Pantura harus menjadi pengangguran selama penangkapan dan pembudidayaan lobster dilarang.
"Kami semua di sini menangis. Kami kan mencari ikan hanya tiga bulan setahun. Sisanya kami menganggur," kata Musriadi ditemui di lokasi budidaya Lobster, Watu Dodol, Banyuwangi, Minggu (12/7/2020).
Mus menceritakan, selama itu pula dia harus pontang-panting mencari uang untuk makan. Bahkan beberapa di antara nelayan ada yang nekat menangkap benih dan bekerja sama dengan penyelundup lobster dengan risiko mereka akan ditangkap aparat. "Kebijakan menteri yang dulu itu sangat menyengsarakan kami," tegas Mus.
Karena itu, dia mendukung kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan era Edhy Prabowo yang mencabut larangan itu. Mus mengatakan, kebijakan baru itu sangat dirasakan dia dan kelompoknya.
Dalam kelompok nelayan Pesona Bahari yang beranggotakan sekitar 15 nelayan itu, kini dia bisa kembali bahu-membahu dengan nelayan lainnya untuk mengelola lobster dengan tetap memperhatikan keberlanjutan krustasea ini.
Mus juga menampik pihak-pihak yang mengatakan bahwa lobster akan punah bila benihnya terus ditangkap. "Dari jaman kakek saya, benih lobster ditangkap. Dan kami akan terus melestarikannya, Termasuk terumbu karang di sini untuk masa depan anak cucu saya nanti," tegasnya. (Baca: Kasus Positif COVID-19 di Blitar Meningkat Jadi 52 Kasus).
Ketua Kelompok Nelayan Pesona Bahari Abdul Aziz, menambahkan dirinya bersama nelayan Watu Dodol, bahkan akan mengembalikan 5 persen benih lobster ke alam. Meski dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/2020 hanya diatur kewajiban pelepasliaran benih lobster sebanyak 2 persen.
"Termasuk lobster bertelur yang ada di keramba akan kami lepas untuk menjaga keberlanjutan," kata Aziz.
Sementara itu, menyoal pro dan kontra dari aturan pelegalan benih lobster itu, Aziz menantang pihak-pihak yang menolak untuk datang langsung ke pantai dan menyaksikan suka cita nelayan dengan adanya aturan itu. "Itu kan politik ya. Mereka enggak paham. Kata siapa lobster tidak bisa dibudidaya. Silakan datang ke Watu Dodol," ujarnya.
(nag)