52 Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Terjadi di KBB, Pengawasan Sekolah Ditingkatkan
loading...
A
A
A
BANDUNG BARAT - Kasus perundungan, kekerasan , dan pelecehan seksual dengan korban anak-anak masih ditemukan di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB). Itu menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani secara masif agar sekolah bisa terbebas dari kasus kekerasan dan pelecehan seksual.
Berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), KBB, mencatat, secara keseluruhan ada 52 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Rinciannya 11 di antaranya adalah korban kekerasan terhadap anak dan 2 kasus perundungan.
"Untuk meminimalisir kasus perundungan dan kekerasan di kalangan pelajar, perlu pengawasan dan sosialisasi tiga dosa besar pendidikan yang harus dipahami guru dan murid," sebut Kepala Dinas Pendidikan KBB, Asep Dendih, Jumat (16/12/2022).
Baca juga: Ditangkap saat Ricuh di Depan DPRD Jabar, 29 Mahasiswa Dikenakan Wajib Lapor
Dia menyebutkan, tiga dosa besar di bidang pendidikan itu adalah intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual pada anak. Untuk itu dalam sosialisasi yang dilakukan, rencananya bakal diberikan berbagai pemahaman terkait pentingnya memberikan pendidikan karakter kepada para anak didiknya.
Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah keteladanan dari pendidiknya. Sebab, pendidikan karakter tidak hanya diterapkan kepada para anak didik, namun para guru pun wajib memiliki karakter yang baik. Sebab anak itu memiliki kecenderungan untuk meniru.
"Oleh karenanya, seorang guru dituntut harus mampu menunjukkan keteladanan dan contoh yang baik bagi para anak didik," sambungnya.
Dirinya menilai, upaya tersebut bisa meminimalisir terjadinya kasus perundungan, kekerasan, serta pelecehan di lingkungan sekolah. Meski begitu, dia pun tidak memungkiri ada banyak faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya tiga dosa besar pendidikan tersebut.
Seperti kemudahan mengakses berbagai informasi di internet yang tidak diawasi guru maupun orang tua, pengaruh lingkungan atau pergaulan. Termasuk minimnya pengawasan dari keluarga dan sekolah. "Hal itu yang harus jadi perhatian agar ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan dan perundungan yang menjadikan anak sebagai objek," pungkasnya
Berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), KBB, mencatat, secara keseluruhan ada 52 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Rinciannya 11 di antaranya adalah korban kekerasan terhadap anak dan 2 kasus perundungan.
"Untuk meminimalisir kasus perundungan dan kekerasan di kalangan pelajar, perlu pengawasan dan sosialisasi tiga dosa besar pendidikan yang harus dipahami guru dan murid," sebut Kepala Dinas Pendidikan KBB, Asep Dendih, Jumat (16/12/2022).
Baca juga: Ditangkap saat Ricuh di Depan DPRD Jabar, 29 Mahasiswa Dikenakan Wajib Lapor
Dia menyebutkan, tiga dosa besar di bidang pendidikan itu adalah intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual pada anak. Untuk itu dalam sosialisasi yang dilakukan, rencananya bakal diberikan berbagai pemahaman terkait pentingnya memberikan pendidikan karakter kepada para anak didiknya.
Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah keteladanan dari pendidiknya. Sebab, pendidikan karakter tidak hanya diterapkan kepada para anak didik, namun para guru pun wajib memiliki karakter yang baik. Sebab anak itu memiliki kecenderungan untuk meniru.
"Oleh karenanya, seorang guru dituntut harus mampu menunjukkan keteladanan dan contoh yang baik bagi para anak didik," sambungnya.
Dirinya menilai, upaya tersebut bisa meminimalisir terjadinya kasus perundungan, kekerasan, serta pelecehan di lingkungan sekolah. Meski begitu, dia pun tidak memungkiri ada banyak faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya tiga dosa besar pendidikan tersebut.
Seperti kemudahan mengakses berbagai informasi di internet yang tidak diawasi guru maupun orang tua, pengaruh lingkungan atau pergaulan. Termasuk minimnya pengawasan dari keluarga dan sekolah. "Hal itu yang harus jadi perhatian agar ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan dan perundungan yang menjadikan anak sebagai objek," pungkasnya
(msd)