Kisah Pangeran Samudro, Putra Raja Majapahit Terakhir yang Dimakamkan di Gunung Kemukus
loading...
A
A
A
PANGERAN Samudro menjadi kisah yang melegenda di kawasan Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Makamnya berada di Gunung Kemukus hingga kini banyak dikunjungi masyarakat berbagai daerah.
Sosok Pangeran Samudro disebut merupakan putra dari Raja Majapahit terakhir, Dyah Ranawijaya (1474-1498). Ibunda Pangeran Samudro, R.Ay.Ontrowulan merupakan istri selir Dyah Ranawijaya.
Kisah Pangeran Samudro berawal saat Kerajaan Majapahit mulai runtuh dan terdesak oleh Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah. Disebutkan dalam laman pariwisata.sragenkab, saat menginjak remaja, putra raja ini bersama sang ibu memilih boyongan ke Demak Bintoro, ibu kota Kerajaan Demak. Mereka pindah dan mendapat perlindungan dari Sultan Demak.
Saat menetap di Demak, Pangeran Samudro digembleng ilmu agama dan kanugaran oleh Sunan Kalijaga. Setelah dirasa menguasai ilmu dan mandiri, dia diperintahkan untuk pergi ke Gunung Lawu di Karanganyar, Jateng. Pangeran Samudro diminta berguru kepada Kiai Ageng Gugur yang tinggal di Desa Pandan Gugur.
Saat menimba ilmu kepada Kiai Ageng Gugur itu lah Pangeran Samudo terkejut. Sebab Kiai Ageng Gugur akhirnya mengaku bahwa dia kakak kandung Pangeran Samudro yang selama ini terpisah.
Pangeran Samudro selanjutnya teringat pesan Sultan Demak agar dirinya menyatukan saudara-saudara yang terpisah. Kiai Ageng Gugur menerima pesan itu dan ikut membangun Kerajaan Demak.
Setelah tamat berguru Pangeran Samudro dan dua abdi setianya kembali ke Demak. Dikisahkan bahwa mereka berjalan ke arah barat dan sampailah mereka di Desa Gondang Jenalas (sekarang wilayah Gemolong) dan beristirahat sejenak di situ. Di dukuh tersebut mereka bertemu dengan orang yang berasal dari Demak yang bernama Kyai Kamaliman. Di dukuh ini, mereka menyebarkan agama Islam.
Setelah cukup lama, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat dan sampai di suatu tempat di padang yang sekarang dikenal dengan nama Dusun Kabar, Desa Bogorame (Gemolong). Di tempat inilah Pangeran Samudro terserang sakit.
Dalam kondisi sakit panas, perjalanan tetap dilanjutkan sampai ke Dukuh Doyong, sekarang wilayah Kecamatan Miri. Karena sakit yang diderita semakin parah, Pangeran Samudro memutuskan untuk beristirahat di dukuh tersebut.
Rupanya Pangeran Samudro sudah tak berdaya dengan sakit demam yang dialaminya. Ia pun memerintahkan salah seorang abdinya untuk mengabarkan kondisinya kepada Sultan di Demak. Namun, saat abdinya masih di Demak, Pangeran Samudro sudah meninggal.
Mengetahui hal itu, Sultan Demak memerintahkan jasad Pangeran Samudro dimakamkan di perbukitan di sebelah barat dukuh tersebut. Tempat pemakamannya kemudian diberi nama Dukuh Samudro yang sampai kini terkenal dengan nama Dukuh Mudro.
Kabar meninggalnya Pangeran Samudro membuat sedih R.Ay. Ontrowulan. Betapa kagetnya sang ibu mendengar kabar itu. R.Ay. Ontrowulan memutuskan untuk menyusul ke tempat Pangeran Samudro dimakamkan, ditemani oleh abdi Pangeran Samudro yang setia.
Sesampainya di makam putranya, ibunda pangeran langsung merebahkan badannya sambil merangkul pusara putra satu-satunya yang amat dicintainya. Begitu besar kasihnya terhadap Pangeran Samudro, ibunda Ontrowulan tidak mau pulang. Ia berniat merawat makam putranya tersebut. Kerinduan untuk menjumpai dan memeluk putranya makin lama makin tak tertahan.
Hingga suatu ketika, terjadilah pertemuan dan dialog secara gaib dengan putranya. “Oh Ananda begitu sampai hati meninggalkan aku dan siapa lagi yang kutunjuk sebagai gantimu, hanya engkau satu-satunya putraku dan aku tidak dapat berpisah denganmu”.
Dijawab, Pangeran Samudro, “Oh Ibunda, Bunda tentu tidak dapat berkumpul dengan ananda sebab Ibunda masih berbadan jasmani dan selama belum melepas raga, untuk itu harus bersuci terlebih dahulu di sebuah “sendang” yang letaknya tidak jauh dari tempat ini”.
Setelah sadar dari percakapan gaib itu, Ontrowulan bangkit dan pergi ke sendang yang dikatakan putranya untuk mensucikan diri. Konon, setelah dia menyucikan diri, raganya lenyap. Diyakini, cintanya dan kerinduan yang begitu besar, mengantar sukmanya untuk bertemu putranya.
Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, pepohonan indah Nagasari yang berada di sekitar Sendang Ontrowulon, berasal dari bunga-bunga perhiasan rambut ibu pangeran. Saat rambutnya yang sudah terurai dikibas-kibaskan, jatuhlah bunga-bunga penghias rambutnya dan tumbuh menjadi pepohonan indah. Sendang Ontrowulan itu sendiri berada sekitar 300 meter dari pemakaman Pangeran Samudro.
Dalam perkembangannya, tempat makam Pangeran Samudro ini diberi nama Gunung Kemukus. Konon, setelah Pangeran dimakamkan di tempat ini, gumpalan kabut hitam (kukus) selalu muncul baik di musim hujan maupun kemarau. Tempat tersebut kemudian diberi nama Gunung Kemukus.
Kini Gunung Kemukus, tempat makam Pangeran Samudro, menjadi kiblat bagi mereka yang ingin melakukan ziarah religi. Disebutkan bahwa berziarah ke tempat, bagi mereka yang memiliki niat dan keyakinan mantap, niatnya akan tercapai.
Hal ini sesuai wasiat dari Pangeran Samudro semasa hidupnya. "Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sieweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang penggonane.”
Artinya, "Barangsiapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapai tujuan harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan/kiri harus konsentrasi pada yang dikehendaki atau yang diinginkan, dekatkan keinginan, seakanakan seperti menuju ke tempat kesayangannya atau kesenangnannya.”
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Sosok Pangeran Samudro disebut merupakan putra dari Raja Majapahit terakhir, Dyah Ranawijaya (1474-1498). Ibunda Pangeran Samudro, R.Ay.Ontrowulan merupakan istri selir Dyah Ranawijaya.
Kisah Pangeran Samudro berawal saat Kerajaan Majapahit mulai runtuh dan terdesak oleh Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah. Disebutkan dalam laman pariwisata.sragenkab, saat menginjak remaja, putra raja ini bersama sang ibu memilih boyongan ke Demak Bintoro, ibu kota Kerajaan Demak. Mereka pindah dan mendapat perlindungan dari Sultan Demak.
Saat menetap di Demak, Pangeran Samudro digembleng ilmu agama dan kanugaran oleh Sunan Kalijaga. Setelah dirasa menguasai ilmu dan mandiri, dia diperintahkan untuk pergi ke Gunung Lawu di Karanganyar, Jateng. Pangeran Samudro diminta berguru kepada Kiai Ageng Gugur yang tinggal di Desa Pandan Gugur.
Saat menimba ilmu kepada Kiai Ageng Gugur itu lah Pangeran Samudo terkejut. Sebab Kiai Ageng Gugur akhirnya mengaku bahwa dia kakak kandung Pangeran Samudro yang selama ini terpisah.
Pangeran Samudro selanjutnya teringat pesan Sultan Demak agar dirinya menyatukan saudara-saudara yang terpisah. Kiai Ageng Gugur menerima pesan itu dan ikut membangun Kerajaan Demak.
Setelah tamat berguru Pangeran Samudro dan dua abdi setianya kembali ke Demak. Dikisahkan bahwa mereka berjalan ke arah barat dan sampailah mereka di Desa Gondang Jenalas (sekarang wilayah Gemolong) dan beristirahat sejenak di situ. Di dukuh tersebut mereka bertemu dengan orang yang berasal dari Demak yang bernama Kyai Kamaliman. Di dukuh ini, mereka menyebarkan agama Islam.
Setelah cukup lama, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat dan sampai di suatu tempat di padang yang sekarang dikenal dengan nama Dusun Kabar, Desa Bogorame (Gemolong). Di tempat inilah Pangeran Samudro terserang sakit.
Dalam kondisi sakit panas, perjalanan tetap dilanjutkan sampai ke Dukuh Doyong, sekarang wilayah Kecamatan Miri. Karena sakit yang diderita semakin parah, Pangeran Samudro memutuskan untuk beristirahat di dukuh tersebut.
Rupanya Pangeran Samudro sudah tak berdaya dengan sakit demam yang dialaminya. Ia pun memerintahkan salah seorang abdinya untuk mengabarkan kondisinya kepada Sultan di Demak. Namun, saat abdinya masih di Demak, Pangeran Samudro sudah meninggal.
Mengetahui hal itu, Sultan Demak memerintahkan jasad Pangeran Samudro dimakamkan di perbukitan di sebelah barat dukuh tersebut. Tempat pemakamannya kemudian diberi nama Dukuh Samudro yang sampai kini terkenal dengan nama Dukuh Mudro.
Kabar meninggalnya Pangeran Samudro membuat sedih R.Ay. Ontrowulan. Betapa kagetnya sang ibu mendengar kabar itu. R.Ay. Ontrowulan memutuskan untuk menyusul ke tempat Pangeran Samudro dimakamkan, ditemani oleh abdi Pangeran Samudro yang setia.
Sesampainya di makam putranya, ibunda pangeran langsung merebahkan badannya sambil merangkul pusara putra satu-satunya yang amat dicintainya. Begitu besar kasihnya terhadap Pangeran Samudro, ibunda Ontrowulan tidak mau pulang. Ia berniat merawat makam putranya tersebut. Kerinduan untuk menjumpai dan memeluk putranya makin lama makin tak tertahan.
Hingga suatu ketika, terjadilah pertemuan dan dialog secara gaib dengan putranya. “Oh Ananda begitu sampai hati meninggalkan aku dan siapa lagi yang kutunjuk sebagai gantimu, hanya engkau satu-satunya putraku dan aku tidak dapat berpisah denganmu”.
Dijawab, Pangeran Samudro, “Oh Ibunda, Bunda tentu tidak dapat berkumpul dengan ananda sebab Ibunda masih berbadan jasmani dan selama belum melepas raga, untuk itu harus bersuci terlebih dahulu di sebuah “sendang” yang letaknya tidak jauh dari tempat ini”.
Setelah sadar dari percakapan gaib itu, Ontrowulan bangkit dan pergi ke sendang yang dikatakan putranya untuk mensucikan diri. Konon, setelah dia menyucikan diri, raganya lenyap. Diyakini, cintanya dan kerinduan yang begitu besar, mengantar sukmanya untuk bertemu putranya.
Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, pepohonan indah Nagasari yang berada di sekitar Sendang Ontrowulon, berasal dari bunga-bunga perhiasan rambut ibu pangeran. Saat rambutnya yang sudah terurai dikibas-kibaskan, jatuhlah bunga-bunga penghias rambutnya dan tumbuh menjadi pepohonan indah. Sendang Ontrowulan itu sendiri berada sekitar 300 meter dari pemakaman Pangeran Samudro.
Dalam perkembangannya, tempat makam Pangeran Samudro ini diberi nama Gunung Kemukus. Konon, setelah Pangeran dimakamkan di tempat ini, gumpalan kabut hitam (kukus) selalu muncul baik di musim hujan maupun kemarau. Tempat tersebut kemudian diberi nama Gunung Kemukus.
Kini Gunung Kemukus, tempat makam Pangeran Samudro, menjadi kiblat bagi mereka yang ingin melakukan ziarah religi. Disebutkan bahwa berziarah ke tempat, bagi mereka yang memiliki niat dan keyakinan mantap, niatnya akan tercapai.
Hal ini sesuai wasiat dari Pangeran Samudro semasa hidupnya. "Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sieweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang penggonane.”
Artinya, "Barangsiapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikehendaki maka untuk mencapai tujuan harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan/kiri harus konsentrasi pada yang dikehendaki atau yang diinginkan, dekatkan keinginan, seakanakan seperti menuju ke tempat kesayangannya atau kesenangnannya.”
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
(shf)