Masyarakat Papua Harap Tidak Ada Lagi Korupsi di Era Otsus Jilid Dua
loading...
A
A
A
KEEROM - Sudah menjadi perbincangan umum di kalangan masyarakat Papua bahwa kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) selama dua puluh tahun pertama (Otsus jilid satu) belum berdampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan orang Papua, khususnya Orang Asli Papua (OAP). Salah satu penyebabnya adalah perilaku koruptif oknum-oknum pejabat daerah yang mengelola dana Otsus.
Harapan itu antara lain disuarakan Efradus Bossayor, warga Papua kelahiran Manokwari, Papua Barat, yang sejak tahun 1980-an mengelola kebun kelapa sawit di daerah transmigrasi Arso Timur, Kabupaten Keerom.
‘’Menurut kami dengan Bapa Lukas (Gubernur Papua) dipanggil KPK. Mungkin ada dana-dana yang tidak terpakai baik. Kalau bisa KPK juga panggil pejabat-pejabat lain yang urus itu dana Otsus. Karena kalau dana Otsus terpakai baik, pasti kami orang Papua tidak bicara-bicara belum sejahtera segala macam,’’ kata Efradus Bossayor di Keerom.
Efradus berharap pada era Otsus jilid dua yang saat ini baru memasuki tahun pertama, tindakan tidak terpuji oknum-oknum pengelola dana Otsus itu, tidak lagi terjadi.
“Karena dana Otsus Jilid dua ini besar dan ini ada selama 20 tahun lagi, jadi kalau tidak ada pemeriksaan di Otsus yang lama, jilid satu, maka itu berjalan kembali (terjadi lagi di Otsus jilid dua). Akhirnya kami masyarakat kecil ini menderita terus, sama saja dengan yang lalu. Jadi periksa dulu pelaku-pelaku yang gunakan dana Otsus jilid satu, baru masuk ke Otsus jilid dua,” pinta Efradus.
Baca: Rampok Sekap Wali Kota Blitar, Polda Jatim Turun Tangan Bantu Polres Blitar Kota.
Efradus mengaku belum secara nyata merasakan manfaat dana Otsus selama dua puluh tahun terakhir. Ia justru menanyakan di mana peran dana Otsus bagi mereka yang tinggal di daerah transmigran Keerom.
‘’Di daerah transmigrasi ini, masyarakat dari Sabang sampai Merauke ada di dalam situ. Kami hidup dari (hasil mengolah) kepala sawit. Semua kebutuhan hidup, bangun rumah, biaya sekolah anak, dari hasil jual kelapa sawit. Otsus nya dimana?,’’ tanya Efradus yang juga adalah Ketua Kelompok Tani Kelapa Sawit di Arso VI ini.
Efradus juga mempertanyakan kekhususan orang Papua asli yang menjadi sasaran dari kebijakan Otsus Papua. Hal itu mengingat semua bantuan yang datang dari Pemkab Keerom atau dari Pemprov Papua berlaku sama bagi semua warga di tempat transmigrasi.
“Otsus yang kami tahu dan kami dengar diberikan pemerintah untuk Papua, terutama kami orang pribumi atau orang asli Papua. Jika ada bantuan-bantuan dari pemerintah kami (di daerah transmigran) sama-sama terima, tidak ada perbedaan, tidak ada kekhususan. Sehingga saya mempertanyakan, di mana Otsusnya kalau semua sama rata dapat. Jadi itu penting sekali, supaya ini pembagian yang ada di desa itu harus jelas, ini untuk orang asli Papua dan ini untuk umum. Kalau tidak ada kejelasan maka nanti kami orang Papua ini setiap saat nanti bicara-bicara,” pinta Efradus.
Harapan itu antara lain disuarakan Efradus Bossayor, warga Papua kelahiran Manokwari, Papua Barat, yang sejak tahun 1980-an mengelola kebun kelapa sawit di daerah transmigrasi Arso Timur, Kabupaten Keerom.
‘’Menurut kami dengan Bapa Lukas (Gubernur Papua) dipanggil KPK. Mungkin ada dana-dana yang tidak terpakai baik. Kalau bisa KPK juga panggil pejabat-pejabat lain yang urus itu dana Otsus. Karena kalau dana Otsus terpakai baik, pasti kami orang Papua tidak bicara-bicara belum sejahtera segala macam,’’ kata Efradus Bossayor di Keerom.
Efradus berharap pada era Otsus jilid dua yang saat ini baru memasuki tahun pertama, tindakan tidak terpuji oknum-oknum pengelola dana Otsus itu, tidak lagi terjadi.
“Karena dana Otsus Jilid dua ini besar dan ini ada selama 20 tahun lagi, jadi kalau tidak ada pemeriksaan di Otsus yang lama, jilid satu, maka itu berjalan kembali (terjadi lagi di Otsus jilid dua). Akhirnya kami masyarakat kecil ini menderita terus, sama saja dengan yang lalu. Jadi periksa dulu pelaku-pelaku yang gunakan dana Otsus jilid satu, baru masuk ke Otsus jilid dua,” pinta Efradus.
Baca: Rampok Sekap Wali Kota Blitar, Polda Jatim Turun Tangan Bantu Polres Blitar Kota.
Efradus mengaku belum secara nyata merasakan manfaat dana Otsus selama dua puluh tahun terakhir. Ia justru menanyakan di mana peran dana Otsus bagi mereka yang tinggal di daerah transmigran Keerom.
‘’Di daerah transmigrasi ini, masyarakat dari Sabang sampai Merauke ada di dalam situ. Kami hidup dari (hasil mengolah) kepala sawit. Semua kebutuhan hidup, bangun rumah, biaya sekolah anak, dari hasil jual kelapa sawit. Otsus nya dimana?,’’ tanya Efradus yang juga adalah Ketua Kelompok Tani Kelapa Sawit di Arso VI ini.
Efradus juga mempertanyakan kekhususan orang Papua asli yang menjadi sasaran dari kebijakan Otsus Papua. Hal itu mengingat semua bantuan yang datang dari Pemkab Keerom atau dari Pemprov Papua berlaku sama bagi semua warga di tempat transmigrasi.
“Otsus yang kami tahu dan kami dengar diberikan pemerintah untuk Papua, terutama kami orang pribumi atau orang asli Papua. Jika ada bantuan-bantuan dari pemerintah kami (di daerah transmigran) sama-sama terima, tidak ada perbedaan, tidak ada kekhususan. Sehingga saya mempertanyakan, di mana Otsusnya kalau semua sama rata dapat. Jadi itu penting sekali, supaya ini pembagian yang ada di desa itu harus jelas, ini untuk orang asli Papua dan ini untuk umum. Kalau tidak ada kejelasan maka nanti kami orang Papua ini setiap saat nanti bicara-bicara,” pinta Efradus.
(nag)