Terpuruk Akibat Pandemi, Pengusaha Sulit Gelar Tes PCR 10% Karyawan
loading...
A
A
A
BANDUNG - Banyak pengusaha di Jawa Barat kesulitan melaksanakan tes COVID-19 terhadap 10 persen karyawan sesuai instruksi Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk menekan potensi penularan COVID-19 di lingkungan industri.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Taufik Garsadi mengungkapkan, berdasarkan laporan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, pengusaha sangat kesulitan melaksanakan rekomendasi tersebut. (BACA JUGA: Gubernur Minta Kepala Daerah Wajibkan Industri Tes PCR 10% Karyawan )
"Terkait edaran Pak Gubernur untuk melakukan tes 10 persen karyawan, berdasarkan laporan Apindo, memang sangat berat sekali," kata Taufik di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (9/7/2020). (BACA JUGA: Ada 2 Klaster Baru COVID-19 di Jabar, Industri dan Lembaga Pendidikan )
Menurut Taufik, ada beberapa alasan yang disampaikan pengusaha terkait persoalan tersebut. Pertama, kondisi keuangan perusahaan yang terpuruk akibat dampak pandemi COVID-19, sehingga mereka tak mampu membeli alat tes COVID-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) itu. "Kedua, memang dari awal mereka tidak menganggarkan (pembelian alat tes COVID-19)," ujar Taufik.
Taufik menuturkan, selain harganya yang dinilai terlalu mahal, para pengusaha pun kesulitan mendapatkan alat tes PCR tersebut. Oleh karenanya, mereka pun meminta bantuan pemerintah untuk menyiapkan alat tes PCR.
"Jadi, selain membeli, mereka juga mengharapkan subsidi karena dengan jumlah karyawan yang mencapai ribuan, ini akan memberatkan," tutur Kadisnakertrans.
Meski begitu, Taufik memastikan, perusahaan-perusahaan di Jabar kini sudah menerapkan protokol pencegahan COVID-19. Bahkan, protokol COVID-19 diterapkan sangat ketat, terutama di perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor.
Menurut dia, kedisiplinan pimpinan perusahaan dan pekerja dalam menerapkan protokol kesehatan di tempat kerja sangat krusial dalam mencegah penularan COVID-19, terutama di industri berskala besar.
"Kami intens memantau penerapan protokol COVID-19 dengan melibatkan UPTD di wilayah Bogor, Karawang, Cirebon, Bandung Raya, dan Priangan (Garut)," tutur Taufik.
Disnakertrans Jabar, ungkap Taufik, sudah mengeluarkan aturan terkait protokol pencegahan COVID-19 di perusahaan dan pabrik. Dalam protokol tersebut, pimpinan perusahaan dan pimpinan unit kerja serta serikat pekerja diminta ikut mengantisipasi penyebaran COVID-19, salah satunya mengoptimaliasi fungsi pelayanan kesehatan kerja.
"Jadi pimpinan perusahaan bersama serikat buruh melakukan perundingan dan bersepakat melaksanakan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai COVID-19. Kami pastikan, kesepakatan tersebut dilakukan oleh kedua pihak," ungkap dia.
Diketahui, Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebelumnya menginstruksikan industri melakukan tes COVID-19 terhadap 10 persen karyawan guna mencegah penyebaran COVID-19.
"Kami fokus ke industri karena kasus di Kabupaten Bekasi (klaster pabrik PT Unilever) itu lintas wilayah, kerja di pabrik di Kabupaten Bekasi tapi domisili sebagian di Karawang," kata Gubernur di Gedung Pakuan, Kota Bandung, pekan lalu.
"Maka karena kewaspadaan ekonomi yang sudah dibuka, kami meminta kepala daerah mewajibkan industri besar melakukan tes PCR mandiri, minimal 10 persen dari karyawan secara acak untuk memastikan tidak ada anomali lain," tandas Kang Emil.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Taufik Garsadi mengungkapkan, berdasarkan laporan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, pengusaha sangat kesulitan melaksanakan rekomendasi tersebut. (BACA JUGA: Gubernur Minta Kepala Daerah Wajibkan Industri Tes PCR 10% Karyawan )
"Terkait edaran Pak Gubernur untuk melakukan tes 10 persen karyawan, berdasarkan laporan Apindo, memang sangat berat sekali," kata Taufik di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (9/7/2020). (BACA JUGA: Ada 2 Klaster Baru COVID-19 di Jabar, Industri dan Lembaga Pendidikan )
Menurut Taufik, ada beberapa alasan yang disampaikan pengusaha terkait persoalan tersebut. Pertama, kondisi keuangan perusahaan yang terpuruk akibat dampak pandemi COVID-19, sehingga mereka tak mampu membeli alat tes COVID-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) itu. "Kedua, memang dari awal mereka tidak menganggarkan (pembelian alat tes COVID-19)," ujar Taufik.
Taufik menuturkan, selain harganya yang dinilai terlalu mahal, para pengusaha pun kesulitan mendapatkan alat tes PCR tersebut. Oleh karenanya, mereka pun meminta bantuan pemerintah untuk menyiapkan alat tes PCR.
"Jadi, selain membeli, mereka juga mengharapkan subsidi karena dengan jumlah karyawan yang mencapai ribuan, ini akan memberatkan," tutur Kadisnakertrans.
Meski begitu, Taufik memastikan, perusahaan-perusahaan di Jabar kini sudah menerapkan protokol pencegahan COVID-19. Bahkan, protokol COVID-19 diterapkan sangat ketat, terutama di perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor.
Menurut dia, kedisiplinan pimpinan perusahaan dan pekerja dalam menerapkan protokol kesehatan di tempat kerja sangat krusial dalam mencegah penularan COVID-19, terutama di industri berskala besar.
"Kami intens memantau penerapan protokol COVID-19 dengan melibatkan UPTD di wilayah Bogor, Karawang, Cirebon, Bandung Raya, dan Priangan (Garut)," tutur Taufik.
Disnakertrans Jabar, ungkap Taufik, sudah mengeluarkan aturan terkait protokol pencegahan COVID-19 di perusahaan dan pabrik. Dalam protokol tersebut, pimpinan perusahaan dan pimpinan unit kerja serta serikat pekerja diminta ikut mengantisipasi penyebaran COVID-19, salah satunya mengoptimaliasi fungsi pelayanan kesehatan kerja.
"Jadi pimpinan perusahaan bersama serikat buruh melakukan perundingan dan bersepakat melaksanakan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai COVID-19. Kami pastikan, kesepakatan tersebut dilakukan oleh kedua pihak," ungkap dia.
Diketahui, Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebelumnya menginstruksikan industri melakukan tes COVID-19 terhadap 10 persen karyawan guna mencegah penyebaran COVID-19.
"Kami fokus ke industri karena kasus di Kabupaten Bekasi (klaster pabrik PT Unilever) itu lintas wilayah, kerja di pabrik di Kabupaten Bekasi tapi domisili sebagian di Karawang," kata Gubernur di Gedung Pakuan, Kota Bandung, pekan lalu.
"Maka karena kewaspadaan ekonomi yang sudah dibuka, kami meminta kepala daerah mewajibkan industri besar melakukan tes PCR mandiri, minimal 10 persen dari karyawan secara acak untuk memastikan tidak ada anomali lain," tandas Kang Emil.
(awd)