Keseruan Pentas Kuda Lumping di Kaki Gunung Ungaran, Tak Beringsut Meski Diguyur Hujan Deras
loading...
A
A
A
SEMARANG - Hujan deras mengguyur kaki Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (27/11/2022). Derasnya air yang jatuh dari langit, tak membuat ratusan orang beringsut dari lapangan tempat digelarnya pentas kuda lumping.
Tarian tradisional itu, semakin seru dan menghadirkan daya magis tersendiri di tengah hujan yang mengguyur deras. Ratusan orang terus berdatangan, menikmati alunan gamelan yang bertalu-talu, berpadu dengan gerak tegas para penari kuda lumping.
Warga memadati lokasi acara pentas kuda lumping di lapangan Desa Bergas Kidul, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Minggu (27/11/2022). Mereka datang sembari membawa payung karena hujan tak kunjung berhenti.
Warga segera membentuk lingkaran, mengelilingi karpet merah yang ditata untuk permainan kuda lumping. Semua basah, bahkan muncul beberapa genangan berlumpur di sekitar lapangan tempat pertunjukan.
Usai membaca mantra-mantra, sang pawang yang duduk di tengah belasan kuda lumping terlihat menengadahkan tangan. Tatapannya tajam ke arah langit. Mendung hitam masih menggantung menutup langit biru.
Rekannya yang juga mengenakan pakaian hitam, mengambil cambuk besar untuk disabetkan ke tanah hingga menimbulkan suara layaknya petir. Tidak hanya sekali, pecut dengan gagang warna-warni itu dilecutkan ke empat arah mata angin.
Segenggam bunga setaman dilempar ke udara. Suara gamelan makin riuh. Beberapa penari masuk ke arena, dan masing-masing membawa kuda lumping dari anyaman bambu. Mereka mengenakan pakaian adat dengan riasan di wajah.
Tarian keprajuritan dibawakan dengan apik. Bahkan dua anak kecil yang berada di antara barisan penari, juga tak kalah energik dibanding penari remaja lainnya. Para penonton yang berlindung di bawah payung tak mau ketinggalan momen, dengan merekam video melalui kamera ponsel.
"Kami dari grup Kuda Lumping Sediyo Rukun, asal Dusun Kemloko, Desa Bergas Kidul. Jadi kami asli dari sini. Ada juga juga grup lain nanti ikut main," ujar seorang penabuh gamelan.
Terdapat tiga grup kuda lumping asal desa-desa di Kabupaten Semarang ,yang dihadirkan untuk menghibur warga. Secara bergiliran mereka tampil dengan kostum dan tarian berbeda.
Hingga tiba giliran para penari kesurupan. Mata mereka membeliak dengan pandangan kosong. Gerakan tari tak lagi teratur. Bahkan sebagian berlarian dan bergulingan hingga menabrak penonton. Bukannya lari, penonton yang didominasi emak-emak kian riuh.
Lensa kamera video semakin diarahkan mendekat untuk menangkap ekspresi penari. Apalagi, ketika penari meminta bunga untuk dimakan. Beberapa pawang masuk ke arena untuk menyabetkan cambuk ke tubuh penari. Tak terlihat kesakitan, justru penari itu asyik makan bunga dengan gerakan tubuh lenggak-lenggok.
Sejumlah penonton mendadak kejang turut kesurupan. Mereka menjerit lari masuk ke arena bersama para penari. Karpet basah yang berlumuran lumpur menjadi alas mereka berguling-guling. Untuk mencegah menghantam penonton, pria-pria disiagakan untuk menjaga penari tetap berada di arena.
Ketua Panitia, Ervin Evendi mengatakan, kegiatan itu untuk melestarikan budaya kuda lumping agar tak punah. Menurutnya, negara yang kuat harus tetap menjunjung kebudayaan sebagai identitas bangsa. "Acara ini untuk menguri-uri budaya Jawa Tengah, untuk menjaga jati diri kita sebagai warga Jawa Tengah," katanya.
Tarian tradisional itu, semakin seru dan menghadirkan daya magis tersendiri di tengah hujan yang mengguyur deras. Ratusan orang terus berdatangan, menikmati alunan gamelan yang bertalu-talu, berpadu dengan gerak tegas para penari kuda lumping.
Warga memadati lokasi acara pentas kuda lumping di lapangan Desa Bergas Kidul, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Minggu (27/11/2022). Mereka datang sembari membawa payung karena hujan tak kunjung berhenti.
Warga segera membentuk lingkaran, mengelilingi karpet merah yang ditata untuk permainan kuda lumping. Semua basah, bahkan muncul beberapa genangan berlumpur di sekitar lapangan tempat pertunjukan.
Usai membaca mantra-mantra, sang pawang yang duduk di tengah belasan kuda lumping terlihat menengadahkan tangan. Tatapannya tajam ke arah langit. Mendung hitam masih menggantung menutup langit biru.
Rekannya yang juga mengenakan pakaian hitam, mengambil cambuk besar untuk disabetkan ke tanah hingga menimbulkan suara layaknya petir. Tidak hanya sekali, pecut dengan gagang warna-warni itu dilecutkan ke empat arah mata angin.
Segenggam bunga setaman dilempar ke udara. Suara gamelan makin riuh. Beberapa penari masuk ke arena, dan masing-masing membawa kuda lumping dari anyaman bambu. Mereka mengenakan pakaian adat dengan riasan di wajah.
Tarian keprajuritan dibawakan dengan apik. Bahkan dua anak kecil yang berada di antara barisan penari, juga tak kalah energik dibanding penari remaja lainnya. Para penonton yang berlindung di bawah payung tak mau ketinggalan momen, dengan merekam video melalui kamera ponsel.
"Kami dari grup Kuda Lumping Sediyo Rukun, asal Dusun Kemloko, Desa Bergas Kidul. Jadi kami asli dari sini. Ada juga juga grup lain nanti ikut main," ujar seorang penabuh gamelan.
Terdapat tiga grup kuda lumping asal desa-desa di Kabupaten Semarang ,yang dihadirkan untuk menghibur warga. Secara bergiliran mereka tampil dengan kostum dan tarian berbeda.
Hingga tiba giliran para penari kesurupan. Mata mereka membeliak dengan pandangan kosong. Gerakan tari tak lagi teratur. Bahkan sebagian berlarian dan bergulingan hingga menabrak penonton. Bukannya lari, penonton yang didominasi emak-emak kian riuh.
Lensa kamera video semakin diarahkan mendekat untuk menangkap ekspresi penari. Apalagi, ketika penari meminta bunga untuk dimakan. Beberapa pawang masuk ke arena untuk menyabetkan cambuk ke tubuh penari. Tak terlihat kesakitan, justru penari itu asyik makan bunga dengan gerakan tubuh lenggak-lenggok.
Sejumlah penonton mendadak kejang turut kesurupan. Mereka menjerit lari masuk ke arena bersama para penari. Karpet basah yang berlumuran lumpur menjadi alas mereka berguling-guling. Untuk mencegah menghantam penonton, pria-pria disiagakan untuk menjaga penari tetap berada di arena.
Ketua Panitia, Ervin Evendi mengatakan, kegiatan itu untuk melestarikan budaya kuda lumping agar tak punah. Menurutnya, negara yang kuat harus tetap menjunjung kebudayaan sebagai identitas bangsa. "Acara ini untuk menguri-uri budaya Jawa Tengah, untuk menjaga jati diri kita sebagai warga Jawa Tengah," katanya.
(eyt)