Kisah Pengkhianatan Pejabat Istana Kerajaan Pajajaran Berujung Takluk kepada Banten
loading...
A
A
A
KOKOHNYA benteng pertahanan Kerajaan Pajajaran konon membuat Kasultanan Banten memerlukan waktu cukup lama menaklukannya. Kerajaan Pajajaran saat diperintah oleh Prabu Nilakendra konon mendapatkan serangan dari Banten.
Saat itu Banten yang merupakan daerah kekuasaan di bawah Kerajaan Pajajaran dipimpin oleh Maulana Yusuf. Kisah penyerangan pasukan Banten ini dituliskan pada buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquenne.
Serangan dari Banten ini membuat Raja Nilakendra harus mengungsi dari istana kerajaan. Nilakendra bersama rombongan dan pengiringnya melarikan diri dari istana menuju sebuah daerah di Sukabumi Selatan.
Sementara di ibu kota Kerajaan Pajajaran, Pakuan pasukan Banten mencoba memasuki kokohnya benteng pertahanan.
Serat Banten menyebutkan adanya pemberangkatan pasukan Banten ketika menyerang Pakuan, ibu kota Pajajaran. Pupuh Kinanti bahkan menuliskan, bahwa serangan itu terjadi pada bulan Muharram, tepat pada awal bulan Ahad tahun Alif inilah tahun sakanya satu lima kosong satu.
Setibanya di Pakuan, Kesultanan Banten mampu menguasai Pajajaran dengan waktu singkat. Tetapi sebenarnya Banten kesulitan betul menembus benteng pertahanan kendati hampir seluruh petinggi Kerajaan Pajajaran sudah mengungsi.
Tetapi Banten memiliki orang dalam bernama Ki Jonggo, salah seorang pejabat penting di istana yang menjadi komandan pasukan pengawal Kerajaan Pajajaran. Ki Jonggo masih ada hubungan darah dari salah satu komandan pasukan Banten.
Ia yang sebenarnya diperintahkan menjaga keamanan istana dan benteng pertahanan akhirnya membukakan pintu gerbang benteng pertahanan.
Motifnya tak lain karena rasa sakit hatinya selama menjabat sebagai komandan pengawal Kerajaan Pajajaran, sang raja tidak pernah menaikkan jabatannya. Hal ini memicu rasa sakit hatinya pada Kerajaan Pajajaran dan rajanya.
Tetapi perihal pasukan Banten yang melakukan serangan ke kawasan Pakuan, Banten perlu merencanakan waktu cukup lama yakni sembilan tahun. Selama sembilan tahun itulah taktik, strategi, pasukan, dan peralatan disiapkan Kesultanan Banten menyerang Pajajaran.
Hal ini setelah sebelumnya beberapa wilayah yang menjadi kekuasaan Pajajaran terlebih dahulu dikuasai. Penyerangan ini didasari pada keinginan Maulana Yusuf untuk turut menyebarkan agama Islam ke daerah pedalaman Banten.
Sehingga sejak saat itu, Jawa Barat dikenal oleh banyak orang sebagai daerah penyebaran agama baru.
Perihal penyerangan Banten ke Pajajaran, ini konon bukan merupakan penyerangan biasa. Melainka menyerbu ke segala lini Pakuan, dan melumpuhkan segala bidangnya. Pasca serangan Banten dan larinya Raja Nilakendra kian mempersulit posisi Pajajaran dan semakin memperburuk kondisinya.
Pada sebuah sumber Cirebon, dikisahkan Kerajaan Pajajaran lenyap dari permukaan bumi pada tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 saka, berarti bertepatan tanggal 11 Rabiul Awal 987 hijriah atau 8 Mei 1579 Masehi.
Saat itu Banten yang merupakan daerah kekuasaan di bawah Kerajaan Pajajaran dipimpin oleh Maulana Yusuf. Kisah penyerangan pasukan Banten ini dituliskan pada buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquenne.
Serangan dari Banten ini membuat Raja Nilakendra harus mengungsi dari istana kerajaan. Nilakendra bersama rombongan dan pengiringnya melarikan diri dari istana menuju sebuah daerah di Sukabumi Selatan.
Sementara di ibu kota Kerajaan Pajajaran, Pakuan pasukan Banten mencoba memasuki kokohnya benteng pertahanan.
Serat Banten menyebutkan adanya pemberangkatan pasukan Banten ketika menyerang Pakuan, ibu kota Pajajaran. Pupuh Kinanti bahkan menuliskan, bahwa serangan itu terjadi pada bulan Muharram, tepat pada awal bulan Ahad tahun Alif inilah tahun sakanya satu lima kosong satu.
Setibanya di Pakuan, Kesultanan Banten mampu menguasai Pajajaran dengan waktu singkat. Tetapi sebenarnya Banten kesulitan betul menembus benteng pertahanan kendati hampir seluruh petinggi Kerajaan Pajajaran sudah mengungsi.
Tetapi Banten memiliki orang dalam bernama Ki Jonggo, salah seorang pejabat penting di istana yang menjadi komandan pasukan pengawal Kerajaan Pajajaran. Ki Jonggo masih ada hubungan darah dari salah satu komandan pasukan Banten.
Ia yang sebenarnya diperintahkan menjaga keamanan istana dan benteng pertahanan akhirnya membukakan pintu gerbang benteng pertahanan.
Motifnya tak lain karena rasa sakit hatinya selama menjabat sebagai komandan pengawal Kerajaan Pajajaran, sang raja tidak pernah menaikkan jabatannya. Hal ini memicu rasa sakit hatinya pada Kerajaan Pajajaran dan rajanya.
Tetapi perihal pasukan Banten yang melakukan serangan ke kawasan Pakuan, Banten perlu merencanakan waktu cukup lama yakni sembilan tahun. Selama sembilan tahun itulah taktik, strategi, pasukan, dan peralatan disiapkan Kesultanan Banten menyerang Pajajaran.
Hal ini setelah sebelumnya beberapa wilayah yang menjadi kekuasaan Pajajaran terlebih dahulu dikuasai. Penyerangan ini didasari pada keinginan Maulana Yusuf untuk turut menyebarkan agama Islam ke daerah pedalaman Banten.
Sehingga sejak saat itu, Jawa Barat dikenal oleh banyak orang sebagai daerah penyebaran agama baru.
Perihal penyerangan Banten ke Pajajaran, ini konon bukan merupakan penyerangan biasa. Melainka menyerbu ke segala lini Pakuan, dan melumpuhkan segala bidangnya. Pasca serangan Banten dan larinya Raja Nilakendra kian mempersulit posisi Pajajaran dan semakin memperburuk kondisinya.
Pada sebuah sumber Cirebon, dikisahkan Kerajaan Pajajaran lenyap dari permukaan bumi pada tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 saka, berarti bertepatan tanggal 11 Rabiul Awal 987 hijriah atau 8 Mei 1579 Masehi.
(shf)