AS Kaji Pelarangan Medsos dari China, Termasuk TikTok

Rabu, 08 Juli 2020 - 13:03 WIB
loading...
AS Kaji Pelarangan Medsos dari China, Termasuk TikTok
Setelah India melarang 59 aplikasi media sosial dari China, termasuk TikTok, ternyata Amerika Serikat (AS) juga berencana melarang TikTok dan aplikasi asal China lainnya. Foto/dok
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) tengah mengkaji pelarangan aplikasi media sosial (medsos) dari China , termasuk TikTok yang kini sangat populer. Langkah AS dinilai sebagai tindak lanjut konflik perang dagang dengan China dan sentimen anti-Beijing yang sangat menguat pada pemerintahan Presiden Donald Trump.

TikTok dan aplikasi media sosial asal China disebut memiliki keterkaitan langsung dengan Pemerintah China. Perusahaan media sosial dianggap sebagai alat negara untuk mengumpulkan data penggunanya dan dimanfaatkan pemerintah asing yang memiliki kepentingan.

Banyak negara yang ingin mendominasi alat media sosial tersebut untuk melakukan infiltrasi dan memberikan pengaruh. Apalagi, media sosial juga bisa menjadi senjata politik yang mumpuni terutama untuk persuasi politik. Parahnya, media sosial juga dituding bisa menjadi alat untuk spionase lembaga intelijen tertentu.

Strategi pelarangan media sosial tertentu sebenarnya bukan hanya sentimen dan balas dendam saja. Itu berangkat dari kekhawatiran ketika skandal Cambridge Analytica yang memaksa CEO Facebook Mark Zuckerberg harus menghadapi sidang Senat AS. Namun, skandal itu tenggelam.

Baca Juga: Medsos Kian Tak Dipercaya, Kepercayaan ke Media Mainstream Naik

Facebook dan perusahaan raksasa teknologi lainnya juga masih mengumpulkan informasi setiap hari. Mereka memiliki informasi mengenai kebiasaan orang, hobi, hingga personalitas yang direkam dan bisa disimpan untuk kepentingan tertentu. Jika perusahaan bisa ingin membuat intrik, profil yang kompleks, ataupun pengategorian dari data penggunanya.

Perusahaan media sosial pastinya bisa dengan mudah memberikan pengaruh terhadap suatu fenomena atau peristiwa tertentu. Misalnya, pemilu di suatu negara. Seperti kasus Cambridge Analytica bisa menggunakan psikografis profil pengguna untuk bisa memahami pengguna media sosial dan mengirimkan pesan tertentu.

Untuk itulah, pemerintah perlu membuat aturan yang jelas dan ketat karena perubahan arus informasi kini berada di media sosial. Aktor asing bisa saja bermain dengan kepentingan tertentu untuk memainkan pengaruh melalui iklan dan grup yang dibuat di media sosial. Kepedulian terhadap media sosial sebagai entitas asing sebenarnya merupakan bentuk mitigasi resiko.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mempertimbangkan akan melarang aplikasi media sosial asal China, termasuk TikTok. “Saya tidak ingin mendahului Presiden Donald Trump, tetapi itu sesuatu yang sedang kita pertimbangkan,” kata Pompeo dalam wawancara dengan FoxNews, dilansir Reuters.



Pernyataan Pompeo itu di tengah ketegangan AS-China mengenai penanganan wabah virus korona, tindakan China di Hong Kong, dan perang dagang yang telah berlangsung selama dua tahun. AS memang memosisikan China sebagai rival utama dalam pertarungan geopolitik.

“Kita akan menempuh langkah ini dengan serius,” katanya. “Dengan menghormati aplikasi China pada ponsel orang China, saya bisa menjamin kamu bahwa AS juga akan memiliki hak juga,” imbuhnya. Pemimpin diplomat AS itu juga mengatakan, masyarakat tak perlu mengunduh aplikasi TikTok. “Jika kamu ingin informasi privasimu berada di tangan Partai Komunis China, maka silahkan unduh aplikasi tersebut,” katanya.

Bagaimana tanggapan TikTok? Juru bicara TikTok menyatakan, TikTok dipimpinan CEO warga negara AS. “Ratusan pekerja TikTok menjamin keamanan, keselamatan produk, dan kebijakannya di AS,” katanya dilansir FoxNews. TikTok menegaskan, perusahaannya untuk mendukung keamanan dan keselamatan para penggunanya. “Kita tidak menyediakan data pengguna untuk pemerintah China, dan kita tidak pernah diminta juga,” paparnya.

Sebelumnya, anggota parlemen AS memberikan perhatian mengenai keamanan nasional mengenai pengelolaan data TikTok. Politikus AS menyebut, TikTok menjadi ancaman keamanan nasional karena memiliki ikatan dengan China. Mereka khawatir jika undang-uncang China mewajibkan perusahaan domestik untuk mendukung dan bekerja sama untuk kerja intelijen yang dikuasai Partai Komunis China. Aplikasi TikTok kini berusaha menjaga jarak dari China dan berusaha mencari pelanggan secara global. Mereka juga mengklaim telah independen dari China.

TikTok mengumumkan bahwa mereka bekerja terpisah dari ByteDance. Server penyimpanan data berada di luar China dan tidak ada data yang berkaitan dengan Undang-Undang China. Data pengguna TikTok asal China disimpan pada server di AS, tetapi memiliki cadangan di Singapura. “Tudingan ancaman keamanan nasional tidak bisa dibuktikan,” kata juru bicara TikTok kepada CNN pada beberapa waktu lalu.

Aplikasi TikTok memang menjadi semakin populer di AS dan negara Barat lainnya. Itu juga menjadi aplikasi media sosial China yang mendapatkan pelanggan dalam jumlah besar di luar negara asalnya. Dalam tiga bulan tahun ini, TikTok telah diunduh sebanyak 315 juta kali.



Populer di kalangan anak muda, TikTok memiliki jumlah pengguna maksimum di India, diikuti oleh China dan AS. Pengguna TikTok melampaui angka 2 miliar pada kuartal pertama 2020. Dari angka 2 miliar itu, India ternyata menjadi pendorong terbesar dengan lebih dari 611 juta unduhan. Dalam laporan Tower Sensor, lonjakan popularitas TikTok adalah karena pandemi virus korona baru (Covid-19). Orang-orang menemukan TikTok paling menghibur dan menarik selama masa karantina.

Selain AS, Pemerintah Australia juga dilaporkan akan mengajukan keberatan kepada TikTok setelah mengkaji keamanan nasional. Canberra diprediksi juga akan menempuh langkah yang sama seperti India. Australia sangat khawatir ketika data pengguna TikTok akan diserahkan kepada pemerintah China. Australia memang sedang berkonflik dengan China mengenai virus korona hingga ekspor serta impor.

Sebelumnya, pemerintah India melarang 59 aplikasi yang berasal dari China, termasuk TikTok. Larangan penggunaan puluhan aplikasi itu dikeluarkan setelah sengketa perbatasan di Ladakh berujung pada bentrok mematikan antara pasukan kedua negara pada 15 Juni lalu. India menganggap puluhan aplikasi tersebut terlibat dalam kegiatan yang merugikan kedaulatan, integritas, dan pertahanan India.

Pemerintah mengatakan bahwa Kementerian Teknologi Informasi telah menerima banyak representasi yang menimbulkan kekhawatiran dari warga mengenai keamanan data dan risiko terhadap privasi yang berkaitan dengan pengoperasian aplikasi tertentu. Padahal, pplikasi video pendek-bentuk yang populer tersebut berada di peringkat 5 dalam sepuluh aplikasi gratis teratas pada platform Apple di India sebelum perselisihan 5 Mei antara pasukan India dan China. Sebulan kemudian, TikTok turun ke nomor 10 di App Store.
(tri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2161 seconds (0.1#10.140)