Hindari Intimidasi, Ayah Korban Tragedi Kanjuruhan Dijaga LPSK
loading...
A
A
A
MALANG - Devi Athok Yulfitri (43) orang tua korban tragedi Kanjuruhan, berinisial NDR (16) dan NDA (14), kini berada di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah ini dilakukan, untuk menghindari intimidasi.
Pria warga RT 1 RW 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang tersebut, kembali mengajukan autopsi terhadap jenazah kedua anak gadisnya yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan. Sebelumnya, Devi sempat membatalkan autopsi dengan alasan terus mendapatkan intimidasi.
Kuasa Hukum Devi Athok, Imam Hidayat mengatakan, Devi kembali mengajukan permohonan autopsi setelah didampingi oleh LPSK. Bahkan Devi sudah menyerahkan surat permohonan pernyataan kesediaan autopsi ke LPSK, yang diteruskan ke penyidik Polda Jatim.
"Setelah dia didampingi LPSK, di surat pernyataan itu untuk urusan hukum diserahkan ke saya. Merasa batinnya senang, akhirnya kembali ke semangat pertama untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan. Kalau yang pertama sempat ada intimidasi," ucap Imam Hidayat, Jumat (28/10/2022).
Lebih lanjut Imam mengatakan, secara hukum Devi memang berhak mengajukan hak autopsi dan hak hukum terhadap kedua putrinya yang jadi korban tragedi Kanjuruhan. Apalagi ibu dari dua putrinya sudah berpisah dengan Devi, dan turut meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan.
Guna menjaga Devi dari potensi intimidasi beberapa pihak, LPSK disebut Imam telah memberikan perlindungan di suatu tempat yang aman. Hal ini untuk mengantisipasi adanya intimidasi, seperti yang terjadi saat awal mengajukan autopsi.
"Sekarang dilindungi. Kita juga nggak tahu (tempatnya). Pokoknya aman di LPSK. Komunikasi dengan Pak Devi lancar, kita tetap bisa komunikasi. Kakaknya tidak masalah di rumah, dijaga di rumah oleh tim LPSK," jelasnya.
Nantinya pasca surat permohonan autopsi diajukan dari LPSK ke Polda Jatim, autopsi akan segera diputuskan 2-3 hari kemudian. Tetapi Imam berpendapat, penyidik memerlukan waktu menunggu karena berkas pemeriksaan para tersangka telah diajukan ke jaksa penuntut umum (JPU).
"Saya ini punya pendapat menuggu P19 atau P21, kalau P21 tinggal sidang. P21 tetap bisa diusulkan di persidangan, cuma menunggu P19 ada petunjuk untuk autopsi dan penambahan pasal, itu legalitasnya penyidik untuk melakukan autopsi. Kapannya masih menunggu putusan," tegasnya.
Autopsi dua korban jenazah korban tragedi Kanjuruhan tersebut, sedianya dilakukan pada Kamis (20/10/2022), namun batal dilakukan. Pembatalan autopsi itu disebut Kapolda Jatim, Irjen Pol. Toni Harmanto urung dilakukan karena pihak keluarga tak menyetujuinya.
Pria warga RT 1 RW 1 Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang tersebut, kembali mengajukan autopsi terhadap jenazah kedua anak gadisnya yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan. Sebelumnya, Devi sempat membatalkan autopsi dengan alasan terus mendapatkan intimidasi.
Kuasa Hukum Devi Athok, Imam Hidayat mengatakan, Devi kembali mengajukan permohonan autopsi setelah didampingi oleh LPSK. Bahkan Devi sudah menyerahkan surat permohonan pernyataan kesediaan autopsi ke LPSK, yang diteruskan ke penyidik Polda Jatim.
"Setelah dia didampingi LPSK, di surat pernyataan itu untuk urusan hukum diserahkan ke saya. Merasa batinnya senang, akhirnya kembali ke semangat pertama untuk mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan. Kalau yang pertama sempat ada intimidasi," ucap Imam Hidayat, Jumat (28/10/2022).
Lebih lanjut Imam mengatakan, secara hukum Devi memang berhak mengajukan hak autopsi dan hak hukum terhadap kedua putrinya yang jadi korban tragedi Kanjuruhan. Apalagi ibu dari dua putrinya sudah berpisah dengan Devi, dan turut meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan.
Guna menjaga Devi dari potensi intimidasi beberapa pihak, LPSK disebut Imam telah memberikan perlindungan di suatu tempat yang aman. Hal ini untuk mengantisipasi adanya intimidasi, seperti yang terjadi saat awal mengajukan autopsi.
"Sekarang dilindungi. Kita juga nggak tahu (tempatnya). Pokoknya aman di LPSK. Komunikasi dengan Pak Devi lancar, kita tetap bisa komunikasi. Kakaknya tidak masalah di rumah, dijaga di rumah oleh tim LPSK," jelasnya.
Nantinya pasca surat permohonan autopsi diajukan dari LPSK ke Polda Jatim, autopsi akan segera diputuskan 2-3 hari kemudian. Tetapi Imam berpendapat, penyidik memerlukan waktu menunggu karena berkas pemeriksaan para tersangka telah diajukan ke jaksa penuntut umum (JPU).
"Saya ini punya pendapat menuggu P19 atau P21, kalau P21 tinggal sidang. P21 tetap bisa diusulkan di persidangan, cuma menunggu P19 ada petunjuk untuk autopsi dan penambahan pasal, itu legalitasnya penyidik untuk melakukan autopsi. Kapannya masih menunggu putusan," tegasnya.
Autopsi dua korban jenazah korban tragedi Kanjuruhan tersebut, sedianya dilakukan pada Kamis (20/10/2022), namun batal dilakukan. Pembatalan autopsi itu disebut Kapolda Jatim, Irjen Pol. Toni Harmanto urung dilakukan karena pihak keluarga tak menyetujuinya.
(eyt)