Sempat Terpuruk karena Covid-19 hingga Dapat Rapor Merah, Pendidikan di Batanghari Bangkit

Kamis, 20 Oktober 2022 - 02:29 WIB
loading...
Sempat Terpuruk karena Covid-19 hingga Dapat Rapor Merah, Pendidikan di Batanghari Bangkit
Siswa SMPN 21 Batanghari sedang praktik mengerjakan soal di kelas. Foto: Hasan/SINDOnews
A A A
BATANGHARI - Dua tahun pandemi Covid-19, memiliki dampak buruk terhadap dunia pendidikan di Tanah Air. Seperti terpantau di Kabupaten Batanghari, Jambi.

Selama dua tahun itu, para siswa disemua jenjang, terutama SD dan SMP sederajat, sangat terpukul. Parahnya lagi, rapor pendidikan di wilayah ini menjadi merah.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Batanghari, Zulpadli mengatakan, jumlah SD Negeri di Batanghari ada 204 sekolah, SD swasta 3, SMPN 46, dan SMP swasta 10.



"Tahun lalu, rapor pendidikan kita merah. Untuk tahun ini, hasilnya masih belum keluar. Literasi merah, numerasi merah, karakter hijau, proses guru hijau," katanya, kepada SINDOnews, Rabu (19/10/2022).

Menurutnya, persoalan pendidikan di Batanghari, sangat kompleks. Mulai dari siswa di wilayah pedalaman yang hidup tanpa listrik, jumlah tenaga pengajar yang kurang, hingga fasilitas yang kurang.

Belum lagi, ditambah pandemi Covid-19. Banyak siswa meninggalkan bangku sekolah untuk ikut bekerja di ladang membantu orang tua, karena belajar offline dihentikan.

Bahkan, ada siswa yang tidak kembali lagi ke sekolah, karena menikah dini.



"Salah satu faktor kita mendapatkan rapor merah, karena pandemi, sinyal, listrik mati, kuota tidak ada dan orangtuanya siswa kita banyak yang tidak punya Hp," paparnya.

Dilanjutkan dia, warga Batanghari, banyak yang menggantungkan hidupnya dari pertanian. Sehingga, banyak orang tua yang tidak memantau pelajaran anak-anaknya.

Akibatnya, pendidikan hanya diserahkan kepada guru di sekolah. Yang menjadi soal, Batanghari saat ini kekurangan tenaga pengajar berkualitas hingga sebanyak 950 orang dan harus ditutupi dengan honorer.

"Untuk tenaga pengajar, kita juga masih kekurangan orang. Kebutuhan guru masih kurang 950 orang lagi. Akhirnya kita menutupinya dengan pengangkatan P3K 950 orang dan sedang proses," terangnya.



Maka itu, pemerintah daerah merasa sangat terbantu dengan kehadiran Tanoto Foundation (TF) yang telah bermitra dengan mereka. Di mana, para guru dilatih menjadi tenaga pendidikan yang berkualitas.

Sedikitnya, ada sebanyak 24 sekolah tingkat SD dan SMP sederajat yang telah menjadi mitra TF. Terdiri dari 16 SDN dan 8 SMPN yang dua di antaranya sekolah madrasah.

Dari 24 sekolah mitra itu, sebanyak 32 guru dan kepala sekolah di antaranya telah mendapatkan pelatihan peningkatan kualitas belajar mengajar dari TF. Para guru inilah yang menjadi tenaga penggerak pendidikan.

Metty Hartina, salah seorang guru tersebut mengatakan, saat pandemi Covid-19, para guru sempat bingung. Mereka tidak tahu cara mengajar siswa di masa pagebluk itu.



"Ketika pemerintah pusat melakukan pembatasan sekolah, kami bingung, baru setelah mengikuti pelatihan TF, kami tahu menghadapi pengajaran saat pandemi," katanya, kepada SINDOnews.

Namun, fakta di lapangan yang sangat kompleks membuat para guru harus lebih kreatif dalam mengajar para siswa.

"Ternyata banyak kendalanya, banyak guru kita yang tidak terbiasa dengan zoom. Kendala lain muncul, banyak siswa kita yang daerahnya sulit sinyal. Akhirnya, kami juga menyiapkan pelajaran luring," paparnya.

Upaya ini cukup berhasil. Para siswa yang kesulitan mendapatkan perangkat elektronik, bisa tetap belajar dengan cara para orang tua menjemput tugas di sekolah.



"Selama 2 tahun, itu kami lakukan. Kami juga mengalami learningless. Banyak siswa kami yang lebih memilih ke kebun, ada yang menikah dan pergi merantau. Setelah pandemi, kami coba bangkit," ungkapnya.

Semua cara untuk bangkit pun ditempuh. Mulai dengan memanfaatkan medsos sebagai sarana pembelajaran, seperti TikTok, hingga membuat Grup Facebook.

Di sekolah, para siswa juga digembleng untuk bisa menulis indah, baik dengan cara membuat puisi, hingga cerpen dan komik. Termasuk, meningkatkan minat baca para siswa, termasuk juga para orangtuanya.

"Yang merah di rapor itu menulisnya, jadi itu PR besar kita di pelajaran Bahasa Indonesia. Makanya kegiatan menulisnya yang harus digiatkan lagi, salah satunya dengan cara menulis puisi," sambungnya.



Hebatnya lagi, puisi siswa di tempatnya mengajar SMPN 21 Batanghari, berhasil dibukukan menjadi kumpulan puisi.

Setelah melalui berbagai tantangan itu, hasilnya tahun ini rapor pendidikan sekolah tingkat SD dan SMP sederajat di Batanghari, dari yang tadinya merah telah berganti warna menjadi hijau dan orange.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2700 seconds (0.1#10.140)