Tanggapi Rekomendasi TGIPF, TPF Aremania: Ada Kejahatan Kemanusiaan di Tragedi Kanjuruhan
loading...
A
A
A
MALANG - Tim pencari fakta (TPF) Aremania menemukan sejumlah fakta pasca Tragedi Kanjuruhan setelah melakukan pengumpulan informasi. Aremania mengapresiasi langkah dan rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang diumumkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Sekjen Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang mendampingi TPF Aremania Andy Irfan mengapresiasi langkah – langkah rekomendasi yang disampaikan oleh TPGIF. Namun pihaknya ada beberapa catatan – catatan penting dari penelusuran yang dilakukan, sesuai dengan fakta – fakta yang ada.
Baca juga: Profil Irjen Toni Harmanto, Kapolda Jatim Pengganti Teddy Minahasa
“Pada intinya teman-teman mengapresiasi apa yang dikerjakan oleh TPGIF, mengapresiasi apa yang dijalankan pemerintah. Catatan penting beberapa rekomendasi, terutama sebab kekerasan dan tindak lanjut proses hukumnya,” ucap Andy Irfan, saat memberikan keterangannya di Posko Tim Gabungan Aremania (TGA), pada Jumat malam (14/10/2022).
Andy menegaskan berdasarkan penelusuran disimpulkan kejadian Sabtu 1 Oktober 2022 bukanlah sebuah kerusuhan, tetapi tindak kekerasan berlebihan yang secara sengaja dilakukan oleh personel Polri dan TNI, secara terstruktur dan sitematis sesuai rantai komando.
“Bentuk tindak kekerasan yang paling mematikan adalah penembakan gas air mata oleh personel Brimob dan Sabhara, yang diduga kuat dibawah perintah perwira di lapangan, dan sepatutnya diduga dibawah kontrol perwira tertinggi di wilayah Polda Jatim,” terangnya.
Kejadian Kanjuruhan Malang juga disebut memenuhi unsur tindak pidana penyiksaan dan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP dan pasal 338 KUHP. KontraS bersama tim pencari fakta juga memutuskan tindakan yang dilakukan aparat keamanan kepada pendudukan sipil bagian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) memenuhi unsur pidana kejahatan kemanusiaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, kerusuhan pecah setelah laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, pada Sabtu malam (1/10/2022) di Stadion Kanjuruhan Malang. Pertandingan sendiri dimenangkan tim tamu Persebaya dengan skor 2 - 3. Para suporter merangsak masuk ke lapangan dan menyerbu pemain. Banyak orang meninggal dunia karena tembakan gas air mata ke tribun, hingga membuat panik ribuan suporter dan terjadilah desak-desakan.
Akibat kejadian setidaknya 132 orang dikonfirmasi meninggal dunia dan 550 orang luka-luka hingga Selasa sore (11/10/2022). Para korban ini tersebar di 24 rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Para korban mayoritas berdesakan meninggalkan stadion karena semprotan gas air mata polisi ke arah tribun penonton. Akibat para penonton mengalami sesak napas dan terjadi penumpukan hingga insiden terinjak-injak di pintu keluar stadion.
Pasca kejadian ini, tim investigasi bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit menetapkan enam tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penanggungjawab kompetisi, Ketua Panpel Arema Abdul Harris, Sekuriti Officer Suko Sutrisno.
Sedangkan tiga tersangka lain yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidiq Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan
Lihat Juga: Tak Sesuai Kesepakatan, Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang Timbulkan Polemik
Sekjen Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang mendampingi TPF Aremania Andy Irfan mengapresiasi langkah – langkah rekomendasi yang disampaikan oleh TPGIF. Namun pihaknya ada beberapa catatan – catatan penting dari penelusuran yang dilakukan, sesuai dengan fakta – fakta yang ada.
Baca juga: Profil Irjen Toni Harmanto, Kapolda Jatim Pengganti Teddy Minahasa
“Pada intinya teman-teman mengapresiasi apa yang dikerjakan oleh TPGIF, mengapresiasi apa yang dijalankan pemerintah. Catatan penting beberapa rekomendasi, terutama sebab kekerasan dan tindak lanjut proses hukumnya,” ucap Andy Irfan, saat memberikan keterangannya di Posko Tim Gabungan Aremania (TGA), pada Jumat malam (14/10/2022).
Andy menegaskan berdasarkan penelusuran disimpulkan kejadian Sabtu 1 Oktober 2022 bukanlah sebuah kerusuhan, tetapi tindak kekerasan berlebihan yang secara sengaja dilakukan oleh personel Polri dan TNI, secara terstruktur dan sitematis sesuai rantai komando.
“Bentuk tindak kekerasan yang paling mematikan adalah penembakan gas air mata oleh personel Brimob dan Sabhara, yang diduga kuat dibawah perintah perwira di lapangan, dan sepatutnya diduga dibawah kontrol perwira tertinggi di wilayah Polda Jatim,” terangnya.
Kejadian Kanjuruhan Malang juga disebut memenuhi unsur tindak pidana penyiksaan dan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP dan pasal 338 KUHP. KontraS bersama tim pencari fakta juga memutuskan tindakan yang dilakukan aparat keamanan kepada pendudukan sipil bagian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) memenuhi unsur pidana kejahatan kemanusiaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, kerusuhan pecah setelah laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, pada Sabtu malam (1/10/2022) di Stadion Kanjuruhan Malang. Pertandingan sendiri dimenangkan tim tamu Persebaya dengan skor 2 - 3. Para suporter merangsak masuk ke lapangan dan menyerbu pemain. Banyak orang meninggal dunia karena tembakan gas air mata ke tribun, hingga membuat panik ribuan suporter dan terjadilah desak-desakan.
Akibat kejadian setidaknya 132 orang dikonfirmasi meninggal dunia dan 550 orang luka-luka hingga Selasa sore (11/10/2022). Para korban ini tersebar di 24 rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Kota Malang dan Kabupaten Malang.
Para korban mayoritas berdesakan meninggalkan stadion karena semprotan gas air mata polisi ke arah tribun penonton. Akibat para penonton mengalami sesak napas dan terjadi penumpukan hingga insiden terinjak-injak di pintu keluar stadion.
Pasca kejadian ini, tim investigasi bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit menetapkan enam tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penanggungjawab kompetisi, Ketua Panpel Arema Abdul Harris, Sekuriti Officer Suko Sutrisno.
Sedangkan tiga tersangka lain yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidiq Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan
Lihat Juga: Tak Sesuai Kesepakatan, Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Malang Timbulkan Polemik
(msd)