Sengketa lahan di Asahan, Kelompok Tani Pasada Lestari: Itu Hutan Kami

Minggu, 05 Juli 2020 - 18:13 WIB
loading...
Sengketa lahan di Asahan, Kelompok Tani Pasada Lestari: Itu Hutan Kami
Lahan hutan yang diklaim kelompok tani sebagai milik mereka sebagai lahan garapan. Foto/SINDOnews/Ismanto Panjaitan
A A A
ASAHAN - Mentari muncul dari cakrawala. Cahayanya yang terang menyelinap di antara hijaunya pepohonan di perbukitan kawasan hutan lindung Tormatutung.

Desir angin meskipun sejuk seolah tak mampu meredakan hati Baharuddin Butar-butar yang tengah berdiri tegak, seusai menjalani sidang lapangan yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Tanjungbalai, Jumat (3/7/2020), pekan ini. (BACA JUGA: Kejagung Selesaikan Sengketa Lahan Pembangunan Pabrik Senilai Rp1,1 Triliun )

Di atas tanah merah, pandangannya tertumpu pada pada pohon kelapa sawit yang tumbuh mengiris lereng-lereng bukit milik PT Sawit Sumber Makmur (SSM). Bola matanya yang kecokelatan bergerak liar. Hatinya panas. "Itu hutan kami," kata Ketua Kelompok Tani Pasada Lestari Baharuddin. (BACA JUGA: Sengketa Lahan Kampus UIII, Kemenag Menang Gugatan di PTUN Bandung )

Tiga rekan Baharuddin, Efdensy Purba (40), K Butar-butar (58), dan K Sitorus (34) yang berada di belakangnya, ikut menatap ke arah lokasi yang ditunjuk Baharuddin. Mereka berempat, merupakan bagian dari pengurus dan anggota Kelompok Tani Pasada Lestari.

Hutan yang dimaksud Baharuddin merupakan areal kawasan hutan Gerakan Rehabilitasi Program Nasional (GERHAN/GN-RHL) tahun 2006 di Dusun VI Desa Aek Nagali--dulu Dusun Naborsahan, Desa Gonting Malaha--Kecamatan Bandar Pulau, seluas 150 hektare.

Kelompok Tani Pasada Lestari menjadi pelaksana kegiatan pembuatan tanaman reboisasi Hutan Rakyat Tormatutung. Ada 22 orang yang terlibat. Terdiri dari 10 anggota kelompok tani, dan 12 orang pekerja di luar Kelompok Tani Pasada Lestari.

Sebanyak 71.241 batang pohon kayu-kayuan, seperti meranti, mahoni, petai, mangga, dan karet, yang harus ditanam. Yang pekerjaannya, dimulai dari pembuatan jalan, menggali lubang tanam, mengangkut bibit dan penanaman. Kemudian penyulaman, penyiangan dan pendaringan, hingga pemupukan. "Bukan pekerjaan yang gampang," ujar dia.

Masih terang diingatannya sekitar 14 tahun silam. Saat ia bersama rekan-rekannya harus naik turun kendaraan melangsir bibit. Sesuai dengan Peta Kerja, pengangkutan bibit dimulai dari sentral pengumpulan bibit di Areal Reboisasi 106, ke Gubuk Kerja, P1, Aek Naborsahan.

Jika cuaca bersahabat, bibit bisa diangkut dengan kendaraan roda empat. Jika tidak, maka dengan sepeda motor yang telah dimodifikasi.

Dari P1, mereka melanjutkan perjalanan kembali, ke-P30. Tapi harus berjalan kaki, dengan beban rata-rata 30 batang bibit pohon. Sebab, kondisi medan yang curam dan licin tidak bisa dilalui sepeda motor. Sering, mereka terpeleset dan jatuh terjerembab. "Kalau luka lecet, jangan ditanya. Sudah makanan sehari-hari," tutur Baharuddin.

Tapi impian akan hasil hutan yang mereka tanam saat itu menjadi pengobat luka. Dari Mei-November mereka melakoni pekerjaan yang telah menguras waktu dan tenaga. Sampai akhirnya, hasil pekerjaan diserahterimakan kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemkab Asahan di pengujung 2006.

Sayang, kawasan yang telah mereka hijaukan dulu tengah berperkara di Pengadilan Negeri Tanjungbalai. PT SSM menggugat bahwa lahan yang disengketakan masuk dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan seluas 199,56 hektar, berdasarkan sertifikat HGU No. 2 Desa Gonting Malaha, Tanggal 6 Mei 1998.

Meskipun menjadi tergugat, semangat Baharuddin tak pernah surut. Dia bersikukuh bahwa lahan yang diklaim pihak perusahaan Kebun Sigombur-gombur terletak di kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Lindung Register 1/A, sebagaimana peta hutan SK No.579/Menhut-II/Tahun 2014.

Karena berpedoman pada status lokasi tersebut itu pula, kata dia, pihak Kantor Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan Barumun dapat menerima lokasi Hutan Rakyat Naborsahan dijadikan sebagai lokasi proyek GERHAN tahun 2006 yang lalu.

"Artinya, sertifikat HGU PT SSM diterbitkan di atas lahan berstatus HPK yang belum dilepaskan dari Kawasan Hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI," tegas Baharuddin.

Kini, Baharuddin dan rekan-rekannya hanya bisa menantikan keadilan berpihak kepada mereka. Dengan harapan, bak kata pepatah, apa yang ditanam, itulah yang akan dituai.
(awd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2211 seconds (0.1#10.140)