Ketegangan NU dengan Bung Karno Pasca G30S: Tanpa NO, Bung Karno Jadi Bungkar
loading...
A
A
A
Meledaknya peristiwa 30 September 1965 atau G30S sempat mengganggu kemesraan hubungan Presiden Soekarno atau Bung Karno dengan NU (Nahdlatul Ulama).
NU yang sebelumnya selalu sejalan dengan kebijakan politik Bung Karno berpandangan situasi politik akan terus keruh selama Partai Komunis Indonesia (PKI) masih ada. NU meminta Bung Karno segera membubarkan PKI.
Namun Bung Karno tidak segera merespon tuntutan pembubaran PKI. Ia masih mencari skema yang tepat bagaimana situasi politik kembali kondusif. NU pun terus melakukan gerakan yang menghantam PKI.
Baca juga: Ungkapan Penyesalan Ketua PKI DN Aidit Sebelum Tertangkap dan Ditembak Mati
"Sebagai organisasi yang sangat konsisten anti komunis, maka NU terus melakukan kampanye di masyarakat untuk menolak segala bentuk ajaran Marxisme Leninisme," demikian dikutip dari buku Benturan NU PKI 1948-1965.
Sementara pasca G30S, yakni di sepanjang 1965-1966 hingga 1967-1968, benturan sosial antara massa nahdliyin, terutama Banser NU (Barisan Ansor Serbaguna) dengan sisa-sisa pengikut PKI terus terjadi di mana-mana. Terutama di kantong-kantong suara PKI, seperti Kediri, Blitar, Madiun, Bojonegoro, Banyuwangi, dan hampir seluruh daerah Propinsi Jawa Tengah.
Pada 12 Oktober 1965, di Kota Kediri, Jawa Timur. Banser Kediri yang tengah menggelar apel dan karnaval dengan bersenjata lengkap di wilayah Burengan, tiba-tiba diserang para pengikut PKI.
Mereka menyerang dengan menyemprokan cairan kimia. Juga ditambah lemparan batu, serangan bambu runcing serta senjata tajam. Perang pun tak terelakkan. Pasca peristiwa G30S, PKI berusaha melakukan serangan balik kepada NU dan aparat keamanan. Termasuk mencoba bangkit dengan mempraktikkan tesis Kritik Oto Kritik (KOK) Sudisman di Blitar Selatan, Jawa Timur.
Bung Karno meminta NU untuk tidak berbenturan dengan PKI. Presiden Soekarno memanggil Ketua Umum PBNU KH Idham Khalid dan bertanya, "Kenapa NU gontok-gontokan dengan PKI?".
Idham Khalid mengatakan NU tidak gontok-gontokan, melainkan diserang oleh PKI, lalu membalas. "Kalau NU tidak diserang, NU tidak akan membalas. Tetapi kalau digontok dan dikasari maka NU akan bertindak kasar dan siap gontok-gontokan," tegas Idham Khalid seperti dikutip dari Benturan NU PKI 1948-1965.
NU yang sebelumnya selalu sejalan dengan kebijakan politik Bung Karno berpandangan situasi politik akan terus keruh selama Partai Komunis Indonesia (PKI) masih ada. NU meminta Bung Karno segera membubarkan PKI.
Namun Bung Karno tidak segera merespon tuntutan pembubaran PKI. Ia masih mencari skema yang tepat bagaimana situasi politik kembali kondusif. NU pun terus melakukan gerakan yang menghantam PKI.
Baca juga: Ungkapan Penyesalan Ketua PKI DN Aidit Sebelum Tertangkap dan Ditembak Mati
"Sebagai organisasi yang sangat konsisten anti komunis, maka NU terus melakukan kampanye di masyarakat untuk menolak segala bentuk ajaran Marxisme Leninisme," demikian dikutip dari buku Benturan NU PKI 1948-1965.
Sementara pasca G30S, yakni di sepanjang 1965-1966 hingga 1967-1968, benturan sosial antara massa nahdliyin, terutama Banser NU (Barisan Ansor Serbaguna) dengan sisa-sisa pengikut PKI terus terjadi di mana-mana. Terutama di kantong-kantong suara PKI, seperti Kediri, Blitar, Madiun, Bojonegoro, Banyuwangi, dan hampir seluruh daerah Propinsi Jawa Tengah.
Pada 12 Oktober 1965, di Kota Kediri, Jawa Timur. Banser Kediri yang tengah menggelar apel dan karnaval dengan bersenjata lengkap di wilayah Burengan, tiba-tiba diserang para pengikut PKI.
Mereka menyerang dengan menyemprokan cairan kimia. Juga ditambah lemparan batu, serangan bambu runcing serta senjata tajam. Perang pun tak terelakkan. Pasca peristiwa G30S, PKI berusaha melakukan serangan balik kepada NU dan aparat keamanan. Termasuk mencoba bangkit dengan mempraktikkan tesis Kritik Oto Kritik (KOK) Sudisman di Blitar Selatan, Jawa Timur.
Bung Karno meminta NU untuk tidak berbenturan dengan PKI. Presiden Soekarno memanggil Ketua Umum PBNU KH Idham Khalid dan bertanya, "Kenapa NU gontok-gontokan dengan PKI?".
Idham Khalid mengatakan NU tidak gontok-gontokan, melainkan diserang oleh PKI, lalu membalas. "Kalau NU tidak diserang, NU tidak akan membalas. Tetapi kalau digontok dan dikasari maka NU akan bertindak kasar dan siap gontok-gontokan," tegas Idham Khalid seperti dikutip dari Benturan NU PKI 1948-1965.