Mahkota Binokasih, Pusaka Pajajaran yang Dipakai untuk Penobatan Raja Sumedang
loading...
A
A
A
Raja Sumedang Larang
Mahkota tersebut kemudian diserahkan kepada penguasa Sumedanglarang. Pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya dinobatkan sebagai raja Sumedanglarang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601), sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran.
Sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang). .
Selanjutnya diberitakan “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun” (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun).
“Anyakrawartti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya,"ucapnya.
Dalam hal ini istilah “nyakrawartti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Pajajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa, dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara.
Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedanglarang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedanglarang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
Pada saat penobatannya Pangeran Angkawijaya berusia 22 tahun lebih 4 bulan, sebenarnya Pangeran Angkawijaya terlalu muda untuk menjadi raja, sedangkan tradisi yang berlaku bahwa untuk menjadi raja adalah 23 tahun.
Tetapi Pangeran Angkawijaya mendapat dukungan dari empat orang bersaudara bekas Senapati dan pembesar Pajajaran, keempat bersaudara tersebut merupakan keturunan dari Prabu Bunisora Suradipati.(diolah berbagai sumber)
Mahkota tersebut kemudian diserahkan kepada penguasa Sumedanglarang. Pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya dinobatkan sebagai raja Sumedanglarang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601), sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran.
Sebagaimana dikemukakan dalam Pustaka Kertabhumi I/2 (h. 69) yang berbunyi; “Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahiyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang). .
Selanjutnya diberitakan “Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun” (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun).
“Anyakrawartti” biasanya digunakan kepada pemerintahan seorang raja yang merdeka dan cukup luas kekuasaannya,"ucapnya.
Dalam hal ini istilah “nyakrawartti” maupun “samanta” sebagai bawahan, cukup layak dikenakan kepada Prabu Geusan Ulun, hal ini terlihat dari luas daerah yang dikuasainya, dengan wilayahnya meliputi seluruh Pajajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa, dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara.
Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedanglarang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedanglarang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat.
Pada saat penobatannya Pangeran Angkawijaya berusia 22 tahun lebih 4 bulan, sebenarnya Pangeran Angkawijaya terlalu muda untuk menjadi raja, sedangkan tradisi yang berlaku bahwa untuk menjadi raja adalah 23 tahun.
Tetapi Pangeran Angkawijaya mendapat dukungan dari empat orang bersaudara bekas Senapati dan pembesar Pajajaran, keempat bersaudara tersebut merupakan keturunan dari Prabu Bunisora Suradipati.(diolah berbagai sumber)
(msd)