Kisah SK Trimurti Tolak Kerek Sang Saka Merah Putih dan Pilih Sebarkan Proklamasi Kemerdekaan
loading...
A
A
A
SK Trimurti atau Surastri Karma Trimurti turut menyaksikan saat Soekarno-Hatta mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan di lingkungan rumah Bung Karno itu didahului dengan upacara kemerdekaan. Upacara berlangsung tanpa persiapan. Termasuk siapa yang ditunjuk sebagai petugas pengerek bendera, tidak dipersiapkan.
Sebelum upacara dimulai, di antara sesama pejuang tiba-tiba meminta SK Trimurti untuk menjadi salah satu pengerek bendera. Ia reflek menolak karena merasa tidak cukup berjasa menerima kehormatan itu.
Baca juga: Kisah Pertarungan Niniak Melawan Naga dan Terciptanya Danau Kembar di Sumatera Barat
Sebagai gantinya ia menunjuk Latief Hendraningrat, tentara PETA. Bagi SK Trimurti, pejuang Latief yang banyak bertempur di lapangan, lebih layak menerima kehormatan sebagai pengerek bendera pusaka.
“Ndak mau, lebih baik saudara Latief (Latief Hendraningrat) saja. Dia kan dari PETA,” kata SK Trimurti seperti dikutip dari buku SK Trimurti Pejuang Perempuan Indonesia.
SK Trimurti merupakan aktivis pergerakan dan sekaligus jurnalis perempuan atau wartawati di masa kemerdekaan. Trimurti yang berasal dari keluarga priyayi Jawa lahir 11 Mei 1912 di Desa Sawahan, Boyolali, Jawa Tengah.
Ayahnya bernama R. Ng. Salim Banjaransari Mangunsuromo dan ibunya bernama R.A. Saparinten Mangunbisono. Sebagai anak Asisten Wedana, SK Trimurti mengenyam pendidikan sejak kecil. Setelah lulus Tweede Inlandsche School (TIS), sang ayah memintanya melanjutkan ke Meisjes Normaal School (MNS), yakni sekolah guru wanita selama empat tahun.
Ia sempat mengikuti praktik latihan sebagai guru Ongko Loro di Alun-alun Kidul Kota Solo dan berlanjut mengajar murid khusus perempuan di Banyumas. SK Trimurti pertama kali mengenal mesin ketik dan kelak menjadi perangkatnya sebagai wartawan, saat aktif di perkumpulan koperasi.
Ia juga terlibat aktif dalam rapat-rapat yang diadakan Budi Utomo (BU) cabang Banyumas. Sejak mengenal sepak terjang Bung Karno melalui bacaan dan radio SK Trimurti sangat mengagumi Bung Karno.
Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan di lingkungan rumah Bung Karno itu didahului dengan upacara kemerdekaan. Upacara berlangsung tanpa persiapan. Termasuk siapa yang ditunjuk sebagai petugas pengerek bendera, tidak dipersiapkan.
Sebelum upacara dimulai, di antara sesama pejuang tiba-tiba meminta SK Trimurti untuk menjadi salah satu pengerek bendera. Ia reflek menolak karena merasa tidak cukup berjasa menerima kehormatan itu.
Baca juga: Kisah Pertarungan Niniak Melawan Naga dan Terciptanya Danau Kembar di Sumatera Barat
Sebagai gantinya ia menunjuk Latief Hendraningrat, tentara PETA. Bagi SK Trimurti, pejuang Latief yang banyak bertempur di lapangan, lebih layak menerima kehormatan sebagai pengerek bendera pusaka.
“Ndak mau, lebih baik saudara Latief (Latief Hendraningrat) saja. Dia kan dari PETA,” kata SK Trimurti seperti dikutip dari buku SK Trimurti Pejuang Perempuan Indonesia.
SK Trimurti merupakan aktivis pergerakan dan sekaligus jurnalis perempuan atau wartawati di masa kemerdekaan. Trimurti yang berasal dari keluarga priyayi Jawa lahir 11 Mei 1912 di Desa Sawahan, Boyolali, Jawa Tengah.
Ayahnya bernama R. Ng. Salim Banjaransari Mangunsuromo dan ibunya bernama R.A. Saparinten Mangunbisono. Sebagai anak Asisten Wedana, SK Trimurti mengenyam pendidikan sejak kecil. Setelah lulus Tweede Inlandsche School (TIS), sang ayah memintanya melanjutkan ke Meisjes Normaal School (MNS), yakni sekolah guru wanita selama empat tahun.
Ia sempat mengikuti praktik latihan sebagai guru Ongko Loro di Alun-alun Kidul Kota Solo dan berlanjut mengajar murid khusus perempuan di Banyumas. SK Trimurti pertama kali mengenal mesin ketik dan kelak menjadi perangkatnya sebagai wartawan, saat aktif di perkumpulan koperasi.
Ia juga terlibat aktif dalam rapat-rapat yang diadakan Budi Utomo (BU) cabang Banyumas. Sejak mengenal sepak terjang Bung Karno melalui bacaan dan radio SK Trimurti sangat mengagumi Bung Karno.