Kisah SK Trimurti Tolak Kerek Sang Saka Merah Putih dan Pilih Sebarkan Proklamasi Kemerdekaan
loading...
A
A
A
Pada kisaran bulan Agustus hingga September 1932, ia pertama kali melihat sekaligus mendengar langsung pidato Bung Karno yang tengah mengadakan rapat umum di Purwokerto, Jawa Tengah.
Tak lama setelah itu, SK Trimurti memutuskan meninggalkan rutinitasnya sebagai guru, dan memilih bergabung dengan Partindo (Partai Indonesia). Partindo merupakan partai politik yang berdiri 1 Mei 1931 setelah PNI dibubarkan tahun 1930.
Bung Karno bergabung ke Partindo pada Agustus 1932, dengan tercatat sebagai anggota Partindo cabang Bandung. “Saya sendiri masuk partai politik itu (Partindo) pada tahun 1933. Waktu itu saya berada di Bandung. Saya berguru pada Bung Karno,” kata SK Trimurti dalam Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah.
Di Partindo, SK Trimurti mulai mengenal dunia jurnalistik. Atas dorongan Bung Karno, ia pertama kalinya menulis di surat kabar mingguan Fikiran Rakyat. Dari Fikiran Rakyat yang kemudian tutup, SK Trimurti lebih dalam menceburkan diri ke jurnalistik.
Ia menulis di surat kabar Berdjoeang pimpinan Doel Arnowo. Kemudian bersama-sama temannya di Solo, pada tahun 1935 mendirikan majalah bahasa Jawa, Bedug yang tak lama kemudian, berganti nama Terompet.
Keaktifannya di organisasi PMI (Persatuan Marheini Indonesia) membuat SK Trimurti ditangkap kolonial Belanda dan ditahan selama 9 bulan di Penjara Wanita Bulu, Semarang. Bebas dari penjara tahun 1937, ia kembali aktif di dunia pergerakan dan jurnalistik.
SK Trimurti banyak menulis di majalah Suluh Kita dan Sinar Selatan. Di surat kabar Sinar Selatan, ia bertemu dengan Muhammad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik, pemuda kelahiran Yogyakarta yang kemudian menjadi suaminya. Pernikahan keduanya berlangsung 19 Juli 1938.
Sayuti Melik yang kelak pada 17 Agustus 1945 menjadi juru ketik teks Proklamasi Kemerdekaan, sama-sama sebagai penulis di Sinar Selatan. Sayuti Melik dan SK Trimurti juga sama-sama hadir dalam upacara Kemerdekaan Indonesia yang disusul pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan.
Saat upacara dilangsungkan, SK Trimurti berada di depan bendera, berdiri berjajar dengan Fatmawati, istri Bung Karno. Fatmawati mengenakan baju kebaya lengkap dengan kerudung seperti lazimnya perempuan Sumatera saat itu.
Di seberang keduanya, tampak Bung Karno dan Mohammad Hatta atau Bung Hatta yang berdiri di beranda dengan posisi lebih tinggi. Bung Karno mengenakan setelan jas putih dari bahan driil. Bung Hatta juga mengenakan setelan serupa, tapi tidak berpeci.
Tak lama setelah itu, SK Trimurti memutuskan meninggalkan rutinitasnya sebagai guru, dan memilih bergabung dengan Partindo (Partai Indonesia). Partindo merupakan partai politik yang berdiri 1 Mei 1931 setelah PNI dibubarkan tahun 1930.
Bung Karno bergabung ke Partindo pada Agustus 1932, dengan tercatat sebagai anggota Partindo cabang Bandung. “Saya sendiri masuk partai politik itu (Partindo) pada tahun 1933. Waktu itu saya berada di Bandung. Saya berguru pada Bung Karno,” kata SK Trimurti dalam Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah.
Di Partindo, SK Trimurti mulai mengenal dunia jurnalistik. Atas dorongan Bung Karno, ia pertama kalinya menulis di surat kabar mingguan Fikiran Rakyat. Dari Fikiran Rakyat yang kemudian tutup, SK Trimurti lebih dalam menceburkan diri ke jurnalistik.
Ia menulis di surat kabar Berdjoeang pimpinan Doel Arnowo. Kemudian bersama-sama temannya di Solo, pada tahun 1935 mendirikan majalah bahasa Jawa, Bedug yang tak lama kemudian, berganti nama Terompet.
Keaktifannya di organisasi PMI (Persatuan Marheini Indonesia) membuat SK Trimurti ditangkap kolonial Belanda dan ditahan selama 9 bulan di Penjara Wanita Bulu, Semarang. Bebas dari penjara tahun 1937, ia kembali aktif di dunia pergerakan dan jurnalistik.
SK Trimurti banyak menulis di majalah Suluh Kita dan Sinar Selatan. Di surat kabar Sinar Selatan, ia bertemu dengan Muhammad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik, pemuda kelahiran Yogyakarta yang kemudian menjadi suaminya. Pernikahan keduanya berlangsung 19 Juli 1938.
Sayuti Melik yang kelak pada 17 Agustus 1945 menjadi juru ketik teks Proklamasi Kemerdekaan, sama-sama sebagai penulis di Sinar Selatan. Sayuti Melik dan SK Trimurti juga sama-sama hadir dalam upacara Kemerdekaan Indonesia yang disusul pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan.
Saat upacara dilangsungkan, SK Trimurti berada di depan bendera, berdiri berjajar dengan Fatmawati, istri Bung Karno. Fatmawati mengenakan baju kebaya lengkap dengan kerudung seperti lazimnya perempuan Sumatera saat itu.
Di seberang keduanya, tampak Bung Karno dan Mohammad Hatta atau Bung Hatta yang berdiri di beranda dengan posisi lebih tinggi. Bung Karno mengenakan setelan jas putih dari bahan driil. Bung Hatta juga mengenakan setelan serupa, tapi tidak berpeci.