Tekan Stunting, Kader Kesehatan dan Masyarakat di 4 Provinsi Diedukasi Gizi

Jum'at, 05 Agustus 2022 - 22:39 WIB
loading...
Tekan Stunting, Kader Kesehatan dan Masyarakat di 4 Provinsi Diedukasi Gizi
Edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat terus dilakukan untuk menekan stunting. Foto/Ist
A A A
SIDOARJO - Stunting dan gizi buruk masih menjadi prioritas pemerintah. Hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan diketahui angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen.

Guna mengatasinya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah menjalankan sejumlah program seperti Bapak Asuh, Dapur Sehat, Pendampingan Calon Pengantin, Kelas Pengasuhan Bina Keluarga Balita (BKB).



Selain itu upaya menekan stunting melakui edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat terus menerus dilakukan. Diantaranya dilaksanakan oleh Yayasan Abhipraya Indonesia (YAICI).

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat berharap agar pemerintah dapat menyelenggarakan program-program untuk pencegahan stunting dengan melihat akar permasalahannya.

“Indonesia ini luas, dengan banyak kultur dan budaya yang berbeda. Setiap daerah juga memiliki karakteristik dan permasalahan yang berbeda. Karena itulangkah-langkah penanganan stunting sebaiknya dilakukan dengan melihat akar permasalahan masyarakat setempat,” katanya, Jumat (5/7/2022).

Arif Hidayat menambahkan, hal mendasar yang perlu dilakukan adalah memastikan masyarakat teredukasi dan paham mengenai pentingnya gizi yang tepat untuk anak.


Sepanjang 2022, YAICI bersama PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah telah mengedukasi lebih dari 2.000 kader dan masyarakat di empat provinsi. Diantaranya Medan (Sumut), Pekanbaru (Riau), Banyuwangi, Sidoarjo (Jatim), Kupang dan Timur Tengah Utara (NTT).



Selain edukasi, juga dilakukan survei dan penggalian informasi yang berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang berpotensi mengakibatkan gizi buruk pada anak.

“Misalnya mengolah sayur, masyarakat di sini terbiasa mengolah sayur dengan cara dibening (direbus/tumis). Padahal bisa dibuat sayur santan. Jadi menunya tidak beragam dan anak-anak akan bosan,” ungkap Sumartin dari PC Muslimat NU Timor Tengah Utara.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1484 seconds (0.1#10.140)