Kisah Putri Gading Cempaka, Keturunan Majapahit yang Kecantikannya Memicu Tragedi Berdarah
loading...
A
A
A
Anak Baginda Raja Aceh, Raja Muda Ahmad tengah berbahagia. Senyumnya terhampar saat duduk di pelaminan yang mewah. Pernikahannya dengan Putri Gading Cempaka, yang merupakan putri cantik jelita dari Kerajaan Sungai Serut, segera dimulai.
Namun tanpa dinyana, angin kencang bertiup disertai hujan lebat menghancurkan seluruh tempat pesta pernikahan tersebut. Angin kencang yang sengaja diciptakan oleh kakak kandung Putri Gading Cempaka, Rindang Papan telah membuat kekacauan di penghujung pesta tersebut.
Saat situasi kacau balau, Rindang Papan langsung membobong Putri Gading Cempaka, dan membawanya lari dari area pesta pernikahan yang digelar Baginda Raja Aceh, untuk putra mahkota. Upaya melarikan Putri Gading Cempaka, mendapatkan perlawanan sengit dari prajurit pilihan Kerajaan Aceh.
Dua kakak kandung Putri Gading Cempaka, Gelombang Batu, dan Manuk Mincor berupaya menghadang laju prajurit Kerajaan Aceh. Upaya itu berhasil dilakukan, namun keduanya gugur terkena tembakan dari para prajurit pilihan.
Kisah pilu upaya mengambil kembali Putri Gading Cempaka ini, berkembang dalam cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Bengkulu. Cerita rakyat tersebut, ditulis kembali oleh Saksono Prijanto dalam bukunya yang berjudul "Putri Gading Cempaka" terbitan Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, tahun 2005.
Dalam buku tersebut, dikisahkan Putri Gading Cempaka menangis sejadi-jadinya saat mengetahui dua kakak kandungnya gugur untuk menyelamatkannya. Kesedihan juga dirasakan Raja Anak Dalam, raja Kerajaan Sungai Serut, yang juga kakak kandung Putri Gading Cempaka.
Kabar gugurnya Gelombang Batu, dan Manuk Mincor membuat rakyat Kerajaan Sungai Serut, merasakan kesedihan yang mendalam. Rakyat di kerajaan tersebut berkabung, untuk mengenang kedua putra mahkota yang gugur saat menyelamatkan putri mahkota kerajaan.
Baginda Raja Aceh akhirnya mengetahui duduk persoalan yang terjadi, setelah Rindang Papan sempat bertemu dan memberikan penjelasan terkait upayanya menyelamatkan Putri Gading Cempaka. Baginda Raja Aceh merasa malu, karena putra mahkotanya, Raja Muda Ahmad telah menculik Putri Gading Cempaka, untuk diperistri.
Sebelum terjadi penculikan terhadap Putri Gading Cempaka, Raja Muda Ahmad datang ke Kerajaan Sungai Serut untuk menjalankan misi dagang, dan ingin meminang Putri Gading Cempaka. Kedatangannya, juga membawa ratusan tentara.
Saat utusan Raja Muda Ahmad bertemu dengan Raja Kerajaan Sungai Serut, Raja Anak Dalam, dengan tangan terbuka kerajaan tersebut menerima misi dagang itu. Namun, khusus untuk pinangan kepada Putri Gading Cempaka, Raja Anak Dalam memutuskan untuk menundanya, karena putri tersebut masih sangat belia dan dalam pengasuhan kakak-kakaknya.
Penangguhan pinangan itu, ternyata membuat Raja Muda Ahmad tersinggung, hingga mereka melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Sungai Serut. Pertempuran hebat tak dapat dihindari lagi. Korban dari kedua belah pihak berjatuhan.
Di tengah kekalutan perang, Raja Muda Ahmad mengambil kesempatan itu untuk menculik Putri Gading Cempaka. Penculikan inilah yang membuat murka para kakak kandung Putri Gading Cempaka, dan melakukan penyamaran untuk merebut kembali dari Kerajaan Aceh.
Usai Putri Gading Cempaka berhasil diselamatkan, dan melihat kondisi Kerajaan Sungai Serut yang telah hancur lebur akibat perang. Akhirnya Raja Anak Dalam bersama kakak dan adiknya memilih menuruti wasiat orang tuanya, untuk hijrah ke Gunung Bungkuk.
Dilansir dari situs duniapendidikan.co.id, Putri Gading Cempaka merupakan keturunan Kerajaan Majapahit. Dia merupakan putri bungsu dari tujuh bersaudara, putra Raja Ratu Agung yang merupakan Raja Kerajaan Sungai Serut.
Raja Ratu Agung, merupakan pendiri Kerajaan Sungai Serut, yang wilayahnya berada di selatan Pulau Perea. Dia disebut-sebut berasal dari Kerajaan Majapahit. Raja Ratu Agung memiliki saudara kandung Raja Mawang, yang memerintah di Kerajaan Pinang Berlapis.
Kedua saudara itu sangat akrab. Bahkan, rakyat di kedua kerajaan itu hidup damai berdampingan. Penduduk di Kerajaan Sungai Serut, bisa dengan bebas berkunjung ke wilayah Kerajaan Pinang Mawang, demikian juga sebaliknya.
Sementara dalam bukunya, Saksono Prijanto menyebutkan, putra pertama Raja Ratu Agung adalah Raden Cili. Raden Cili yang kala ayahnya belum mangkat, sudah berumah tangga, menolak dinobatkan menjadi raja untuk menggantikan Raja Ratu Agung.
Putra kedua Raja Ratu Agung, adalah Manuk Mincor. Dia adalah seorang pemuda yang gagah berani, dan amat sopan. Manuk Minear memiliki adik bernama Lumang Batu. Dialah yang selalu memperhatikan kepentingan adik perempuannya yang bernama Ratna Buih.
Lumang Batu memiliki adik bernama Rajuk Rompong. Dia sering dipanggil dengan sebutan Baja Rompong. Adik Rajuk Rompong bernama Rindang Papan, dan selalu banyak mengalah kepada enam saudaranya. Rindang Papan senang berkelana dan berkeliling negeri untuk mengetahui lebih dekat kehidupan masyarakat Kerajaan Sungai Serut.
Putra Raja Ratu Agung yang keenam adalah Anak Dalam. Dia dikenal memiliki ketampanan dan badan yang tinggi tegap. Anak Dalam selalu menjadi idola para remaja putri, dan sebagian besar masyarakat Kerajaan Sungai Serut. Anak Dalam sering dipanggil oleh orang tuanya, dengan sebutan Muara Bengkulu.
Sementara putri bungsu Raja Ratu Agung, memiliki nama Ratna Buih. Dikenal sangat cantik jelita. Ratna Buih memiliki banyak julukan, saat anak-anak dipanggil dengan nama Rendung Nipis, dan ketika mulai beranjak remaja diberi nama Putri Gading Cempaka.
Usai tragedi peperangan dengan pasukan Raja Muda Ahmad dari Kerajaan Aceh, dan penculikan Putri Gading Cempaka. Keturunan Raja Ratu Agung memilih untuk hidup mengasingkan diri di Gunung Bungkuk. Sementara Kerajaan Sungai Serut, dikuasai oleh empat bangsawan.
Dalam perjalanannya, empat bangsawan ini mampu secara bertahap memulihkan kondisi Kerajaan Sungai Serut yang telah porak-poranda akibat perang. Namun, keempat bangsawan ini akhirnya terlibat konflik sengit, karena pembagian kekuasaan.
Di tengah kekalutan yang menyengsarakan rakyat tersebut, datanglah Maharaja Sakti dari Pagaryung. Pemuda tampan dan sopan ini, memikat hati rakyat yang tinggal di Kerajaan Sungai Serut. Bahkan, konflik empat bangsawan mampu diredamnya.
Melihat Raja Sakti yang bijak, dan mampu membuat kedamaian di tanah Bengkulu, akhirnya rakyat dan empat bangsawan meminta kepada Maharaja Diraja Pagaruyung, agar Raja Sakti diizinkan menjadi raja di Kerajaan Sungai Serut.
Setelah dilantik menjadi raja, Raja Sakti memimpin kerajaannya yang diberi nama Kerajasaan Sungai Limau. Dalam bukunya, Saksono Prijanto menyebut, Raja Sakti belum bersedia dibangunkan istana, karena belum memiliki permaisuri.
Di tengah menjalankan tugas sebagai raja, Raja Sakti diberitahu oleh para menterinya, bahwa ada putri dari Kerajaan Sungai Serut, yang hingga kini masih diliputi kesedihan karena ditinggalkan kedua kakaknya. Putri tersebut adalah Putri Gading Cempaka, yang tinggal bersama empat kakaknya di Istana Gunung Bungkuk.
Upaya mendekati Putri Gading Cempaka, untuk mengobati luka batin yang mendalam, akhirnya dilakukan Raja Sakti. Namun upaya itu tidaklah mudah, meskipun keempat kakak Putri Gading Cempaka telah menyetujui kehadiran Raja Sakti.
Dengan isak tangis, Putri Gading Cempaka mengajukan sejumlah syarat untuk bersedia dipinang oleh Raja Sakti. Yakni, harus dibangunkan istana peranginan lengkap dengan isinya. Dia juga minta dibuatkan jalan dari Gunung Bungkuk, ke Selebar sehingga bisa dilintasi kereta penjemputan.
Semua persyaratan itu akhirnya disetujui, dan rakyat dari Kerajaan Sungai Serut yang telah berganti menjadi Kerajaan Sungai Limau, menyambutnya dengan suka cita. Mereka bekerjasama mewujudkan semua permintaan Putri Gading Cempaka.
Saat seluruh permintaan itu telah mampu dipenuhi, akhirnya Raja Sakti bisa mempersunting Putri Gading Cempaka atas restu keempat kakaknya, termasuk Raja Anak Dalam Muara Bengkulu. Pernikahan Raja Sakti dengan Putri Gading Cempaka, berlangsung begitu meriah, seluruh rakyat berbahagia.
Pernikahan tersebut, juga membuat rakyat Sungai Serut dengan rakyat Sungai Limau bersatu kembali. Mereka begitu bangga dan bahagia memiliki raja dan permaisuri yang masih muda, pandai bergaul dengan rakyat. Pasangan suami istri Raja Sakti, dan Outri Gading Cempaka dikaruniai seorang putra bernama Arya Bago. Putra mahkota tersebut, yang akhirnya menggantikan Raja Sakti sebagai raja di Kerajaan Sungai Limau.
Namun tanpa dinyana, angin kencang bertiup disertai hujan lebat menghancurkan seluruh tempat pesta pernikahan tersebut. Angin kencang yang sengaja diciptakan oleh kakak kandung Putri Gading Cempaka, Rindang Papan telah membuat kekacauan di penghujung pesta tersebut.
Saat situasi kacau balau, Rindang Papan langsung membobong Putri Gading Cempaka, dan membawanya lari dari area pesta pernikahan yang digelar Baginda Raja Aceh, untuk putra mahkota. Upaya melarikan Putri Gading Cempaka, mendapatkan perlawanan sengit dari prajurit pilihan Kerajaan Aceh.
Dua kakak kandung Putri Gading Cempaka, Gelombang Batu, dan Manuk Mincor berupaya menghadang laju prajurit Kerajaan Aceh. Upaya itu berhasil dilakukan, namun keduanya gugur terkena tembakan dari para prajurit pilihan.
Kisah pilu upaya mengambil kembali Putri Gading Cempaka ini, berkembang dalam cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Bengkulu. Cerita rakyat tersebut, ditulis kembali oleh Saksono Prijanto dalam bukunya yang berjudul "Putri Gading Cempaka" terbitan Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, tahun 2005.
Dalam buku tersebut, dikisahkan Putri Gading Cempaka menangis sejadi-jadinya saat mengetahui dua kakak kandungnya gugur untuk menyelamatkannya. Kesedihan juga dirasakan Raja Anak Dalam, raja Kerajaan Sungai Serut, yang juga kakak kandung Putri Gading Cempaka.
Kabar gugurnya Gelombang Batu, dan Manuk Mincor membuat rakyat Kerajaan Sungai Serut, merasakan kesedihan yang mendalam. Rakyat di kerajaan tersebut berkabung, untuk mengenang kedua putra mahkota yang gugur saat menyelamatkan putri mahkota kerajaan.
Baginda Raja Aceh akhirnya mengetahui duduk persoalan yang terjadi, setelah Rindang Papan sempat bertemu dan memberikan penjelasan terkait upayanya menyelamatkan Putri Gading Cempaka. Baginda Raja Aceh merasa malu, karena putra mahkotanya, Raja Muda Ahmad telah menculik Putri Gading Cempaka, untuk diperistri.
Baca Juga
Sebelum terjadi penculikan terhadap Putri Gading Cempaka, Raja Muda Ahmad datang ke Kerajaan Sungai Serut untuk menjalankan misi dagang, dan ingin meminang Putri Gading Cempaka. Kedatangannya, juga membawa ratusan tentara.
Saat utusan Raja Muda Ahmad bertemu dengan Raja Kerajaan Sungai Serut, Raja Anak Dalam, dengan tangan terbuka kerajaan tersebut menerima misi dagang itu. Namun, khusus untuk pinangan kepada Putri Gading Cempaka, Raja Anak Dalam memutuskan untuk menundanya, karena putri tersebut masih sangat belia dan dalam pengasuhan kakak-kakaknya.
Penangguhan pinangan itu, ternyata membuat Raja Muda Ahmad tersinggung, hingga mereka melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Sungai Serut. Pertempuran hebat tak dapat dihindari lagi. Korban dari kedua belah pihak berjatuhan.
Di tengah kekalutan perang, Raja Muda Ahmad mengambil kesempatan itu untuk menculik Putri Gading Cempaka. Penculikan inilah yang membuat murka para kakak kandung Putri Gading Cempaka, dan melakukan penyamaran untuk merebut kembali dari Kerajaan Aceh.
Usai Putri Gading Cempaka berhasil diselamatkan, dan melihat kondisi Kerajaan Sungai Serut yang telah hancur lebur akibat perang. Akhirnya Raja Anak Dalam bersama kakak dan adiknya memilih menuruti wasiat orang tuanya, untuk hijrah ke Gunung Bungkuk.
Baca Juga
Dilansir dari situs duniapendidikan.co.id, Putri Gading Cempaka merupakan keturunan Kerajaan Majapahit. Dia merupakan putri bungsu dari tujuh bersaudara, putra Raja Ratu Agung yang merupakan Raja Kerajaan Sungai Serut.
Raja Ratu Agung, merupakan pendiri Kerajaan Sungai Serut, yang wilayahnya berada di selatan Pulau Perea. Dia disebut-sebut berasal dari Kerajaan Majapahit. Raja Ratu Agung memiliki saudara kandung Raja Mawang, yang memerintah di Kerajaan Pinang Berlapis.
Kedua saudara itu sangat akrab. Bahkan, rakyat di kedua kerajaan itu hidup damai berdampingan. Penduduk di Kerajaan Sungai Serut, bisa dengan bebas berkunjung ke wilayah Kerajaan Pinang Mawang, demikian juga sebaliknya.
Sementara dalam bukunya, Saksono Prijanto menyebutkan, putra pertama Raja Ratu Agung adalah Raden Cili. Raden Cili yang kala ayahnya belum mangkat, sudah berumah tangga, menolak dinobatkan menjadi raja untuk menggantikan Raja Ratu Agung.
Putra kedua Raja Ratu Agung, adalah Manuk Mincor. Dia adalah seorang pemuda yang gagah berani, dan amat sopan. Manuk Minear memiliki adik bernama Lumang Batu. Dialah yang selalu memperhatikan kepentingan adik perempuannya yang bernama Ratna Buih.
Baca Juga
Lumang Batu memiliki adik bernama Rajuk Rompong. Dia sering dipanggil dengan sebutan Baja Rompong. Adik Rajuk Rompong bernama Rindang Papan, dan selalu banyak mengalah kepada enam saudaranya. Rindang Papan senang berkelana dan berkeliling negeri untuk mengetahui lebih dekat kehidupan masyarakat Kerajaan Sungai Serut.
Putra Raja Ratu Agung yang keenam adalah Anak Dalam. Dia dikenal memiliki ketampanan dan badan yang tinggi tegap. Anak Dalam selalu menjadi idola para remaja putri, dan sebagian besar masyarakat Kerajaan Sungai Serut. Anak Dalam sering dipanggil oleh orang tuanya, dengan sebutan Muara Bengkulu.
Sementara putri bungsu Raja Ratu Agung, memiliki nama Ratna Buih. Dikenal sangat cantik jelita. Ratna Buih memiliki banyak julukan, saat anak-anak dipanggil dengan nama Rendung Nipis, dan ketika mulai beranjak remaja diberi nama Putri Gading Cempaka.
Usai tragedi peperangan dengan pasukan Raja Muda Ahmad dari Kerajaan Aceh, dan penculikan Putri Gading Cempaka. Keturunan Raja Ratu Agung memilih untuk hidup mengasingkan diri di Gunung Bungkuk. Sementara Kerajaan Sungai Serut, dikuasai oleh empat bangsawan.
Dalam perjalanannya, empat bangsawan ini mampu secara bertahap memulihkan kondisi Kerajaan Sungai Serut yang telah porak-poranda akibat perang. Namun, keempat bangsawan ini akhirnya terlibat konflik sengit, karena pembagian kekuasaan.
Di tengah kekalutan yang menyengsarakan rakyat tersebut, datanglah Maharaja Sakti dari Pagaryung. Pemuda tampan dan sopan ini, memikat hati rakyat yang tinggal di Kerajaan Sungai Serut. Bahkan, konflik empat bangsawan mampu diredamnya.
Melihat Raja Sakti yang bijak, dan mampu membuat kedamaian di tanah Bengkulu, akhirnya rakyat dan empat bangsawan meminta kepada Maharaja Diraja Pagaruyung, agar Raja Sakti diizinkan menjadi raja di Kerajaan Sungai Serut.
Setelah dilantik menjadi raja, Raja Sakti memimpin kerajaannya yang diberi nama Kerajasaan Sungai Limau. Dalam bukunya, Saksono Prijanto menyebut, Raja Sakti belum bersedia dibangunkan istana, karena belum memiliki permaisuri.
Di tengah menjalankan tugas sebagai raja, Raja Sakti diberitahu oleh para menterinya, bahwa ada putri dari Kerajaan Sungai Serut, yang hingga kini masih diliputi kesedihan karena ditinggalkan kedua kakaknya. Putri tersebut adalah Putri Gading Cempaka, yang tinggal bersama empat kakaknya di Istana Gunung Bungkuk.
Upaya mendekati Putri Gading Cempaka, untuk mengobati luka batin yang mendalam, akhirnya dilakukan Raja Sakti. Namun upaya itu tidaklah mudah, meskipun keempat kakak Putri Gading Cempaka telah menyetujui kehadiran Raja Sakti.
Baca Juga
Dengan isak tangis, Putri Gading Cempaka mengajukan sejumlah syarat untuk bersedia dipinang oleh Raja Sakti. Yakni, harus dibangunkan istana peranginan lengkap dengan isinya. Dia juga minta dibuatkan jalan dari Gunung Bungkuk, ke Selebar sehingga bisa dilintasi kereta penjemputan.
Semua persyaratan itu akhirnya disetujui, dan rakyat dari Kerajaan Sungai Serut yang telah berganti menjadi Kerajaan Sungai Limau, menyambutnya dengan suka cita. Mereka bekerjasama mewujudkan semua permintaan Putri Gading Cempaka.
Saat seluruh permintaan itu telah mampu dipenuhi, akhirnya Raja Sakti bisa mempersunting Putri Gading Cempaka atas restu keempat kakaknya, termasuk Raja Anak Dalam Muara Bengkulu. Pernikahan Raja Sakti dengan Putri Gading Cempaka, berlangsung begitu meriah, seluruh rakyat berbahagia.
Pernikahan tersebut, juga membuat rakyat Sungai Serut dengan rakyat Sungai Limau bersatu kembali. Mereka begitu bangga dan bahagia memiliki raja dan permaisuri yang masih muda, pandai bergaul dengan rakyat. Pasangan suami istri Raja Sakti, dan Outri Gading Cempaka dikaruniai seorang putra bernama Arya Bago. Putra mahkota tersebut, yang akhirnya menggantikan Raja Sakti sebagai raja di Kerajaan Sungai Limau.
(eyt)