Ridwan Kamil Sebut Puncak Kasus Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Diprediksi Juli 2022
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat , Ridwan Kamil menyatakan, berdasarkan kajian epidemiologi, peningkatan kasus COVID-19 yang dipicu subvarian omicron BA.4 dan BA.5 di Jabar diprediksi terjadi pada Juli 2022. Setelah itu, kurva pandemi diprediksi kembali melandai.
"Prediksi puncaknya di bulan Juli menurut hitungan ilmu, setelah Juli nanti turun lagi," ujar Ridwan Kamil seusai Rapat Komite Penanganan COVID-19 Jabar di Gedung Sate Bandung, Kota Bandung, Rabu (22/6/2022).
Menurut Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil , peningkatan kasus baru di tengah pelonggaran aktivitas masyarakat semakin menegaskan bahwa virus ini tak akan hilang sebagaimana strain utamanya sudah ada sejak ratusan tahun. Varian baru, kata Kang Emil, akan datang dan pergi dengan pola serupa.
"Hal begini akan mengiringi, makanya dari awal kita sampaikan COVID-19 tidak akan hilang sama sekali, akan datang dan pergi dengan pola sama. Maka, kuncinya adalah protokol kesehatan dan vaksinasi," tegasnya.
Saat ini, kasus COVID-19, khususnya di Pulau Jawa meningkat seiring kemunculan subvarian omicron BA.4 dan BA.5. Di Jabar, per 21 Juni 2022, total kasus aktif COVID-19 mencapai 1.820 orang atau meningkat 199 orang dengan penyebaran kasus terkonsentrasi di wilayah Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dan Kota Bandung, yakni sebanyak 88 persen dari total seluruh wilayah.
"88 persen masih Bodebek seiring kedekatan dengan DKI Jakarta, kemudian Kota Bandung," sebutnya.
Namun demikian, lanjut Kang Emil, peningkatan kasus ini masih dalam rentang kendali. Indikatornya adalah tingkat keterisian rumah sakit oleh pasien COVID-19 (BOR) di Jabar saat ini masih di angka 1 persen. "Masih dalam rentang kendali, rumah sakit di angka 1 persen kira-kira masih baik," katanya.
Terlebih, cakupan vaksinasi di Jahat cukup tinggi. Dia menyebut, target 37 juta warga Jabar yang harus divaksin sudah tercapai. "Jabar dosis 1 dan 2 sudah mendekati 100 persen, terus dosis 3 sudah 30 persen, menandakan mayoritas dari 37 juta itu sudah tercapai," katanya.
Tidak hanya itu, angka fatalitas di Jabar juga terbilang rendah dibanding Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Padahal, populasi Jabar hampir 50 juta jiwa atau terbesar se-Indonesia.
"Jadi orang Jabar kalau diperbandingkan fatalitasnya komorbidnya lebih sedikit, lebih sehat. Jumlah kasus konfirmasi banyak, kedua setelah Jakarta, yang meninggal hanya setengah Jatim dan Jateng," benernya.
Per hari ini, tambah Kang Emil, seluruh kabupaten dan kota di Jabar masih berstatus PPKM level 1. Aturan pengetatan aktivitas pun disesuaikan dengan status PPKM yang berbasis data. Status PPKM akan meningkat ke level 2 bila terjadi peningkatan kasus signifikan, khususnya di Bodebek dan Bandung Raya.
"Kalau level 1, maka berlaku semua pelongaran level 1. Kecuali nanti di daerah Bodebek naik ke level 2, level 3,maka pengetatan terjadi sesuai levelnya. Kuncinya adalah masyarakat harus sadar diri kalau ada potensi terlalu berdesak-desakan maskernya dipakai, jadi lebih kepada melatih mereka supaya lebih sensitif saja," tandasnya.
"Prediksi puncaknya di bulan Juli menurut hitungan ilmu, setelah Juli nanti turun lagi," ujar Ridwan Kamil seusai Rapat Komite Penanganan COVID-19 Jabar di Gedung Sate Bandung, Kota Bandung, Rabu (22/6/2022).
Baca Juga
Menurut Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil , peningkatan kasus baru di tengah pelonggaran aktivitas masyarakat semakin menegaskan bahwa virus ini tak akan hilang sebagaimana strain utamanya sudah ada sejak ratusan tahun. Varian baru, kata Kang Emil, akan datang dan pergi dengan pola serupa.
"Hal begini akan mengiringi, makanya dari awal kita sampaikan COVID-19 tidak akan hilang sama sekali, akan datang dan pergi dengan pola sama. Maka, kuncinya adalah protokol kesehatan dan vaksinasi," tegasnya.
Saat ini, kasus COVID-19, khususnya di Pulau Jawa meningkat seiring kemunculan subvarian omicron BA.4 dan BA.5. Di Jabar, per 21 Juni 2022, total kasus aktif COVID-19 mencapai 1.820 orang atau meningkat 199 orang dengan penyebaran kasus terkonsentrasi di wilayah Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dan Kota Bandung, yakni sebanyak 88 persen dari total seluruh wilayah.
"88 persen masih Bodebek seiring kedekatan dengan DKI Jakarta, kemudian Kota Bandung," sebutnya.
Namun demikian, lanjut Kang Emil, peningkatan kasus ini masih dalam rentang kendali. Indikatornya adalah tingkat keterisian rumah sakit oleh pasien COVID-19 (BOR) di Jabar saat ini masih di angka 1 persen. "Masih dalam rentang kendali, rumah sakit di angka 1 persen kira-kira masih baik," katanya.
Terlebih, cakupan vaksinasi di Jahat cukup tinggi. Dia menyebut, target 37 juta warga Jabar yang harus divaksin sudah tercapai. "Jabar dosis 1 dan 2 sudah mendekati 100 persen, terus dosis 3 sudah 30 persen, menandakan mayoritas dari 37 juta itu sudah tercapai," katanya.
Tidak hanya itu, angka fatalitas di Jabar juga terbilang rendah dibanding Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Padahal, populasi Jabar hampir 50 juta jiwa atau terbesar se-Indonesia.
"Jadi orang Jabar kalau diperbandingkan fatalitasnya komorbidnya lebih sedikit, lebih sehat. Jumlah kasus konfirmasi banyak, kedua setelah Jakarta, yang meninggal hanya setengah Jatim dan Jateng," benernya.
Per hari ini, tambah Kang Emil, seluruh kabupaten dan kota di Jabar masih berstatus PPKM level 1. Aturan pengetatan aktivitas pun disesuaikan dengan status PPKM yang berbasis data. Status PPKM akan meningkat ke level 2 bila terjadi peningkatan kasus signifikan, khususnya di Bodebek dan Bandung Raya.
"Kalau level 1, maka berlaku semua pelongaran level 1. Kecuali nanti di daerah Bodebek naik ke level 2, level 3,maka pengetatan terjadi sesuai levelnya. Kuncinya adalah masyarakat harus sadar diri kalau ada potensi terlalu berdesak-desakan maskernya dipakai, jadi lebih kepada melatih mereka supaya lebih sensitif saja," tandasnya.
(don)