Kisah Wasiat RMP Sosrokartono, Guru Spiritual yang Menguatkan Bung Karno Pimpin Republik Indonesia

Senin, 20 Juni 2022 - 16:03 WIB
loading...
A A A
Sosrokartono juga sempat menjadi Pegawai Tinggi Atase Kedutaan Besar Perancis di Den Haag tahun 1921. Selama 29 tahun melanglang di Eropa, yakni sejak 1897, ia kemudian pulang ke Indonesia. Soskrokartono sejak tahun 1927 menempati rumahnya di Bandung, Jawa Barat. Ia menjalani fase kehidupan sebagai pendidik bersama Ki Hajar Dewantara dan kemudian lebih dikenal sebagai ahli kebatinan.

Cinta Sosrokartono kepada Nusantara, khususnya Jawa begitu besar. Ajarannya terkenal dengan mengoptimalkan indera rasa, mengasah rasa baik jasmani maupun rohani. Pada tahun 1899 Sosrokartono pernah berpidato bahasa Belanda dalam sebuah acara Kongres Bahasa di Gent, Belgia.

“Saya akan menyatakan sebagai musuh kepada siapa saja yang akan merobah Bangsa Jawa (Indonesia) menjadi Orang Eropa. Selama matahari dan bintang masih bersinar, saya akan melawan mereka itu!”. Sosrokartono di tahun 40-an pernah meramalkan, bahwa dengan dibukanya Terusan Suez yang banyak memakan korban, Asia dan Afrika akan bersatu padu di Bandung Jawa Barat.

Beberapa tahun kemudian, yakni tahun 1955, Kota Bandung menjadi tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Dan Bung Karno memang memiliki kedekatan khusus dengan Sosrokartono. Sebelum wafat pada 8 Februari 1952, Soskrokartono menanti kedatangan Bung Karno. Kepada dokter Soeharto, ia menyampaikan pesan untuk Bung Karno bahwa perjuangan belum selesai.

Bangsa Indonesia masih perlu perjuangan lama untuk benar-benar mewujudkan Indonesia merdeka. Sementara dalam perjuangan itu akan penuh warna pertengkaran, kekacauan dan jatuhnya banyak korban. Sosrokartono menyatakan akan selalu siap membantu. “Tetapi Bung Karno mesti eling (Ingat) terus. Meskipun Bung Karno sudah menjadi Presiden Republik Indonesia, masih memerlukan petunjuk dan nasihat,” kata Soskroartono seperti dikutip dari “Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66”.

Dalam setiap mengambil langkah dan tindakan, Bung Karno banyak mengikuti nasihat serta arahan guru spiritualnya. Termasuk kepada Abdurachim, guru spiritual Bung Karno lain, yang berasal dari Banten dan bertempat tinggal di wilayah Petojo Selatan, Jakarta. Maelwi Saelan pada Januari 1967 mengaku pernah diperintah Bung Karno mengunjungi Abdurachim yang dikabarkan sedang sakit keras.

Abdurachim menyampaikan pesan untuk Bung Karno agar tidak mencemaskan sakitnya. Sakit itu menurut Abdurachim ujian dari yang Maha Kuasa. Guru spiritual Bung Karno itu juga bercerita bahwa dirinya dengan Bung Karno memiliki hubungan batin yang dekat. Hubungan it seperti halnya hubungan batin antara Bung Karno dengan Sosrokartono. Karenanya jika Bung Karno bersedih, dirinya juga ikut sedih. Sebaliknya ketika sang Proklamator itu gembira, dirinya juga ikut bergembira.



Sebelum meninggal dunia pada 28 Maret 1967, Abdurachim sempat bertemu Bung Karno di guesthouse istana. Pertemuan itu merupakan pertemuan yang terakhir. Abdurachim sempat menyarankan Bung Karno untuk ikhlas menyerahkan kepemimpinan bangsa Indonesia kepada yang lain. Bung Karno yang menurutnya sudah tua, yakni berusia 65 tahun dan sakit-sakitan, sebaiknya berkonsentrasi dengan kesehatan dan banyak mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.

“Bung Karno harus lebih serius mengurus kesehatan dan berusaha berobat ke luar negeri dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT,” kata Abdurachim seperti tertulis dalam “Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66”. Setelah memimpin Indonesia selama 22 tahun, kekuasaan Presiden Soekarno berakhir pada tahun 1967. Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2152 seconds (0.1#10.140)