Kisah Bratalegawa, Saudagar Sunda yang Pertama Kali Memeluk Islam
loading...
A
A
A
Bratalegawa adalah seorang pangeran dan saudagar dari Kerajaan Galuh. Dia merupakan putra kedua dari Prabu Guru Pangandiparamarta Jayadewabrata, atau lebih dikenal dengan nama Bunisora (berkuasa 1357-1371), penguasa kerajaan Galuh sekitar abad ke-13.
Bratalegawa atau disebut juga Dewa Bratalegawa tercatat sebagai orang Sunda pertama yang memeluk agama Islam. Dia mengenal Islam sewaktu melakukan perjalanan ke India (Kesultanan Delhi). Maklum, sebagai seorang pedagang, dia banyak melakukan perjalanan untuk berdagang ke luar Nusantara.
Baca juga: Kisah Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, Penginjil Pribumi yang Menggegerkan Penguasa Kolonial
Bratalegawa masuk Islam dan menikah dengan seorang muslimah dari Gujarat bernama Farhana binti Muhammad. Keduanya lalu berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Bratalegawa kemudian mengganti namanya menjadi Haji Baharudin al-Jawi.
Mengutip "Penyebaran Islam di Tanah Sunda", sebagai orang dari Galuh yang pertama kali menjalankan ibadah haji, ia selanjutnya dikenal dengan julukan haji purwa (purwa dalam bahasa sunda berarti awal-mula atau terdahulu)
Penyebaran Islam di Sunda
Bratalegawa dan keluarganya pulang ke Kawali, ibukota Galuh pada 1337. Dia berusaha menyebarkan Islam di kalangan istana. Bratalegawa juga mencoba mengajak saudara kandungnya, yaitu Giri Dewanti dan Ratu Banawati masuk Islam. Namun ajakan tersebut ditolak.
Rupanya niat Bratalegawa menyebarkan Islam di Kawali belum membuahkan hasil. Pengaruh Hindu di Sunda masih sangat kuat. Dia memutuskan keluar dari Kawali dan menetap di Caruban Girang (sekarang adalah Kabupaten Cirebon). Di wilayah yang masih menjadi bagian Galuh ini, penyebaran Islam yang dilakukan Bratalegawa cukup berhasil.
Salah satu bukti nyata keberhasilan pnyebaran Islam di Caruban Girang adalah terbentuknya komunitas muslim pesisir pertama di wilayah tatar Sunda. Cirebon sepeninggalnya menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Kerajaan Sunda dan Galuh.
Bratalegawa menerapkan pola perpaduan ajaran Islam dengan kebudayaan masyarakat setempat sebagai alat untuk menyebarkan Islam ke masyarakat saat itu.
Naskah kuno selain Carita Parahyangan yang mengisahkan orang-orang jaman dulu yang telah berhasil menunaikan ibadah haji adalah Carita Purwaka Caruban Nagari dan naskah-naskah tradisi Cirebon seperti Wawacan Sunan Gunung Jati, Wawacan Walangsungsang, dan Babad Cirebon.
Bratalegawa atau disebut juga Dewa Bratalegawa tercatat sebagai orang Sunda pertama yang memeluk agama Islam. Dia mengenal Islam sewaktu melakukan perjalanan ke India (Kesultanan Delhi). Maklum, sebagai seorang pedagang, dia banyak melakukan perjalanan untuk berdagang ke luar Nusantara.
Baca juga: Kisah Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, Penginjil Pribumi yang Menggegerkan Penguasa Kolonial
Bratalegawa masuk Islam dan menikah dengan seorang muslimah dari Gujarat bernama Farhana binti Muhammad. Keduanya lalu berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Bratalegawa kemudian mengganti namanya menjadi Haji Baharudin al-Jawi.
Mengutip "Penyebaran Islam di Tanah Sunda", sebagai orang dari Galuh yang pertama kali menjalankan ibadah haji, ia selanjutnya dikenal dengan julukan haji purwa (purwa dalam bahasa sunda berarti awal-mula atau terdahulu)
Penyebaran Islam di Sunda
Bratalegawa dan keluarganya pulang ke Kawali, ibukota Galuh pada 1337. Dia berusaha menyebarkan Islam di kalangan istana. Bratalegawa juga mencoba mengajak saudara kandungnya, yaitu Giri Dewanti dan Ratu Banawati masuk Islam. Namun ajakan tersebut ditolak.
Rupanya niat Bratalegawa menyebarkan Islam di Kawali belum membuahkan hasil. Pengaruh Hindu di Sunda masih sangat kuat. Dia memutuskan keluar dari Kawali dan menetap di Caruban Girang (sekarang adalah Kabupaten Cirebon). Di wilayah yang masih menjadi bagian Galuh ini, penyebaran Islam yang dilakukan Bratalegawa cukup berhasil.
Salah satu bukti nyata keberhasilan pnyebaran Islam di Caruban Girang adalah terbentuknya komunitas muslim pesisir pertama di wilayah tatar Sunda. Cirebon sepeninggalnya menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Kerajaan Sunda dan Galuh.
Bratalegawa menerapkan pola perpaduan ajaran Islam dengan kebudayaan masyarakat setempat sebagai alat untuk menyebarkan Islam ke masyarakat saat itu.
Naskah kuno selain Carita Parahyangan yang mengisahkan orang-orang jaman dulu yang telah berhasil menunaikan ibadah haji adalah Carita Purwaka Caruban Nagari dan naskah-naskah tradisi Cirebon seperti Wawacan Sunan Gunung Jati, Wawacan Walangsungsang, dan Babad Cirebon.