Kisah Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, Penginjil Pribumi yang Menggegerkan Penguasa Kolonial

Jum'at, 17 Juni 2022 - 05:05 WIB
loading...
Kisah Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, Penginjil Pribumi yang Menggegerkan Penguasa Kolonial
Lukisan Kiai Ibrahim Tunggul Wulung dan Kota Jepara pada 1650 dengan latar Gunung Muria. Foto: Istimewa
A A A
KIAI IBRAHIM Tunggul Wulung adalah seorang penginjil pribumi pada awal abad ke-19, asal usulnya pun sangatlah ruwet dan sulit untuk dipastikan. Sangat sedikit sumber yang tertulis, namun yang pasti dia adalah sosok pembawa kabar tentang Injil di Tanah Jawa .

Kiai Tunggul Wulung bahkan pernah menggegerkan penguasa kolonial dengan aksinya yang memberi pengabaran Injil kepada rakyat pribumi tanpa sepengetahuan pemerintah kala itu.

C. Guillot dalam bukunya berjudul ‘Kiai Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa’ mencatat soal perjalanan hidup Ngabdullah yang belakangan lebih dikenal sebagai Ibrahim Tunggul Wulung. Ia lahir di Kawedanan Juwana dekat Jepara.



Dari laporan resi Jepara menyebutkan bahwa Ngabdullah muda adalah seorang petani. Suatu ketika pada 1840, Jepara sedang dilanda kesulitan ekonomi yang hebat lantaran aturan sistem Cultursteelsel yang tengah diterapkan pemerintah Hindia Belanda. Kesulitan ekonomi yang parah ini mendorong Ngabdullah untuk pergi merantau ke tempat baru, yakni Kediri.

Di Kediri, Ngabdullah memilih tinggal di daerah Gunung Kelud. Di sana Tunggul Wulung menjadi seorang pandito (pertapa). Dari hasil pertapaannya ini, Ngabdullah memutuskan untuk mengganti nama jadi Tunggul Wulung.

Nama Tunggul Wulung sendiri memang melegenda di Kediri dan khususnya Gunung Kelud. Ia diyakini sebagai jenderal kesayangan Raja Jayabaya yang memerintah Kerajaan Kediri. Dalam narasi Serat Babad Kadhiri yang ditulis oleh Mas Ngabehi Poerbawidjaja dan Mas Ngabehi Mangoenwidjaja, setelah selesai masa baktinya untuk Prabu Jayabaya, Tunggul Wulung memilih jadi siluman yang diperintahkan tinggal dan menjaga Gunung Kelud dari segala perbuatan yang kotor dan jahat.

Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, di dalam beberapa sumber, diceritakan memperoleh petunjuk untuk mempelajari kekristenan dengan cara yang aneh. J.D. Wolterbeek dalam bukunya yang berjudul ‘Babad Zending ing Tanah Jawi’ mencatat bahwa pada suatu hari di dalam petapaannya di kawasan Gunung Kelud, Kiai Tunggul Wulung menemukan sepotong kertas yang bertuliskan Sepuluh Hukum Allah.

Tunggul Wulung juga mendapat wahyu dari Tuhan yang mengatakan bahwa ia harus menaati hukum ini dan disarankan meminta penjelasan tentang agama yang sejati kepada orang-orang yang tinggal di Sidoarjo dan Mojowarno.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1141 seconds (0.1#10.140)