BKKBN Sebarluaskan Program Bangga Kencana, Strategi Tekan Angka Stunting
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar komunikasi informasi edukasi (KIE) interpersonal kepada kelompok media, di Hotel Almadera Makassar, Senin (13/6/2022).
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyebarluasan program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana atau Bangga Kencana, juga sebagai rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 yang akan diperingati pada 29 Juni 2022.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Ritamariani, menuturkan tahun ini BKKBN Sulsel diberi target 74 persen dari pusat terkait jumlah masyarakat yang memperoleh informasi terkait program Bangga Kencana. Hingga saat ini, capaian BKKBN Sulsel sudah berada di angka 56 persen.
"Melalui kegiatan ini diharapkan ujungnya adalah mengubah perilaku masyarakat yang awalnya tidak tahu, menjadi tahu tentang Bangga Kencana," kata dia.
Salah satu fokus pada program Bangga Kencana ini adalah percepatan penurunan angka stunting. Pada tahun 2021, prevalensi stunting di Sulsel berada di angka 27,4 persen. Angka ini bahkan masih lebih tinggi dari angka nasional yaitu 24,4 persen.
Untuk menekan angka tersebut, lanjut Rita, diperlukan kerja sama terpadu lintas sektor. Salah satunya dengan melibatkan tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga atau TP-PKK sebagai mitra BKKBN.
Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Lingkungan PKK Sulsel, dr. Ema Alasiry, menuturkan stunting merupakan kondisi malnutrisi kronik pada anak yang diakibatkan kekurangan asupan gizi ataupun infeksi kronik. Stunting bukan hanya menyebabkan fisik anak menjadi pendek, tapi juga bisa menghambat perkembangan otak anak.
"Awalnya itu berat badan (BB) yang mulai turun dan itu jadi clue bahwa anak itu harus segera diintervensi. Pada usia 2-5 tahun, fisik anak mungkin bisa diperbaiki tapi kognitif atau kemampuan otaknya susah diatasi," tutur Ema.
Perbaikan gizi anak pun, kata dia, tak boleh dilaksanakan sembarangan. Pasalnya, hal itu justru bisa menimbulkan dampak yang lebih parah.
"Perbaikan gizi harus dilakukan tapi tidak boleh kebablasan. Karena kalau kebablasan, maka akan mengakibatkan penyakit metabolik usia muda, seperti obesitas," katanya.
Percepatan penurunan stunting, lanjut Ema, dapat dilakukan dengan metode intervensi dan pencegahan. Dalam upaya intervensi penanganan kasus stunting PKK menggandeng organisasi perangkat daerah (OPD) dan organisasi profesi terkait.
Sementara dalam upaya preventif atau pencegahan, TP-PKK terus melakukan upaya promosi, sosialisasi dan edukasi yang gencar dalam bidang kesehatan dan pangan. Termasuk membantu penguatan program audit maternal perinatal dengan memberdayakan kader dalam melaporkan kasus kematian ibu dan bayi secara berjenjang.
Mantan Mantan Kepala Biro Hukum Oganisasi dan Humas BKKBN, Kresaputra menambahkan, momentum Harganas menjadi saat yang tepat bagi seluruh keluarga untuk mulai bangkit mencegah stunting melalui praktek pengasuhan yang baik, terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Orang tua terutama ibu, harus berupaya agar memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan dan gizi sehingga mampu memberikan layanan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan harapan, mereka kelak dapat menjadi generasi yang unggul dan berkualitas.
"Semua anggota keluarga harus terlibat, peduli dan berpartisipasi agar kasus stunting tidak lagi ada di negeri ini," ucapnya.
Dalam mencegah kasus stunting, tambah Kres, maka keluarga juga harus berperan untuk mencegah nikah dini dan hamil di usia muda. "Keluarga memiliki peran krusial untuk pencegahan dan penanganan masalah stunting. Karena itu, upaya pemberdayaan keluarga pun sangat diperlukan," tandasnya.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyebarluasan program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana atau Bangga Kencana, juga sebagai rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 yang akan diperingati pada 29 Juni 2022.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Ritamariani, menuturkan tahun ini BKKBN Sulsel diberi target 74 persen dari pusat terkait jumlah masyarakat yang memperoleh informasi terkait program Bangga Kencana. Hingga saat ini, capaian BKKBN Sulsel sudah berada di angka 56 persen.
"Melalui kegiatan ini diharapkan ujungnya adalah mengubah perilaku masyarakat yang awalnya tidak tahu, menjadi tahu tentang Bangga Kencana," kata dia.
Salah satu fokus pada program Bangga Kencana ini adalah percepatan penurunan angka stunting. Pada tahun 2021, prevalensi stunting di Sulsel berada di angka 27,4 persen. Angka ini bahkan masih lebih tinggi dari angka nasional yaitu 24,4 persen.
Untuk menekan angka tersebut, lanjut Rita, diperlukan kerja sama terpadu lintas sektor. Salah satunya dengan melibatkan tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga atau TP-PKK sebagai mitra BKKBN.
Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Lingkungan PKK Sulsel, dr. Ema Alasiry, menuturkan stunting merupakan kondisi malnutrisi kronik pada anak yang diakibatkan kekurangan asupan gizi ataupun infeksi kronik. Stunting bukan hanya menyebabkan fisik anak menjadi pendek, tapi juga bisa menghambat perkembangan otak anak.
"Awalnya itu berat badan (BB) yang mulai turun dan itu jadi clue bahwa anak itu harus segera diintervensi. Pada usia 2-5 tahun, fisik anak mungkin bisa diperbaiki tapi kognitif atau kemampuan otaknya susah diatasi," tutur Ema.
Perbaikan gizi anak pun, kata dia, tak boleh dilaksanakan sembarangan. Pasalnya, hal itu justru bisa menimbulkan dampak yang lebih parah.
"Perbaikan gizi harus dilakukan tapi tidak boleh kebablasan. Karena kalau kebablasan, maka akan mengakibatkan penyakit metabolik usia muda, seperti obesitas," katanya.
Percepatan penurunan stunting, lanjut Ema, dapat dilakukan dengan metode intervensi dan pencegahan. Dalam upaya intervensi penanganan kasus stunting PKK menggandeng organisasi perangkat daerah (OPD) dan organisasi profesi terkait.
Sementara dalam upaya preventif atau pencegahan, TP-PKK terus melakukan upaya promosi, sosialisasi dan edukasi yang gencar dalam bidang kesehatan dan pangan. Termasuk membantu penguatan program audit maternal perinatal dengan memberdayakan kader dalam melaporkan kasus kematian ibu dan bayi secara berjenjang.
Mantan Mantan Kepala Biro Hukum Oganisasi dan Humas BKKBN, Kresaputra menambahkan, momentum Harganas menjadi saat yang tepat bagi seluruh keluarga untuk mulai bangkit mencegah stunting melalui praktek pengasuhan yang baik, terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Orang tua terutama ibu, harus berupaya agar memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan dan gizi sehingga mampu memberikan layanan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan harapan, mereka kelak dapat menjadi generasi yang unggul dan berkualitas.
"Semua anggota keluarga harus terlibat, peduli dan berpartisipasi agar kasus stunting tidak lagi ada di negeri ini," ucapnya.
Dalam mencegah kasus stunting, tambah Kres, maka keluarga juga harus berperan untuk mencegah nikah dini dan hamil di usia muda. "Keluarga memiliki peran krusial untuk pencegahan dan penanganan masalah stunting. Karena itu, upaya pemberdayaan keluarga pun sangat diperlukan," tandasnya.
(tri)