Rapid Test Jadi Syarat Beraktivitas, Warga Minta Negara Tanggung Biaya
loading...
A
A
A
BANDUNG - Rapid test sebaiknya dilakukan pemerintah dan institusi resmi yang mendapatkan pengawasan ketat serta biayanya ditanggung negara. Hal tersebut untuk menghindari rapid test dijadijan ajang bisnis mencari keuntungan dengan memanfaatkan momentum pandemi Covid-19.
Seorang karyawan swasta, Fitri Rosmayanti (32) mengaku, rapid test saat ini menjadi prosedur yang dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang reaktif atau tidak terhadap Covid-19. Di awal kemunculan Covid-19, rapid test dilakukan pemerintah melalui dinas kesehatan ataupun rumah sakit pemerintah.
Namun sekarang bisa dilakukan oleh lembaga mana saja termasuk kalangan swasta, dengan biaya dibebankan kepada yang bersangkutan. (Baca juga: Rapid Test Mahal, Aktivitas Warga Terkendala )
"Hemat saya sih rapid test dilakukan oleh pemerintah dengan biaya yang ditanggung pemerintah juga. Kalau dibebankan ke masyarakat kasihan, apalagi kondisi ekonomi juga sedang tidak bagus," ucapnya kepada SINDOnews, Selasa (23/6/2020).
Wanita berhijab yang bekerja di sektor farmasi ini menyebutkan, dirinya pernah mengikuti rapid test beberapa waktu lalu di perusahaannya. Saat itu biaya ditanggung oleh pihak perusahaan, karena perusahaan ingin memastikan kesehatan dan tidak ada karyawannya yang terpapar Covid-19.
"Saya tanya waktu itu kalau bayar sendiri Rp400.000. Jika harus bayar, keberatan juga karena lumayan mahal, tapi untungnya ditanggung perusahaan," imbuhnya.
Sementara itu, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna menegaskan, sampai sekarang di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) pemerintah daerah masih secara masif melakukan rapid test dan sudah dilakukan kepada 3.177 orang.
Belum ada area publik seperti hotel, restoran, pasar, atau tempat-tempat wisata yang mensyaratkan pengunjungnya untuk membawa keterangan hasil rapid test. Termasuk mewajibkan pengunjung melakukan rapid test di tempat sebelum berkunjung ke tempat mereka.
"Di KBB rapid test masih dilakukan di sejumlah tempat dan semuanya gratis karena biaya ditanggung oleh anggaran pemerintah. Kalau rapid test dibebankan ke masyarakat kasihan pasti akan jadi beban biaya mereka," ucapnya saat ditemui di Lembang.
Update COVID-19 Kota Bandung, Landai Tak Ada Kasus Meninggal Baru (Baca juga:)
Menurutnya, yang memungkinkan rapid test dilakukan kepada karyawan yang bekerja di tempat-tempat tersebut. Selain untuk memastikan kesehatan, perusahaan juga berkepentingan guna mengetahui bahwa tempat mereka steril dari Covid-19.
Namun tetap pelaksanaannya harus ditanggung oleh perusahaan jangan biayanya dibebankan ke karyawan. Sebab bisa saja karyawan di tempat wisata terpapar karena setiap hari ada interaksi dengan pengunjung.
"Saya rasa kalau rapid test dibebankan ke warga pasti banyak yang keberatan. Biayanya kan berkisar Rp300-500 ribu, itu angka yang lumayan mahal di tengah kondisi ekonomi yang belum lulih betul akibat pandemi," pungkasnya.
Seorang karyawan swasta, Fitri Rosmayanti (32) mengaku, rapid test saat ini menjadi prosedur yang dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang reaktif atau tidak terhadap Covid-19. Di awal kemunculan Covid-19, rapid test dilakukan pemerintah melalui dinas kesehatan ataupun rumah sakit pemerintah.
Namun sekarang bisa dilakukan oleh lembaga mana saja termasuk kalangan swasta, dengan biaya dibebankan kepada yang bersangkutan. (Baca juga: Rapid Test Mahal, Aktivitas Warga Terkendala )
"Hemat saya sih rapid test dilakukan oleh pemerintah dengan biaya yang ditanggung pemerintah juga. Kalau dibebankan ke masyarakat kasihan, apalagi kondisi ekonomi juga sedang tidak bagus," ucapnya kepada SINDOnews, Selasa (23/6/2020).
Wanita berhijab yang bekerja di sektor farmasi ini menyebutkan, dirinya pernah mengikuti rapid test beberapa waktu lalu di perusahaannya. Saat itu biaya ditanggung oleh pihak perusahaan, karena perusahaan ingin memastikan kesehatan dan tidak ada karyawannya yang terpapar Covid-19.
"Saya tanya waktu itu kalau bayar sendiri Rp400.000. Jika harus bayar, keberatan juga karena lumayan mahal, tapi untungnya ditanggung perusahaan," imbuhnya.
Sementara itu, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna menegaskan, sampai sekarang di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) pemerintah daerah masih secara masif melakukan rapid test dan sudah dilakukan kepada 3.177 orang.
Belum ada area publik seperti hotel, restoran, pasar, atau tempat-tempat wisata yang mensyaratkan pengunjungnya untuk membawa keterangan hasil rapid test. Termasuk mewajibkan pengunjung melakukan rapid test di tempat sebelum berkunjung ke tempat mereka.
"Di KBB rapid test masih dilakukan di sejumlah tempat dan semuanya gratis karena biaya ditanggung oleh anggaran pemerintah. Kalau rapid test dibebankan ke masyarakat kasihan pasti akan jadi beban biaya mereka," ucapnya saat ditemui di Lembang.
Update COVID-19 Kota Bandung, Landai Tak Ada Kasus Meninggal Baru (Baca juga:)
Menurutnya, yang memungkinkan rapid test dilakukan kepada karyawan yang bekerja di tempat-tempat tersebut. Selain untuk memastikan kesehatan, perusahaan juga berkepentingan guna mengetahui bahwa tempat mereka steril dari Covid-19.
Namun tetap pelaksanaannya harus ditanggung oleh perusahaan jangan biayanya dibebankan ke karyawan. Sebab bisa saja karyawan di tempat wisata terpapar karena setiap hari ada interaksi dengan pengunjung.
"Saya rasa kalau rapid test dibebankan ke warga pasti banyak yang keberatan. Biayanya kan berkisar Rp300-500 ribu, itu angka yang lumayan mahal di tengah kondisi ekonomi yang belum lulih betul akibat pandemi," pungkasnya.
(msd)