Laskar Rempah Kemendikbud Jejaki Kebudayaan Sulsel
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Laskar Rempah yang merupakan rombongan program Muhibah Budaya Jalur Rempah menjejakkan kaki di Sulawesi Selatan (Sulsel), Sabtu (4/6/2022). Mereka tiba di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar setelah berlayar dari Surabaya, pada 1 Juni 2022 lalu menggunakan KRI Dewaruci.
Saat tiba, rombongan disambut dengan pertunjukan seni Angngaru dan tarian Ganrang Bulo, ritual khas Makassar yang digunakan untuk upacara penyambutan dan penghormatan kepada tamu. Tarian ini menjadi representasi masyarakat Makassar yang egaliter dan terbuka terhadap budaya baru.
Kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan budaya untuk napak tilas jejak perdagangan rempah masa lampau yang terjadi di Makassar. Para peserta mengunjungi sejumlah situs warisan budaya, di antaranya Museum Karaeng Pattingalloang, Museum Balla Lompoa, Makam Sultan Hasanuddin, Kompleks Makam Raja-Raja Tallo, Kelenteng Thian Ho Kong, Museum Kota Makassar, dan Museum La Galigo.
Perwakilan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Kemendikbudristek ) yang juga penanggung jawab Laskar Rempah, Restu Gunawan menuturkan program ini melibatkan puluhan peserta dari perwakilan 34 provinsi yang ada di Indonesia.
Para peserta yang didominasi kaum muda itu diberi asupan informasi terkait sejarah dan kebudayaan yang ada di Sulsel. Bukan hanya tentang rempah-rempah, namun juga jalur perdagangan Nusantara.
"Kunjungan kali ini untuk memahami tentang sejarah yang ada di Sulawesi Selatan agar peserta yang mendapat asupan macam-macam tentang aspek kebudayaan yang berkaitan dengan rempah dan jalur perdagangan," ucap Restu.
Di samping itu, para peserta juga menapak tilas kebesaran sosok Karaeng Pattingalloang. Cendekiawan Kerajaan Gowa-Tallo kelahiran abad 16, yang pada masanya memiliki pengetahuan luas terkait dunia global. Ia juga dijuluki sebagai Bapak Makassar.
Pertautan antara Pattingalloang dengan pedagang yang datang dari berbagai bangsa dalam menyemarakkan Jalur Rempah ditunjang oleh kemampuannya berkomunikasi. Ia menggunakan bahasa asing dengan sangat fasih.
Dengan kemampuannya itu, ia menjadi juru bicara yang piawai dan ahli berdiplomasi. Makassar sempat menjadi kota termasyhur di dunia berkat peran dan fungsi Karaeng Pattingalloang. Hal ini membuat iri Belanda yang tidak menghendaki kehadiran pedagang bertransaksi bebas di Makassar.
"Karaeng Pattingalloang ini seorang ilmuwan yang luar biasa. Mudah-mudahan memberi spirit kepada adik-adik juga bahwa di Sulawesi Selatan, pada tahun 1600-an, ada tokoh yang begitu cerdas. Harapannya, anak-anak dari seluruh Indonesia ini minimal bisa menyampaikan pesan-pesan itu tentang sosok Karaeng Pattingalloang," jelasnya.
Sekadar diketahui, Kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah diselenggarakan Kemendikbudristek bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), Pemerintah Daerah, serta berbagai komunitas budaya.
Kegiatan menyusuri enam titik Jalur Rempah, yakni Surabaya, Makassar, Baubau dan Buton, Ternate dan Tidore, Banda Neira, dan Kupang. Hal ini merupakan salah satu upaya diplomasi budaya yang diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, serta upaya untuk melibatkan generasi muda untuk mengenal narasi sejarah peradaban rempah dari geladak kapal Indonesia sendiri.
Komandan KRI Dewaruci Mayor Laut (P) Sugeng Hariyanto menuturkan, pihak TNI Angkatan Laut sangat merasa terhormat sebab menjadi bagian dari program ini. Menurutnya, kegiatan ini akan membuka wawasan bagi generasi muda bahwa kekuatan rempah Indonesia di mata dunia tak bisa dianggap sebelah mata.
Selain itu, juga menumbuhkan rasa bangga terhadap KRI Dewaruci. Yakni kapal pelatihan bagi taruna/kadet Akademi Angkatan Laut, TNI Angkatan Laut gang merupakan kapal layar terbesar yang dimiliki TNI Angkatan Laut
"Kami mau membangkitkan pemahaman dan spirit generasi muda saat ini bahwa rempah-rempah itu adalah milik kita. Oleh karena itu kami ajak seluruh pemuda terbaik dari seluruh provinsi untuk berlayar dengan Dewaruci agar mereka semua ingat bahwa rempah-rempah Nusantara bisa mempengaruhi seluruh peradaban dunia," tukasnya.
Lihat Juga: Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
Saat tiba, rombongan disambut dengan pertunjukan seni Angngaru dan tarian Ganrang Bulo, ritual khas Makassar yang digunakan untuk upacara penyambutan dan penghormatan kepada tamu. Tarian ini menjadi representasi masyarakat Makassar yang egaliter dan terbuka terhadap budaya baru.
Kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan budaya untuk napak tilas jejak perdagangan rempah masa lampau yang terjadi di Makassar. Para peserta mengunjungi sejumlah situs warisan budaya, di antaranya Museum Karaeng Pattingalloang, Museum Balla Lompoa, Makam Sultan Hasanuddin, Kompleks Makam Raja-Raja Tallo, Kelenteng Thian Ho Kong, Museum Kota Makassar, dan Museum La Galigo.
Perwakilan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Kemendikbudristek ) yang juga penanggung jawab Laskar Rempah, Restu Gunawan menuturkan program ini melibatkan puluhan peserta dari perwakilan 34 provinsi yang ada di Indonesia.
Para peserta yang didominasi kaum muda itu diberi asupan informasi terkait sejarah dan kebudayaan yang ada di Sulsel. Bukan hanya tentang rempah-rempah, namun juga jalur perdagangan Nusantara.
"Kunjungan kali ini untuk memahami tentang sejarah yang ada di Sulawesi Selatan agar peserta yang mendapat asupan macam-macam tentang aspek kebudayaan yang berkaitan dengan rempah dan jalur perdagangan," ucap Restu.
Di samping itu, para peserta juga menapak tilas kebesaran sosok Karaeng Pattingalloang. Cendekiawan Kerajaan Gowa-Tallo kelahiran abad 16, yang pada masanya memiliki pengetahuan luas terkait dunia global. Ia juga dijuluki sebagai Bapak Makassar.
Pertautan antara Pattingalloang dengan pedagang yang datang dari berbagai bangsa dalam menyemarakkan Jalur Rempah ditunjang oleh kemampuannya berkomunikasi. Ia menggunakan bahasa asing dengan sangat fasih.
Dengan kemampuannya itu, ia menjadi juru bicara yang piawai dan ahli berdiplomasi. Makassar sempat menjadi kota termasyhur di dunia berkat peran dan fungsi Karaeng Pattingalloang. Hal ini membuat iri Belanda yang tidak menghendaki kehadiran pedagang bertransaksi bebas di Makassar.
"Karaeng Pattingalloang ini seorang ilmuwan yang luar biasa. Mudah-mudahan memberi spirit kepada adik-adik juga bahwa di Sulawesi Selatan, pada tahun 1600-an, ada tokoh yang begitu cerdas. Harapannya, anak-anak dari seluruh Indonesia ini minimal bisa menyampaikan pesan-pesan itu tentang sosok Karaeng Pattingalloang," jelasnya.
Sekadar diketahui, Kegiatan Muhibah Budaya Jalur Rempah diselenggarakan Kemendikbudristek bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), Pemerintah Daerah, serta berbagai komunitas budaya.
Kegiatan menyusuri enam titik Jalur Rempah, yakni Surabaya, Makassar, Baubau dan Buton, Ternate dan Tidore, Banda Neira, dan Kupang. Hal ini merupakan salah satu upaya diplomasi budaya yang diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, serta upaya untuk melibatkan generasi muda untuk mengenal narasi sejarah peradaban rempah dari geladak kapal Indonesia sendiri.
Baca Juga
Komandan KRI Dewaruci Mayor Laut (P) Sugeng Hariyanto menuturkan, pihak TNI Angkatan Laut sangat merasa terhormat sebab menjadi bagian dari program ini. Menurutnya, kegiatan ini akan membuka wawasan bagi generasi muda bahwa kekuatan rempah Indonesia di mata dunia tak bisa dianggap sebelah mata.
Selain itu, juga menumbuhkan rasa bangga terhadap KRI Dewaruci. Yakni kapal pelatihan bagi taruna/kadet Akademi Angkatan Laut, TNI Angkatan Laut gang merupakan kapal layar terbesar yang dimiliki TNI Angkatan Laut
"Kami mau membangkitkan pemahaman dan spirit generasi muda saat ini bahwa rempah-rempah itu adalah milik kita. Oleh karena itu kami ajak seluruh pemuda terbaik dari seluruh provinsi untuk berlayar dengan Dewaruci agar mereka semua ingat bahwa rempah-rempah Nusantara bisa mempengaruhi seluruh peradaban dunia," tukasnya.
Lihat Juga: Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
(agn)