Tangkal Radikalisme dan Intoleran, Kapolda Gorontalo: Penyuluh Agama Harus Melek Digital
loading...
A
A
A
GORONTALO - Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Akhmad Wiyagus mengajak para penyuluh agama memanfaatkan teknologi dalam memberikan pemahaman dan perspektif positif kepada masyarakat tentang nilai-nilai keagamaan.
Langkah itu untuk mengantisipasi dan mencegah gerakan radikalisme dan intoleran di kalangan masyarakat.
"Dengan adanya kemajuan teknologi ini marilah kita gunakan kemajuan teknologi ini dengan hal-hal yang positif dan jangan sampai kita menggunakan teknologi untuk hal-hal yang negatif," kata Kapolda di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Wilayah Gorontalo, dikutip Rabu (18/5/2022).
Dia juga mengingatkan bahwa saat ini banyak paham-paham radikal dan intoleran bertebaran di media sosial. Untuk itu, ia pun berharap agar masyarakat tidak salah dalam mengakses berita atau informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Jenderal polisi bintang dua itu mengharapkan agar para penyuluh agama juga melek digital, sekaligus mampu memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat agar tidak menjadi korban hoaks dan informasi sesat di dunia maya.
Apalagi sampai menjadi target operasi agitasi propaganda kelompok radikal, intoleran ekstremisme.
"Saat ini dengan dimudahkan kita dalam informasi ada paham-paham radikal yang selalu eksis di media sosial, sehingga kita semua harus benar-benar bisa mengantisipasi hal-hal tersebut," tuturnya.
Sementara Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Gorontalo Densus 88 Anti Teror Polri, Kombes Pol Didik Novi Rahmanto menyampaikan, bahwa salah satu faktor penyebab munculnya intoleransi dan radikalisme adalah rasa tidak nyaman.
Hal itu dalam konteks menjalankan agama, hubungan sosial dan merasa curiga terhadap kelompok di luar agama dan etnisnya. Situasi ini sangat efektif membuat orang lain berpikir radikal dan ekstremis.
"Faktor penyebab intoleransi dan radikalisme yaitu perasaan terancam terhadap agama lain, etnik lain, ketidakpercayaan terhadap agama lain, ketidak percayaan terhadap etnik lain, religiusitas, fanatisme, sekularitas serta penggunaan media sosial yang salah," kata Kombes Pol Didik.
Untuk itu, dia sangat berharap agar penyuluh agama bisa memiliki kemampuan memutus mata rantai radikalisme, mendorong toleransi di kalangan masyarakat dan memperkuat ideologi Pancasila dan NKRI.
Ia juga berharap agar para penyuluh juga mampu menjadi mitra pemerintah dalam menyebarkan literasi terkait pencegahan radikalisme, ikut menyebarkan dan menggelorakan narasi kebhinekaan, serta mampu menjadi konsultan bagi masyarakat.
Langkah itu untuk mengantisipasi dan mencegah gerakan radikalisme dan intoleran di kalangan masyarakat.
"Dengan adanya kemajuan teknologi ini marilah kita gunakan kemajuan teknologi ini dengan hal-hal yang positif dan jangan sampai kita menggunakan teknologi untuk hal-hal yang negatif," kata Kapolda di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Wilayah Gorontalo, dikutip Rabu (18/5/2022).
Dia juga mengingatkan bahwa saat ini banyak paham-paham radikal dan intoleran bertebaran di media sosial. Untuk itu, ia pun berharap agar masyarakat tidak salah dalam mengakses berita atau informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Jenderal polisi bintang dua itu mengharapkan agar para penyuluh agama juga melek digital, sekaligus mampu memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat agar tidak menjadi korban hoaks dan informasi sesat di dunia maya.
Apalagi sampai menjadi target operasi agitasi propaganda kelompok radikal, intoleran ekstremisme.
"Saat ini dengan dimudahkan kita dalam informasi ada paham-paham radikal yang selalu eksis di media sosial, sehingga kita semua harus benar-benar bisa mengantisipasi hal-hal tersebut," tuturnya.
Sementara Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Gorontalo Densus 88 Anti Teror Polri, Kombes Pol Didik Novi Rahmanto menyampaikan, bahwa salah satu faktor penyebab munculnya intoleransi dan radikalisme adalah rasa tidak nyaman.
Hal itu dalam konteks menjalankan agama, hubungan sosial dan merasa curiga terhadap kelompok di luar agama dan etnisnya. Situasi ini sangat efektif membuat orang lain berpikir radikal dan ekstremis.
"Faktor penyebab intoleransi dan radikalisme yaitu perasaan terancam terhadap agama lain, etnik lain, ketidakpercayaan terhadap agama lain, ketidak percayaan terhadap etnik lain, religiusitas, fanatisme, sekularitas serta penggunaan media sosial yang salah," kata Kombes Pol Didik.
Untuk itu, dia sangat berharap agar penyuluh agama bisa memiliki kemampuan memutus mata rantai radikalisme, mendorong toleransi di kalangan masyarakat dan memperkuat ideologi Pancasila dan NKRI.
Ia juga berharap agar para penyuluh juga mampu menjadi mitra pemerintah dalam menyebarkan literasi terkait pencegahan radikalisme, ikut menyebarkan dan menggelorakan narasi kebhinekaan, serta mampu menjadi konsultan bagi masyarakat.
(shf)