Hutan Bowosie Dirambah Sejak 1998, Penolakan BPOLBF oleh KMRB Kian Lemah

Rabu, 27 April 2022 - 15:22 WIB
loading...
Hutan Bowosie Dirambah...
Hutan Bowosie yang masuk Kelurahan Wae Kelambu, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, dirambah warga. Foto/Inews TV/Yoseph Mario Antognoni
A A A
MANGGARAI BARAT - Fakta-fakta baru mulai terkuat dalam karut-marut Hutan Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Kondisi ini membuat penolakan Kesatuan Masyarakat Racang Buka (KMRB), terhadap pembangunan pemanfaatan lahan Hutan Bowosie, kian lemah.



Pembangunan pemanfaatan Hutan Bowosie, dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF). Penolakan yang dilakukan KMRB semakin lemah, karena tidak sesuai data, dan dokumen legal dalam menguasai lahan negara ini.



Menurut Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Kabupaten Manggarai Barat, Stefanus Nali, kegiatan perambahan pada Kawasan Hutan Nggorang Bowosie sudah dilakukan warga sejak tahun 1998. Sesuai data Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai saat itu, kegiatan perambahan mulanya dilakukan pada area hutan yang saat ini tepat berada di depan SPBU Wardun.



"Memang perambahan yang ada sudah dilakukan sejak tahun 1998, di depan SPBU Wardun, dengan jumlah perambah 53 orang. Itu sesuai data Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai, saat itu," ujar Nali. Dia menjelaskan, status hukum Kawasan Hutan Nggorang Bowosie (RTK 108) sebagai lahan negara, sebelumnya sudah tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 89/Kts-II/1983 tertanggal 2 Desember 1983.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut memuat ketentuan terkait Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Nusa Tenggara Timur, seluas 1.667.962 hektare, sebagai kawawan hutan yang didalamnya termasuk kawasan Hutan Nggorang Bowosie.

"Terkait status kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108 itu, sudah ditetapkan sejak tahun 1983, melalui SK Menteri Kehutanan No. 89/1983. Sejak surat keputusan itu dikeluarkan untuk Kawasan Hutan Nggorang Bowosie, dari tahun 93 - 97 dilakukan penataan batas bersamaan dengan wilayah Ulayat Boleng, Pacar, sebagian Macang Pacar, dan Mbeliling. Dan itu sudah selesai semua, di mana untuk total luas Kawasan Hutan Nggorang Bowosie itu 20.984,48 hektar, dengan total pilar 2.995 buah," jelasnya.

Dalam berita acara tata batas antara lahan masyarakat dengan kawsan hutan, dia menyebutkan bahwa kawasan hutan ditandai dengan penanaman pilar dimulai dari sebelah Toko Roti Theresa hingga area depan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manggarai Barat.

"Pilarnya sampai di atas toko roti menyusuri jalan sampai depan kantor pekerjaan umum, naik ke atas dan di belakang permukiman Kaper. Sebelah kiri jalan itu kehutanan, dan kanan jalan masyarakat. Rumah warga yang di depan SPBU Wardun itu masuk kawasan hutan," sebutnya.

Hutan Bowosie Dirambah Sejak 1998, Penolakan BPOLBF oleh KMRB Kian Lemah


Mengetahui adanya warga yang melakukan perambahan pada kawasan hutan ini, pada 22 Desember 1998, Camat Komodo mengeluarkan surat No. 054.4/670/XII/1998, yang kemudian dilanjutkan dengan surat Kepala Desa Persiapan Gorontalo, No. Pem.054.4/01/XII/1998 tanggal 23 Desember 1998, perihal larangan untuk membagi lahan dan menebas Hutan Tutupan Negara kepada saudara Ibrahim A. Hanta dkk.

Selain itu ada surat Camat Komodo No. 054.4/04/I/1999 tanggal 6 Januari 1999 perihal larangan untuk membagi lahan, dan menebang Hutan Tutupan Negara, di mana penyelesaiannya saat itu berupa membuat surat pengakuan oleh masing-masing pelaku. Meskipun telah dikeluarkannya surat larangan perambahan, baik oleh Camat Komodo, maupun Kepala Desa Persiapan Gorontalo, jumlah perambah ternyata semakin meningkat. "Kepemilkan lahan kita tidak tau persis berapa perorang, karena kita minta data juga tidak dikasih. Kita juga keterbatasan anggota dan perambahan terus berjalan," ungkapnya.

Akibat situasi tersebut, akhirnya dilakukan sosialisasi penjelasan hukum terhadap tanah di kawasan hutan Nggorang Bowosie RTK 108 kepada 58 orang perambah yang dilakukan oleh Camat Komodo saat itu. Hingga pada tanggal 1 Desember 2004, Bupati Manggarai Barat pun mengeluarkan surat No. DPKLH.522.7/271/XII/2004 perihal larangan membangun rumah dalam Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108.

Lanjut Nali, upaya untuk memberikan pemahaman kepada warga untuk tidak melakukan perambahan dalam kawasan hutan ini kembali dilakukan Pemkab Manggarai Barat, dengan mengeluarkan surat No. DPKLH.522.11/04/I/2005 tertanggal 8 Januari 2005, perihal penertiban hukum di mana membahas tentang langkah hukum penertiban perambahan Kawasan Hutan Nggorang Bowosie.



Beberapa poin yang disepakati antara lain, melakukan sosialisasi kepada masyarkat tentang status Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108, bersama-sama oleh Dinas Pertambangan Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Polres Manggarai Barat, serta Kepala Desa Gorontalo bersama Kepala Desa Golo Bilas.

Selain itu juga disepakati, setiap orang dilarang melakukan kegiataan pembangunan rumah dan pembukaan kebun baru di dalam Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108 sejak 15 Januari 2005. Apabila ada yang melanggarnya, maka akan ditindak tegas melalui proses hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku. "Sejak 15 Januari 2005, aktifitas di dalam kawasan hutan khususnya pada area patung komodo sedikit berkurang," ujarnya.

Namun pada 6 Februari 2009, KPH kembali menemukan kepemlikan rumah baru dalam kawasan hutan, yang lokasinya di depan kantor pekerjaan umum, sampai dengan area patung komodo Wae Mata. Dari hasil pendataan, ada sebanyak 62 pemilik rumah dan terdapat 32 unit rumah yang baru dibangun pada tahun 2005 ke atas.

Hal ini pun menyebabkan Bupati Manggarai Barat waktu masih dijabat almarhum Fidelis Pranda, pada tahun 2011 mengeluarkan surat No. DK.522.71 /IV/2011 tanggal 21 April 2011, perihal larangan membangun rumah di dalam Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108, dan kepada Kapolres Manggarai Barat ,melalui surat No. DPKLH.522.11/16/I/2005 perihal Laporan Tindak Pidana Okupasi Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108, dengan hasil surat pernyataan atas nama Danie Dakul dan Abdul Jaharudin.

Keputusan ini, menurut Nali ditindaklanjuti dengan melakukan kegiatan rekonstruksi tata batas Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108 sepanjang 8 Km, yang dituangkan dalam surat No. DPKLH 522.6/142/VI/2006 tertanggal 2 Juni 2006 mulai dari Desa Nggorang, Desa Golo Bilas, Desa Gorontalo, dan Kelurahan Wae Kelambu.

Hutan Bowosie Dirambah Sejak 1998, Penolakan BPOLBF oleh KMRB Kian Lemah


Di tahun 2012, dalam rangka menyelesaian permasalahan dalam kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat, dilakukanlah usulan perubahan peruntukan dan fungsi Kawasan Hutan di Kabupaten Manggarai Barat, seluas 2.277 hektar. Dan dari hasil pengukuran, didapati seluas 4.036 hektar yang tersebar di beberapa kawasan hutan di seluruh wilayah Manggarai Barat.

Selanjutnya, berdasarkan perkembangan usulan masyarakat yang terus berkembang, maka usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan terus bertambah, pada 23 Desember 2013 Bupati Manggarai Barat, mengeluarkan surat No. EK.500/0/XII/2013 tentang usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan dengan total luas usulan mencapai 6.2888,54 hektar.

"Karena persoalan itu, kebijakan bupati saat itu harus diminta ke kementrian kehutanan supaya yang ada di depan SPBU dibebaskan dari kawasan hutan. Maka melalui perubahan tata ruang wilayah provinsi seluruh NTT, kita mengajukan perubahan peruntukan kawasan hutan dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, saat itu masyarakatnya hanya yang ada di depan SPBU saja, saat itu hanya mereka tidak ada yang lain," tegasnya.

Nali pun menambahkan surat Bupati Manggarai Barat No, EK.500/0/XII/2013 perihal usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan berimbas pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK.357/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2016 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 54.163 hektare, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 12.168 hektare, dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.811 hektare di Provinsi NTT.

Dalam keputusan menteri tersebut, menunjukan di wilayah Kabupaten Manggarai Barat RTK 108 Nggorang Bowosie terdiri dari empat poligon, yakni dua poligon di Desa Golo Lujang, Kecamatan Boleng; satu poligon di Desa Gorontalo; dan satu poligon di Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo. Untuk poligon Desa Gorontalo luasannya 38 hektar, yang merupakan hasil perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan di Provinsi NTT, dengan peruntukan alokasi penggunaan lain (APL).

"Dari hasil usulan review tata ruang provinsi maka ada sebagian kawasan di Manggarai Barat, yang dilkeluarkan, kita usulkan 6.000 hektar diseluruh Manggarai Barat. Namun yang disetujui hanya 194 hektare, salah satunya di depan SPBU Wardun itu 38,47 hektare; Wae Nahi 11,16 hektare, dan lainnya di Golo Lujang. Itu menjadi kawasan APL, sehingga keluarlah SK Mentri Kehutanan No. 357 tahun 2016 untuk membatasi mana kawasan hutan yang dikeluarkan, mana yang masih dipertahankan menjadi kawasan hutan," ungkapnya.



"Batasnya tepat di belakang perumahan yang ada (depan SPBU Wardun) sekarang ini sampai di atas bukit, pendataan kita Desember 2021 itu ada 2-3 rumah yang terpaksa harus terpotong bagian belakangnya, karena batasnya hanya sampai di situ," papar Nali

"Adapun masyarakat yang sekarang ini baru, KMRB saya baru dengar belakangan. Waktu penyelsaian dari 2004 - 2018 kita belum mengenal yang namanya Masyarakat Rancang Buka, yang kita urus hanya yang di depan SPBU Wardun. Itu tadi, kalau data kami yang dari kabupaten Manggarai, perambahan itu dilakukan mungkin hanya 55 orang pada tahun 1998, yang sekarang yang dibilang 200 orang itu belum ada datanya di kami, dari Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai, juga tidak ada soal mereka. Dan Kenyataannya yang kita lihat selama dari 2004 - 2015 itu tidak ada permukiman, hanya hutan," lanjutnya

Selain itu Nali menambahkan, Sebelum dilakukannya pengajuan surat Bupati Manggarai Barat No. EK.500/0/XII/2013, pada 23 April 2013 Pemkab Manggarai Barat, terlebih dahulu mengeluarkan surat edaran Bupati Manggarai Barat No. Eko.500/16/IV/2013 perihal Larangan Membagi Tanah dalam Kawasan Hutan Negara.

Selain itu juga sebelum diterbitkannya SK.357/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2016 ini, pada tahun 2014 Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai Barat, mengeluarkan sebuah surat No. DK.522/123/7/2014 perihal larangan membagi tanah dalam kawasan hutan Negara tanggal 3 Juli 2014 yang ditujukan kepada para Camat se - Kabupaten Manggarai Barat, para Kepala Desa dan Lurah se-Kabupaten Manggarai Barat, para Tua Golo se-Kabupaten Manggarai Barat, yang dilanjutkan dengan surat No. DK.522/167.a/X/2014 tanggal 2 Oktober 2014 perihal larangan membagi tanah dalam kawasan hutan Negara Nggorang bowosie RTK 108.

Pada tahun 2015, Bupati Manggarai Barat membentuk tim terpadu pengendalian perambahan hutan di Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108 lokasi Patung Komodo Kabupaten Manggarai Barat, melalui SK No. Kep/HK/2015 tanggal Oktober 2015, menyusul hasil telaahan Dinas Kehutanan kepada Bupati Manggarai Barat, dalam surat No. DK.522/157/X/2015 tanggal 29 Oktober 2015 perihal upaya penyelesaian perambahan di Kawasan Hutan Nggorang Bowosie RTK 108, menyusul terjadinya perambahan yang semakin marak dan pembukaan lahan secara besar-besaran di lokasi Patung Komodo dan sekitarnya.



" Perambahaan secara besar-besaran itu terjadi tahun 2015 di Wae Mata. Kita langsung melakukan operasi terpadu. Kita bongkar semua yang ada di dalam kawasan hutan. Kita tangkap tangan pelaku ada tiga orang, dan langsung lapor ke Polsek Komodo, diambil keterangan sampai dengan olah TKP, hanya setelah itu kami sudah tidak tahu kelanjutannya, praktis sejak 2015 - 2017 tidak ada kegiatan perambahan," ucapnya

"Namun sejak 2018 mulai lagi kegiatan, kita lakukan operasi tim terpadu lagi tapi belum tertangkap. Pada 2019-2020 kita tangkap tangan delapan orang di Wae Nahi. Dan kita ambil keterangan, setelah itu berapa hari kemudian kita melakukan pulbaket, kita temukan ada 11,17 hektare yang perambahan baru, jadi ditambah 59,87 hektare perambahan lama di tahun 2015, maka total perambahan 71,04 haktere," sambungnya.

Terkait lahan yangb dikelola BPOLBF, Nahi menyebut, sesuai dengan Perpres No. 32 /2018 luas lahan yang di kelola seluas 400 hektare. Lahan seluas 135 haktare yang dikelola secara otoritatif oleh BPOLBF bukan merupakan kawasan hutan, sementara yang seluas 265 hektare merupakan lahan negara dan BPOLBF hanya mengelolanya untuk jasa wisata.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memberikan persetujuan prinsip tukar-menukar kawasan. "Jadi yang 135 hektare itu tukar-menukar kawasan di Ngada, seluas 500 hektare. Sehinga di NTT secara keseluruhan tidak mengalami perubahan luasan hutan, dan itu sudah berproses. Yang dikerjakan BPOLBF di luar lahan APL," pungkas Nali.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2877 seconds (0.1#10.140)