Riwayat Pulau Run, Koloni Inggris yang Ditukar Belanda dengan Manhattan New York

Senin, 25 April 2022 - 05:05 WIB
loading...
Riwayat Pulau Run, Koloni Inggris yang Ditukar Belanda dengan Manhattan New York
Ilustrasi Kepulauan Banda. Foto: Istimewa
A A A
ORANG New York mungkin akan tetap berbahasa Belanda dan bukan bahasa Inggris, jika tidak ada perjanjian breda agreement 1667 yang menukar Pulau Run dengan Nieuw Amsterdam dari Belanda kepada Inggris.

Demikian, ulasan singkat Cerita Pagi kali ini akan sedikit mengupas salah satu pertukaran terbesar dalam sejarah perdagangan rempah di dunia itu. Seperti apa? Berikut ulasannya.

Pulau Run merupakan salah satu pulau terkecil di gugusan Kepulauan Banda. Namun, paling sering dibicarakan dunia, karena kekayaan alamnya yang begitu besar. Harta tersebut bukan emas, tetapi buah pala.



Pohonnya digambarkan tinggi dan ditumbuhi dedaunan seperti pohon salam, dihiasi bunga-bunga berbentuk lonceng, dan menghasilkan buah sekuning jeruk berdagang tebal. Para botanis menamai pohon ini Myristica Fragrans.

Tetapi pedagang Inggris, menyebutnya sebagai pala. Pada abad ke-17, pala merupakan lambang kemewahan Eropa.

Pala merupakan jenis rempah yang memiliki khasiat pengobatan sangat hebat, sehingga banyak orang yang rela untuk mempertaruhkan nyawa mereka agar mendapatkannya. Hal ini bukan isapan jempol dan nyata adanya.

Bahkan, para dokter zaman Elizabeth di London mengklaim, bahwa bola-bola aroma terapi yang terbuat dari pala adalah satu-satunya penawar untuk wabah sampar yang diawali dengan bersin dan diakhirnya dengan kematian saat itu.



Alhasil, pala menjadi rempah yang sangat diburu seperti emas. Saat ini, pala masih digunakan untuk mengobati perut kembung dan demam biasa. Tetapi, mereka tidak tahu dari mana asal pala itu.

Awalnya, para pedagang London membeli rempah-rempah dari Venesia. Mereka tidak tahu asal pala dari Hindia Timur. Akhirnya, mereka melakukan penyidikan dan mengetahui bahwa rempah Venesia didapat dari Konstantinopel.

Proses penyidikan pun berkembang, hingga akhirnya diketahui bahwa pala berasal dari Hindia Timur. Tetapi, tidak ada satu pun pelaut yang pernah menjangkau wilayah itu. Bahkan, banyak yang meragukan keberadaan tempat itu.

Di Hindia Timur, pala tumbuh seperti ilalang. Pohon yang begitu rewel terhadap kondisi iklim dan lapisan tanah ini, hanya tumbuh di sekumpulan kecil kepulauan. Wilayah kepulauan itu adalah Banda.



Bagi pelaut Eropa, Kepulauan Banda kerap diwarnai dengan dongeng-dongeng menakutkan. Mulai dari monster yang suka memangsa kapal-kapal yang lewat, hantu-hantu dari balik karang, hingga para kanibal dan pemburu kepala.

Tetapi, cerita-cerita itu tidak membuat para pelaut Eropa takut. Sebaliknya, Portugal, Spanyol, dan Inggris terlibat perlombaan menemukan Kepulauan Banda. Bangsa Eropa yang pertama tiba adalah Portugis, pada 1511.

Meski demikian, Portugis tidak pernah berhasil menginjak Pulau Run yang jaraknya 10 mil ke arah barat Neira dan dikelilingi karang-karang berbahaya, serta tersembunyi. Pulau ini juga dilanda musim hujan dua kali setahun.

Kesulitan itu masih ditambah penduduk Pulau Run yang dikenal suka perang dan memenggal kepala manusia. Hal ini membuat Portugis berhitung. Akhirnya, mereka memilih membeli pala dari para pedagang lokal.



Kegagalan Portugis menjadi tantangan bagi Inggris. Tentu, tidak mudah bagi Inggris mencapai Kepulauan Banda. Tidak sedikit juga pengorbanan mereka untuk mencapai pulau terpencil ini. Namun, akhirnya mereka berhasil juga.

Bangsa Eropa terakhir yang tiba di Kepulauan Banda adalah Belanda. Bangsa Belanda pertama kali mengirimkan pelaut mereka ke Kepulauan Banda, pada 1595. Tetapi bangsa yang rakus ini tidak hanya berdagang.

Saat melihat Inggris dan Portugis sudah lebih dahulu di Banda, Belanda mengubah tujuan awal mereka dari berdagang menjadi menaklukkan terhadap Kepulauan Banda. Pala yang awalnya mendatangkan keuntungan menjadi bencana.

Pada 1609, VOC mengirim armada yang besar di bawah pimpinan Laksamana Verhoeven. Pertama-tama, mereka membuat perjanjian dengan orang-orang kaya Banda, untuk memonopoli perdagangan pala.



Tidak hanya itu, Belanda lalu membuat benteng Nassau, di tempat Portugis pernah membangunnya tetapi gagal. Hal ini membuat curiga warga Banda. Pada satu kesempatan, Verhoeven dan pasukannya akhirnya dibunuh.

Peristiwa ini mengobarkan perang antara Belanda dengan rakyat Banda. Penduduk Kepulauan Banda, lalu mengalihkan dagangnya kepada Inggris. VOC lalu membangun benteng yang kedua di Pulau Banda, yakni Fort Belgica.

Serangan Belanda ke Kepulauan Banda yang kedua, dipimpin langsung oleh Gubernur Jenderal VOC dengan kedudukan di Batavia, Jan Pieterszoon Coen, pada 1621. Coen berangkat dengan kekuatan 13 kapal besar.

Dia membawa tentara orang Belanda sebanyak 1.600 orang, ditambah 250 orang yang lebih dahulu berada di Banda. Jumlah itu masih ditambah 300 orang Jawa yang berstatus narapidana, 100 samurai Jepang, dan budak belian.



Pasukan Coen tiba di Banda, pada 1621. Pertama-tema, mereka menaklukkan Pulau Lontor. Di pulau ini, Belanda kembali membangun bentengnya, yakni Fort Hollandia. Pulau Lontor lalu diserahkan kepada Kapten tSonck.

Pasukan Belanda yang banyak itu ditempatkan di rumah-rumah penduduk, dan masjid dijadikan sebagai markas perang mereka. Pada 21 April 1621, lentera di dalam masjid jatuh tersenggol dan membakar masjid.

Tanpa menyelidiki terlebih dahulu, tSonck memvonis bahwa jatuhnya lentera itu adalah disengaja oleh penduduk Lontor sebagai lonceng perang terhadap VOC. Seketika itu juga, tSonck memerintahkan pasukannya mengejar penduduk.

Warga yang sembunyi di hutan dan gunung-gunung dikejar lalu dibunuh. Rumah-rumah penduduk, dan perahu mereka dibakar. Pembantaian berlangsung sangat kejam terhadap penduduk. Desa-desa dibakar, warga mati kelaparan.



Tidak sedikit warga yang berhasil melarikan diri meminta perlindungan demi kelangsungan hidupnya terhadap Inggris.

Dari sekitar 15.000 jiwa penduduk Pulau Banda, 300 orang berhasil melarikan diri. Tetapi yang meninggal sebanyak 2.500 orang. Akibat pembantaian itu, jumlah penduduk Banda saat itu, hanya tersisa 1.000 jiwa saja.

Coen lalu melanjutkan pendudukannya terhadap Pulau Ai dan kembali membangun benteng di pulau itu, yakni benteng Fort Rvenge. Dari Pulau Ai, Coen berencana menyerang Pulau Run. Namun, dibatalkan karena ada kapal Inggris.

Keberadaan Inggris di Pulau Run menyulitkan Belanda menguasai Kepulauan Banda sepenuhnya. Pulau Run merupakan koloni pertama Inggris. Mereka sama-sama memiliki harapan yang besar terhadap perdagangan pala.



Meski demikian, Belanda akhirnya bisa menduduki Pulau Run, hingga 1665. Berhubung dikeluarkannya Navigation Act, maka VOC kembali menyerahkan Pulau Run kepada Inggris. Akhirnya, disepakati perjanjian damai oleh keduanya.

Perjanjian damai itu dikenal juga dengan Perjanjian Breda atau Breda Agreement 1667. Dalam perjanjian damai itu, Inggris menyerahkan Pulau Run kepada Belanda. Sebagai imbalannya, Belanda menyerahkan koloni mereka.

Konoli Belanda saat itu adalah sebuah pulau di muara sungai Hudson yang dibangun oleh Pieter Stuyvesant, pada 1627. Pulau itu, kini dikenal sebagai Manhattan, salah satu pusat dari Kota New York.

Sementara Pulau Run, kini tetap dalam kondisinya yang terpencil, dihuni oleh nelayan yang hidup dengan sederhana.

Sampai di sini, ulasan singkat Cerita Pagi diakhiri. Semoga bermanfaat.

Sumber tulisan:
1. Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia: Kemunculan Penjajahan di Indonesia, ±1700-1900, Balai Pustaka, 2008.
2. Rosmaida Sinaga, Lister Eva Simangunsong, Syarifah Syarifah, Kolonialisme Belanda dan Multikulturalisme Masyarakat Kota Medan, Yayasan Kita Menulis, 2020.
3. Giles Milton, Ida Rosdalina, Pulau Run, Magnet Rempah-Rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan, Pustaka Alvabet, 2018.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3086 seconds (0.1#10.140)