DPW Perindo NTB Apresiasi Polda NTB dan Polri SP3 Kasus Korban Begal Jadi Tersangka
loading...
A
A
A
MATARAM - Kasus yang menyeret Murtade alias Amaq Sinta (34) menarik simpati publik. Publik menilai pelabelan tersangka dalam kasus yang dialaminya dinilai janggal.
Kecaman terhadap kebijakan itu banyak muncul. Tak ingin publik gaduh terlampau jauh, Polda NTB segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus Amaq Sinta, warga Kabupaten Lombok Tengah yang menjadi tersangka seusai membunuh dua begal oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca juga: Polda NTB Hentikan Penyidikan Kasus Jawara Bunuh 2 Begal Sadis di Mataram
Partai Persatuan Indonesia (Perindo) menyambut baik penerbitan SP3 terhadap Amaq Sinta. "Perbuatan membunuh 2 begal itu dalam upaya membela diri dan dengan adanya SP3 kasus ini tentu memberikan rasa kemanusiaan kepada warga yang menjadi korban begal, setelah sebelumnya dia ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan 2 begal," kata Ketua DPW Partai Perindo NTB Lalu Athari Fathullah, Senin (18/4/2022).
Lantas, Athari Fathullah mengatakan ada 2 hal yang perlu dicermati dalam kasus AS ini. Pertama, kasus ini harus dilihat dari sisi AS sebagai korban begal dan upaya membela diri. Kedua, aksi menghilangkan 2 nyawa pelaku begal merupakan perbuatan melawan hukum, namun setidaknya ada pengecualian.
"Membunuh memang bersalah, tetapi kan ada klausul lain menurut ilmu hukum dari sisi kemanusiaan dan alasan lain, bahwasanya perbuatan itu dalam upaya membela diri, karena merasa terancam," ujarnya.
Di awal kasus ini mencuat, dia menjelaskan Partai Perindo NTB tentu tidak sepakat AS ditetapkan sebagai tersangka. AS hanya ingin membela diri dari aksi begal tersebut. "Kita berharap kalau ada kasus-kasus seperti ini, pihak kepolisian jangan terburu-buru menetapkan seorang warga menjadi tersangka. Harus diselidiki lebih dalam dan melihat sisi lainnya," ungkapnya.
Peristiwa pembunuhan 2 begal itu bermula saat AS pergi ke Lombok Timur menggunakan sepeda motor mengantarkan nasi beserta lauk kepada ibu di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/4/2022) malam.
Di tengah jalan sepeda motor AS dipepet 2 orang pelaku begal. Salah seorang pelaku begal kemudian menghampiri sambil mengayunkan senjata tajam ke arah AS.
Kaget dan terancam, AS melakukan perlawanan menggunakan senjata tajam dan membunuh pelaku begal tersebut.
Melihat rekannya tewas bersimbah darah, pelaku begal lainnya mencoba membantu. Turun dari motornya, pelaku begal itu langsung bertarung sengit memberikan perlawanan.
Dua pelaku begal berinisial P (30) dan OWP (21) warga Desa Beleka itu, akhirnya tewas di tangan AS.
Tidak lama kemudian, 2 pelaku begal lainnya datang hendak membantu, namun seusai melihat 2 rekannya tewas terkapar di jalan, kedua begal itu bergegas kabur menggunakan motor.
Seusai membunuh 2 begal, AS kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersebut menuai protes dari warga setempat, hingga kemudian Polda NTB mengeluarkan SP-3 atau pemberhentian kasus tersebut dan hanya dikenakan wajib lapor
Kecaman terhadap kebijakan itu banyak muncul. Tak ingin publik gaduh terlampau jauh, Polda NTB segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus Amaq Sinta, warga Kabupaten Lombok Tengah yang menjadi tersangka seusai membunuh dua begal oleh Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca juga: Polda NTB Hentikan Penyidikan Kasus Jawara Bunuh 2 Begal Sadis di Mataram
Partai Persatuan Indonesia (Perindo) menyambut baik penerbitan SP3 terhadap Amaq Sinta. "Perbuatan membunuh 2 begal itu dalam upaya membela diri dan dengan adanya SP3 kasus ini tentu memberikan rasa kemanusiaan kepada warga yang menjadi korban begal, setelah sebelumnya dia ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan 2 begal," kata Ketua DPW Partai Perindo NTB Lalu Athari Fathullah, Senin (18/4/2022).
Lantas, Athari Fathullah mengatakan ada 2 hal yang perlu dicermati dalam kasus AS ini. Pertama, kasus ini harus dilihat dari sisi AS sebagai korban begal dan upaya membela diri. Kedua, aksi menghilangkan 2 nyawa pelaku begal merupakan perbuatan melawan hukum, namun setidaknya ada pengecualian.
"Membunuh memang bersalah, tetapi kan ada klausul lain menurut ilmu hukum dari sisi kemanusiaan dan alasan lain, bahwasanya perbuatan itu dalam upaya membela diri, karena merasa terancam," ujarnya.
Di awal kasus ini mencuat, dia menjelaskan Partai Perindo NTB tentu tidak sepakat AS ditetapkan sebagai tersangka. AS hanya ingin membela diri dari aksi begal tersebut. "Kita berharap kalau ada kasus-kasus seperti ini, pihak kepolisian jangan terburu-buru menetapkan seorang warga menjadi tersangka. Harus diselidiki lebih dalam dan melihat sisi lainnya," ungkapnya.
Peristiwa pembunuhan 2 begal itu bermula saat AS pergi ke Lombok Timur menggunakan sepeda motor mengantarkan nasi beserta lauk kepada ibu di Jalan Raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Minggu (10/4/2022) malam.
Di tengah jalan sepeda motor AS dipepet 2 orang pelaku begal. Salah seorang pelaku begal kemudian menghampiri sambil mengayunkan senjata tajam ke arah AS.
Kaget dan terancam, AS melakukan perlawanan menggunakan senjata tajam dan membunuh pelaku begal tersebut.
Melihat rekannya tewas bersimbah darah, pelaku begal lainnya mencoba membantu. Turun dari motornya, pelaku begal itu langsung bertarung sengit memberikan perlawanan.
Dua pelaku begal berinisial P (30) dan OWP (21) warga Desa Beleka itu, akhirnya tewas di tangan AS.
Tidak lama kemudian, 2 pelaku begal lainnya datang hendak membantu, namun seusai melihat 2 rekannya tewas terkapar di jalan, kedua begal itu bergegas kabur menggunakan motor.
Seusai membunuh 2 begal, AS kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersebut menuai protes dari warga setempat, hingga kemudian Polda NTB mengeluarkan SP-3 atau pemberhentian kasus tersebut dan hanya dikenakan wajib lapor
(msd)