Gunakan Mobil Berstiker Mabes Polri, 3 Mahasiswa Sedot Ratusan Liter Solar Bersubsidi
loading...
A
A
A
PALEMBANG - Lima orang anggota komplotan penyalahgunaan solar bersubsidi diringkus Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan. Ironisnya, tiga dari lima orang tersangka yang ditangkap polisi tersebut, berstatus sebagai mahasiswa. Mereka menggunakan minibus yang ditempeli stiker Mabes Polri.
Mereka melancarkan aksinya, dengan cara memodifikasi tangki BBM minibus, lalu digunakan untuk membeli ratusan liter solar bersubsidi. Ada dua mobil minibus yang berhasil disita polisi dari para tersangka, semuanya sudah dimodifikasi tangkinya.
Dari barang bukti yang disita, terlihat jok minibus tersebut telah dilepas dan diganti dengan tangki berbentuk kotak besar yang dapat menampung ratusan liter solar. Tangki tersebut dimodifikasi, dilengkapi dengan pompa minyak untuk mengeluarkan solar.
Para pelaku mendatangi sejumlah SPBU dan melakukan pengisian solar bersubsidi. Namun, aksi mereka terendus oleh polisi yang akhirnya dilakukan penangkapan di dua lokasi berbeda. Selain mobil minibus, polisi juga menyita 500 liter solar bersubsidi.
Ketiga tersangka yang masih berstatus sebagai mahasiswa tersbut, yakni berinisial MRA, MN, dan MFA. Sementara dua tersangka lainnya yakni berinisial AP dan AR. Dalam sehari, kelima tersangka bisa mendatangi 3-4 SPBU di Kota Palembang, untuk mengisi solar bersubsidi.
Salah satu tersangka, MRA mengaku berperan sebagai sopir minibus. Dia sudah dua minggu terakhir ikut menjalankan bisnis penyalahgunaan solar bersubsidi tersebut. Saat ditangkap, dia kedapatan sedang mengisi solar sebanyak 300 liter. "Dapat upah sehari Rp100 ribu," ujar warga Kabupaten Muara Enim ini.
Dirreskrimsus Polda Sumatera Selatan, Kombes Pol. Barly Ramadhani mengatakan, penyelidikan kasus penyalahgunaan solar bersubsidi ini, tidak akan berhenti hanya pada lima tersangka ini saja. "Kami juga akan mendalami keterlibatan oknum pegawai SPBU," tegasnya.
Saat ini polisi masih memeriksa kelima tersangka, untuk mendalami aliran penjualan solar bersubsidi tersebut. Akibat ulahnya, kelima tersangka dijerat Pasal 55 UU No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi, dan Pasal 40 angka 9 UU No. 11/2022 tentang cipta kerja dengan ancaman hukuman enam tahun penjara atau denda Rp60 miliar.
Mereka melancarkan aksinya, dengan cara memodifikasi tangki BBM minibus, lalu digunakan untuk membeli ratusan liter solar bersubsidi. Ada dua mobil minibus yang berhasil disita polisi dari para tersangka, semuanya sudah dimodifikasi tangkinya.
Dari barang bukti yang disita, terlihat jok minibus tersebut telah dilepas dan diganti dengan tangki berbentuk kotak besar yang dapat menampung ratusan liter solar. Tangki tersebut dimodifikasi, dilengkapi dengan pompa minyak untuk mengeluarkan solar.
Para pelaku mendatangi sejumlah SPBU dan melakukan pengisian solar bersubsidi. Namun, aksi mereka terendus oleh polisi yang akhirnya dilakukan penangkapan di dua lokasi berbeda. Selain mobil minibus, polisi juga menyita 500 liter solar bersubsidi.
Ketiga tersangka yang masih berstatus sebagai mahasiswa tersbut, yakni berinisial MRA, MN, dan MFA. Sementara dua tersangka lainnya yakni berinisial AP dan AR. Dalam sehari, kelima tersangka bisa mendatangi 3-4 SPBU di Kota Palembang, untuk mengisi solar bersubsidi.
Salah satu tersangka, MRA mengaku berperan sebagai sopir minibus. Dia sudah dua minggu terakhir ikut menjalankan bisnis penyalahgunaan solar bersubsidi tersebut. Saat ditangkap, dia kedapatan sedang mengisi solar sebanyak 300 liter. "Dapat upah sehari Rp100 ribu," ujar warga Kabupaten Muara Enim ini.
Dirreskrimsus Polda Sumatera Selatan, Kombes Pol. Barly Ramadhani mengatakan, penyelidikan kasus penyalahgunaan solar bersubsidi ini, tidak akan berhenti hanya pada lima tersangka ini saja. "Kami juga akan mendalami keterlibatan oknum pegawai SPBU," tegasnya.
Saat ini polisi masih memeriksa kelima tersangka, untuk mendalami aliran penjualan solar bersubsidi tersebut. Akibat ulahnya, kelima tersangka dijerat Pasal 55 UU No. 22/2001 tentang minyak dan gas bumi, dan Pasal 40 angka 9 UU No. 11/2022 tentang cipta kerja dengan ancaman hukuman enam tahun penjara atau denda Rp60 miliar.
(eyt)