Proyek Kereta Api di Parangloe Terhambat Pembebasan Lahan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Rencana penetepan lokasi stasiun Kereta Api Makassar-Parepare yang terletak di Kelurahan Parangloe, Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar menemui kendala. Hal itu lantaran pemilik lahan menolak membebaskan lahannya.
Kepala Bidang Pertanahan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkintan) Sulawesi Selatan, Fahruddin menuturkan, pada tahapan konsultasi publik , pemilik lahan tidak menyetujui adanya pembangunan sehingga penetapan lokasi (penlok) belum bisa diterbitkan.
"Pada saat konsultasi publik, pemilik lahan tidak menyetujui pembangunan. Jadi saya laporkan secara tertulis ke Pak Gubernur, setelah itu menunggu disposisi untuk memberi petunjuk bagaimana selanjutnya," katanya.
Kata Fahrudddin, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi atas lahan tersebut. Apakah lahan tersebut bakal ditinggalkan dengan mencari lokasi lain, atau lahan tidak dipindah, namun akan melibatkan Wali Kota Makassar untuk pembebasan lahannya.
Berdasarkan regulasi, lanjut dia, konsultasi publik juga bisa kembali dilakukan. Namun, jika pemilik lahan tetap menolak, maka akan dibentuk tim kajian.
"Tim kajian itu yang akan mengkaji apakah lokasinya memang sudah tidak bisa bergeser atau harus dicarikan tempat lain," katanya.
Diketahui, lahan yang harus dibebaskan di wilayah tersebut memiliki luasan sebesar 7,3 hektare.
Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar, Ahmad Namsum mengatakan, seluruh proses pembebasan lahan tersebut merupakan wewenang pemerintah provinsi, sebab luasannya di atas 5 hektare.
"Jadi semua terkait prosesnya itu di provinsi. Pemkot hanya memback-up, sehingga teknisnya sampai dengan terbitnya pemetaan lokasi itu wewenang provinsi melalui Dinas Perkintan," bebernya.
Dia mengaku pihak Pemkot siap mendukung dan menopang agar proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) itu bisa berjalan sukses.
Hanya saja, untuk persoalan teknis terkait pembebasan lahan, dia belum mau membeberkan lebih jauh. Pasalnya, pihak Pemkot masih menunggu keputusan akhir terkait model konstruksi rel di lahan Parangloe itu nanti.
Apakah tetap menggunakan sistem at grade seperti rencana awal, atau dengan sistem elevated seperti yang diinginkan pihak Pemkot.
"Kalau berbicara lokasi, pembebasan lahan, tentu harus kami lihat apakah yang disepakati itu konstruksi jalur di tanah datar atau melayang," ungkap dia.
Menurut dia, rel kereta api di Kota Makassar memang sebaiknya dibuat dengan sistem elevated agar tidak merusak kawasan pembangunan kota.
"Karena dengan kondisi wilayah kota yang begitu padat, banyaknya tata ruang yang sudah terplot, maka memang sebaiknya sesuai arahan wali kota, strukturnya adalah rel kereta api melayang," jelasnya.
Dia mengaku, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto sudah bertemu dengan pihak Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) untuk menyampaikan keinginan terkait sistem konstruksi rel itu.
"Kepala Balai sudah bertemu dengan wali kota untuk menyampaikan itu. Sehingga diminta untuk mengkomunikasikan dengan Kementerian Perhubungan terkait perubahan konstruksi," tandasnya.
Kepala Bidang Pertanahan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkintan) Sulawesi Selatan, Fahruddin menuturkan, pada tahapan konsultasi publik , pemilik lahan tidak menyetujui adanya pembangunan sehingga penetapan lokasi (penlok) belum bisa diterbitkan.
"Pada saat konsultasi publik, pemilik lahan tidak menyetujui pembangunan. Jadi saya laporkan secara tertulis ke Pak Gubernur, setelah itu menunggu disposisi untuk memberi petunjuk bagaimana selanjutnya," katanya.
Kata Fahrudddin, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi atas lahan tersebut. Apakah lahan tersebut bakal ditinggalkan dengan mencari lokasi lain, atau lahan tidak dipindah, namun akan melibatkan Wali Kota Makassar untuk pembebasan lahannya.
Berdasarkan regulasi, lanjut dia, konsultasi publik juga bisa kembali dilakukan. Namun, jika pemilik lahan tetap menolak, maka akan dibentuk tim kajian.
"Tim kajian itu yang akan mengkaji apakah lokasinya memang sudah tidak bisa bergeser atau harus dicarikan tempat lain," katanya.
Diketahui, lahan yang harus dibebaskan di wilayah tersebut memiliki luasan sebesar 7,3 hektare.
Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar, Ahmad Namsum mengatakan, seluruh proses pembebasan lahan tersebut merupakan wewenang pemerintah provinsi, sebab luasannya di atas 5 hektare.
"Jadi semua terkait prosesnya itu di provinsi. Pemkot hanya memback-up, sehingga teknisnya sampai dengan terbitnya pemetaan lokasi itu wewenang provinsi melalui Dinas Perkintan," bebernya.
Dia mengaku pihak Pemkot siap mendukung dan menopang agar proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) itu bisa berjalan sukses.
Hanya saja, untuk persoalan teknis terkait pembebasan lahan, dia belum mau membeberkan lebih jauh. Pasalnya, pihak Pemkot masih menunggu keputusan akhir terkait model konstruksi rel di lahan Parangloe itu nanti.
Apakah tetap menggunakan sistem at grade seperti rencana awal, atau dengan sistem elevated seperti yang diinginkan pihak Pemkot.
"Kalau berbicara lokasi, pembebasan lahan, tentu harus kami lihat apakah yang disepakati itu konstruksi jalur di tanah datar atau melayang," ungkap dia.
Menurut dia, rel kereta api di Kota Makassar memang sebaiknya dibuat dengan sistem elevated agar tidak merusak kawasan pembangunan kota.
"Karena dengan kondisi wilayah kota yang begitu padat, banyaknya tata ruang yang sudah terplot, maka memang sebaiknya sesuai arahan wali kota, strukturnya adalah rel kereta api melayang," jelasnya.
Dia mengaku, Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto sudah bertemu dengan pihak Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) untuk menyampaikan keinginan terkait sistem konstruksi rel itu.
"Kepala Balai sudah bertemu dengan wali kota untuk menyampaikan itu. Sehingga diminta untuk mengkomunikasikan dengan Kementerian Perhubungan terkait perubahan konstruksi," tandasnya.
(agn)