Gubernur Sulsel Minta Kabupaten/Kota Proaktif Edukasi Masif
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Sulawesi Selatan (Sulsel) fokus pada agenda massive tracking dan testing intensive dalam upaya pengendalian virus corona atau COVID-19. Pemerintah kabupaten/kota diminta ikut proaktif melakukan edukasi masif.
Baca : Sulsel Segera Terapkan Trisula Tekan Penyebaran COVID-19
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah menegaskan, tim Gugus Tugas COVID-19 Sulsel telah merumuskan strategi untuk menurunkan kurva epidemi COVID-19. Program yang kemudian diistilahkan trisula atau tiga upaya pengendalian COVID-19 Sulsel, yakni massive tracking, intensive testing, dan public health education.
Lewat program trisula ini, ditargetkan dilakukan 157.500 contact tracking. Dengan asumsi, tiap satu petugas mengidentifikasi minimal 5 kontak dari satu pasien. Kemudian rencananya akan dilakukan testing masif dengan target kepada 31.500 orang beresiko untuk memenuhi standar 3.500 per 1 juta penduduk.
Sementara upaya public health education, dengan memasifkan upaya-upaya edukasi publik. Rencananya akan dilakukan assesment perilaku untuk melihat tingkat pengetahuan dan kepatuhan masyarakat. Bahkan akan didorong pula perda atau aturan memgikat agar masyarakat disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
Namun dalam pelaksanaannya perlu didukung seluruh stakeholder dan kerjasama masyarakat. Potensi penularan COVID-19 masih besar terjadi. Masyarakat diminta tidak lengah, protokol kesehatan harus dilaksanakan secara ketat.
"Jujur saja kita butuh kesadaran yang tinggi pada masyarakat. Bahwa pandemi COVID-19 di Sulsel masih berpotensi sangat menularkan kemana-mana. Oleh karena itu kami juga secara masif melakukan upaya-upaya untuk segera memutus rantai penularan ini," tegas Nurdin yang ditemui di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, kemarin.
Dia tak menampik, beberapa tempat umum mulai dibuka secara bertahap. Namun bukan berarti pengawasan akan pencegahan penularan COVID-19 diabaikan. Jika semua pihak disiplin, Nurdin optimistis bisa menekan angka penularan ke angka terkecil.
"Kita harus lebih ketat lagi, terutama protokol kesehatan kita lakukan secara ketat. Termasuk seluruh masjid-masjid yang sudah dibuka untuk melaksanakan salat Jumat, terus mal, pasar, toko-toko harus melaksanakan protokol dengan ketat," tegasnya.
Nurdin tak menampik, kesulitan dalam penanganan COVID-19 karena semua pihak belum bersinergi dan saling mendukung. Regulasi harus dibuat pemerintah kabupaten/kota untuk bertindak tegas. Pemprov Sulsel sebagai supporting daerah.
"Jadi harusnya peraturan walikota, peraturan bupati itu yang harus dilakukan secara ketat. Tetapi kenyataannya hasil ini gugus tugas provinsi yang lebih aktif, sehingga saya pikir kedepan yang kita butuh ini bagaimana pemerintah kota secara berjenjang mulai dari camat, lurah, RT, RW," urai dia.
Ketua Gugus Tugas COVID-19 Sulsel memgaku, peningkatan kasus terkonfirmasi positif beberapa hari belakangan, karena efek dari pelonggaran. Kebijakan yang dibuat Pemkot Makassar ini berdampak pada kenaikan kurva epidemi di Sulsel.
"Kita juga sangat prihatin bahwa Makassar kalau kita lihat mulai begitu longgar. Walaupun kita memang kita lagi menyiapkan skenarionya. Kita sudah siapkan secara bertahap. Apakah karena ketidaktahuan Pj Wali Kota yang baru kita, sehingga langsung melonggarkan," paparnya.
Padahal kata Nurdin, pelonggaran aktivitas umum tidak bisa serta merta dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Makanya, Makassar sebagai episentrum utama penularan virus di Sulsel, mesti bersinergi dengan Pemprov Sulsel sebelum mengambil langkah.
"Kita juga kaget tiba-tiba ada itu (pelonggaran). Tapi tidak masalah, yang penting kita sudah sampaikan kepada gugus tugas kota Makassar untuk terus melakukan tracking lebih masif lagi. Sehingga kita bisa menemukan orang-orang yang berpotensi menular," tutur dia.
Nurdin memaparkan, bersama tim ahli di Gugus Tugas COVID-19 Sulsel telah menganalisa tren kenaikan penularan virus korona di Sulsel. Dari hasil analisa, puncak pandemi COVID-19 diprediksi akhir Juni 2020.
Baca Juga : Siap-siap, Skenario PSBB Tahap Ketiga Bakal Diterapkan di Makassar
"Memang dari seluruh tim kita itu sudah menganalisa bahwa prediksi puncak pandemi virus corona di Sulsel itu akan terjadi pada akhir Juni 2020, bahkan melewati. Tapi kalau Kota Makassar, puncaknya kira-kira minggu ketiga," sebut Nurdin.
Lebih jauh dijelaskan, peningkatan kasus COVID-19 di Sulsel bukan karena pemerintah tak bekerja. Justru, percepatan penambahan kasus ini lantaran massive tracking dan intensive testing. Agenda ini sangat efektif untuk menekan kurva laju penyebaran COVID-19.
"Dengan penelusuran kontak kasus positif ini tentu dapat kita kendalikan cepat, karena setelah kita temukan, kita karantina mereka. Terutama yang terpapar Covid-19 tapi tanpa gejala. Ini tentu dapat memutus potensi penyebaran yang lebih luas," tukasnya.
Nurdin memaparkan berkat intervensi yang dilakukan pemerintah melalui tim gugus, angka pertumbuhan kasus positif COVID-19 sekarang bisa ditekan hingga di angka 8%. Laju penyebaran virus pun jauh lebih melambat sekitar 8 hari untuk virus itu menggandakan atau menularkan ke orang lain.
Hal ini turun signifikan saat bulan Maret lalu, saat belum ada upaya intervensi yang dilakukan. Pertumbuhan kasus saat itu mencapai 28%, dengan penggandaan virus lebih cepat, butuh 3-4 hari.
"Tentu ada PR kita dari analisa seluruhnya yang kita sudah lakukan itu ada 30% OTG yang sementara kita telusuri dan kita lacak keberadaannya. Tentu ini untuk mencegah penularan yang lebih luas," pungkas dia.
Dari 24 kabupaten/kota di Sulsel, pencegahan dan pengendalian Covid-19 difokuskan kepada empat daerah episentrum. Salah satu, Kota Makassar sebagai episentrum utama. Lalu Kabupaten Gowa, Maros, dan Luwu Timur yang angka kasusnya masih besar.
Apalagi dengan kemunculan klaster baru di Sulsel. Misalnya sebut Nurdin, adanya kemunculan kasus terkonfirmasi positif warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Sungguminasa, Gowa.
"Memang terakhir klaster lapas wanita itu mengagetkan kita, karena ada 48 yang terkonfirmasi positif setelah hasil rapid, kemudian dilanjutkan swab. Tetapi ada 8 yang kita harus rujuk ke rumah sakit. Sisanya kita karantina di duta COVID-19, di hotel," imbuhnya.
Nurdin mengaku sudah berkoordinasi dengan Kanwil Kemenkumham Sulsel untuk menangani hal ini. Bantuan sebanyak 5.000 rapid test diberikan untuk dilakukan sebagai upaya tracking contact, menelusuri warga binaan lainnya yang berpotensi menularkan.
"Yakinlah, dengan tren kenaikan ini mudah-mudahan ini suatu tanda baik bahwa semakin aktif kita melakukan tracking kontak, semakin aktif melakukan testing, baik itu rapid test maupun PCR. Mudah-mudahan ini cukup menekan angka pertumbuhan," harap Nurdin.
Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar, dr Wachyudi Muchsin mengapresiasi langkan tracking dan testing massal yang dilakukan pemerintah. Upaya ini mampu mendeteksi lebih cepat warga yang rentan terpapar COVID-19.
Dengan demikian, mereka yang terpapar bisa ditangani segera entah dengan isolasi mandiri atau melalui perawatan di rumah sakit rujukan. "Ini cepat supaya kita tahu dan bisa preventif apa yang harus dilakukan pada orang-orang yg kena Covid-19," tutur Yudi aaat bincang santai melalui live instagram SINDONews, kemarin.
Dia pun meminta masyarakat mendukung upaya pemerintah untuk tracking contact dan testing masive melalui pemeriksaan rapid test. Yudi justru menyayangkan jika ada yang menolak program ini. Padahal hal itu demi upaya menekan laju penyebaran kasus.
Yudi pun berharap masyarakat mendukung upaya tenaga kesehatan (nakes) sebagai garda terdepan penanganan COVID-19. Dia membantah tudingan yang disematkan kepada nakes terkait menjadikan pandemi ini sebagai lahan bisnis.
Bahkan organisasi profesi kesehatan mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untik menindaklanjuti hal ini. Saat ini dia tak menampik banyak nakes yang terpapar COVID-19 karena perjuangannya.
"Positif banyak, OTG banyak, PDP banyak. Tapi kami menghargai bahwa ini konsekuensi dari sebuah proses perjuangan," ucap dia. Yudi berharap agar masyarakat mendukung upaya penanganan COVID-19 di Sulsel. Salah satu bentuk dukungannya sederhana, dengan mematuhi protokol kesehatan.
Baca : Sulsel Segera Terapkan Trisula Tekan Penyebaran COVID-19
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah menegaskan, tim Gugus Tugas COVID-19 Sulsel telah merumuskan strategi untuk menurunkan kurva epidemi COVID-19. Program yang kemudian diistilahkan trisula atau tiga upaya pengendalian COVID-19 Sulsel, yakni massive tracking, intensive testing, dan public health education.
Lewat program trisula ini, ditargetkan dilakukan 157.500 contact tracking. Dengan asumsi, tiap satu petugas mengidentifikasi minimal 5 kontak dari satu pasien. Kemudian rencananya akan dilakukan testing masif dengan target kepada 31.500 orang beresiko untuk memenuhi standar 3.500 per 1 juta penduduk.
Sementara upaya public health education, dengan memasifkan upaya-upaya edukasi publik. Rencananya akan dilakukan assesment perilaku untuk melihat tingkat pengetahuan dan kepatuhan masyarakat. Bahkan akan didorong pula perda atau aturan memgikat agar masyarakat disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
Namun dalam pelaksanaannya perlu didukung seluruh stakeholder dan kerjasama masyarakat. Potensi penularan COVID-19 masih besar terjadi. Masyarakat diminta tidak lengah, protokol kesehatan harus dilaksanakan secara ketat.
"Jujur saja kita butuh kesadaran yang tinggi pada masyarakat. Bahwa pandemi COVID-19 di Sulsel masih berpotensi sangat menularkan kemana-mana. Oleh karena itu kami juga secara masif melakukan upaya-upaya untuk segera memutus rantai penularan ini," tegas Nurdin yang ditemui di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, kemarin.
Dia tak menampik, beberapa tempat umum mulai dibuka secara bertahap. Namun bukan berarti pengawasan akan pencegahan penularan COVID-19 diabaikan. Jika semua pihak disiplin, Nurdin optimistis bisa menekan angka penularan ke angka terkecil.
"Kita harus lebih ketat lagi, terutama protokol kesehatan kita lakukan secara ketat. Termasuk seluruh masjid-masjid yang sudah dibuka untuk melaksanakan salat Jumat, terus mal, pasar, toko-toko harus melaksanakan protokol dengan ketat," tegasnya.
Nurdin tak menampik, kesulitan dalam penanganan COVID-19 karena semua pihak belum bersinergi dan saling mendukung. Regulasi harus dibuat pemerintah kabupaten/kota untuk bertindak tegas. Pemprov Sulsel sebagai supporting daerah.
"Jadi harusnya peraturan walikota, peraturan bupati itu yang harus dilakukan secara ketat. Tetapi kenyataannya hasil ini gugus tugas provinsi yang lebih aktif, sehingga saya pikir kedepan yang kita butuh ini bagaimana pemerintah kota secara berjenjang mulai dari camat, lurah, RT, RW," urai dia.
Ketua Gugus Tugas COVID-19 Sulsel memgaku, peningkatan kasus terkonfirmasi positif beberapa hari belakangan, karena efek dari pelonggaran. Kebijakan yang dibuat Pemkot Makassar ini berdampak pada kenaikan kurva epidemi di Sulsel.
"Kita juga sangat prihatin bahwa Makassar kalau kita lihat mulai begitu longgar. Walaupun kita memang kita lagi menyiapkan skenarionya. Kita sudah siapkan secara bertahap. Apakah karena ketidaktahuan Pj Wali Kota yang baru kita, sehingga langsung melonggarkan," paparnya.
Padahal kata Nurdin, pelonggaran aktivitas umum tidak bisa serta merta dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Makanya, Makassar sebagai episentrum utama penularan virus di Sulsel, mesti bersinergi dengan Pemprov Sulsel sebelum mengambil langkah.
"Kita juga kaget tiba-tiba ada itu (pelonggaran). Tapi tidak masalah, yang penting kita sudah sampaikan kepada gugus tugas kota Makassar untuk terus melakukan tracking lebih masif lagi. Sehingga kita bisa menemukan orang-orang yang berpotensi menular," tutur dia.
Nurdin memaparkan, bersama tim ahli di Gugus Tugas COVID-19 Sulsel telah menganalisa tren kenaikan penularan virus korona di Sulsel. Dari hasil analisa, puncak pandemi COVID-19 diprediksi akhir Juni 2020.
Baca Juga : Siap-siap, Skenario PSBB Tahap Ketiga Bakal Diterapkan di Makassar
"Memang dari seluruh tim kita itu sudah menganalisa bahwa prediksi puncak pandemi virus corona di Sulsel itu akan terjadi pada akhir Juni 2020, bahkan melewati. Tapi kalau Kota Makassar, puncaknya kira-kira minggu ketiga," sebut Nurdin.
Lebih jauh dijelaskan, peningkatan kasus COVID-19 di Sulsel bukan karena pemerintah tak bekerja. Justru, percepatan penambahan kasus ini lantaran massive tracking dan intensive testing. Agenda ini sangat efektif untuk menekan kurva laju penyebaran COVID-19.
"Dengan penelusuran kontak kasus positif ini tentu dapat kita kendalikan cepat, karena setelah kita temukan, kita karantina mereka. Terutama yang terpapar Covid-19 tapi tanpa gejala. Ini tentu dapat memutus potensi penyebaran yang lebih luas," tukasnya.
Nurdin memaparkan berkat intervensi yang dilakukan pemerintah melalui tim gugus, angka pertumbuhan kasus positif COVID-19 sekarang bisa ditekan hingga di angka 8%. Laju penyebaran virus pun jauh lebih melambat sekitar 8 hari untuk virus itu menggandakan atau menularkan ke orang lain.
Hal ini turun signifikan saat bulan Maret lalu, saat belum ada upaya intervensi yang dilakukan. Pertumbuhan kasus saat itu mencapai 28%, dengan penggandaan virus lebih cepat, butuh 3-4 hari.
"Tentu ada PR kita dari analisa seluruhnya yang kita sudah lakukan itu ada 30% OTG yang sementara kita telusuri dan kita lacak keberadaannya. Tentu ini untuk mencegah penularan yang lebih luas," pungkas dia.
Dari 24 kabupaten/kota di Sulsel, pencegahan dan pengendalian Covid-19 difokuskan kepada empat daerah episentrum. Salah satu, Kota Makassar sebagai episentrum utama. Lalu Kabupaten Gowa, Maros, dan Luwu Timur yang angka kasusnya masih besar.
Apalagi dengan kemunculan klaster baru di Sulsel. Misalnya sebut Nurdin, adanya kemunculan kasus terkonfirmasi positif warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Sungguminasa, Gowa.
"Memang terakhir klaster lapas wanita itu mengagetkan kita, karena ada 48 yang terkonfirmasi positif setelah hasil rapid, kemudian dilanjutkan swab. Tetapi ada 8 yang kita harus rujuk ke rumah sakit. Sisanya kita karantina di duta COVID-19, di hotel," imbuhnya.
Nurdin mengaku sudah berkoordinasi dengan Kanwil Kemenkumham Sulsel untuk menangani hal ini. Bantuan sebanyak 5.000 rapid test diberikan untuk dilakukan sebagai upaya tracking contact, menelusuri warga binaan lainnya yang berpotensi menularkan.
"Yakinlah, dengan tren kenaikan ini mudah-mudahan ini suatu tanda baik bahwa semakin aktif kita melakukan tracking kontak, semakin aktif melakukan testing, baik itu rapid test maupun PCR. Mudah-mudahan ini cukup menekan angka pertumbuhan," harap Nurdin.
Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar, dr Wachyudi Muchsin mengapresiasi langkan tracking dan testing massal yang dilakukan pemerintah. Upaya ini mampu mendeteksi lebih cepat warga yang rentan terpapar COVID-19.
Dengan demikian, mereka yang terpapar bisa ditangani segera entah dengan isolasi mandiri atau melalui perawatan di rumah sakit rujukan. "Ini cepat supaya kita tahu dan bisa preventif apa yang harus dilakukan pada orang-orang yg kena Covid-19," tutur Yudi aaat bincang santai melalui live instagram SINDONews, kemarin.
Dia pun meminta masyarakat mendukung upaya pemerintah untuk tracking contact dan testing masive melalui pemeriksaan rapid test. Yudi justru menyayangkan jika ada yang menolak program ini. Padahal hal itu demi upaya menekan laju penyebaran kasus.
Yudi pun berharap masyarakat mendukung upaya tenaga kesehatan (nakes) sebagai garda terdepan penanganan COVID-19. Dia membantah tudingan yang disematkan kepada nakes terkait menjadikan pandemi ini sebagai lahan bisnis.
Bahkan organisasi profesi kesehatan mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untik menindaklanjuti hal ini. Saat ini dia tak menampik banyak nakes yang terpapar COVID-19 karena perjuangannya.
"Positif banyak, OTG banyak, PDP banyak. Tapi kami menghargai bahwa ini konsekuensi dari sebuah proses perjuangan," ucap dia. Yudi berharap agar masyarakat mendukung upaya penanganan COVID-19 di Sulsel. Salah satu bentuk dukungannya sederhana, dengan mematuhi protokol kesehatan.
(sri)