Mengejutkan, Hasil Penelitian Guru Besar Unpad Terkait Ujaran Kebencian di Medsos
loading...
A
A
A
“Komposisinya tidak jauh berbeda. Apapun yang dituliskan oleh admin (dua akun tersebut), selalu menimbulkan ujaran kebencian walaupun dalam jumlah sedikit,” imbuhnya.
Jika diklasifikan, jenis kata yang dilontarkan biasanya merupakan kelompok kata yang bersifat menjijikan, kasar, hingga pembodohan. Lontaran kata-kata ini bertujuan untuk melakukan penghinaan, intimidasi, tuduhan, sumpah serapah, mempromosikan kekerasan.
Ujaran kebencian tidak terlontar begitu saja. Ada proses yang melatarbelakangi warganet mengeluarkan komentar tersebut. Hal ini telah dimodelkan oleh Prof. Atwar.
Ia memaparkan, awal mula kemunculan dari ujaran kebencian di Facebook dipicu dari sebuah peristiwa yang diproduksi menjadi suatu berita. Berita yang diproduksi bisa saja benar atau bahkan bisa menjadi palsu (hoaks).
Berita tersebut kemudian dikomentari tokoh elit, pemengaruh (influencer), atau pendengung (buzzer) melalui status yang diunggah di akun media sosialnya. Unggahan tersebut kemudian direspons oleh pengikutnya. Komentar yang dihasilkan bisa berupa ujaran kebencian ataupun bukan.
“Begitu menyusun statusnya di ruang timeline, biasanya dimulailah produksi ujaran kebencian oleh para netizen,” kata dia.
Jika diklasifikan, jenis kata yang dilontarkan biasanya merupakan kelompok kata yang bersifat menjijikan, kasar, hingga pembodohan. Lontaran kata-kata ini bertujuan untuk melakukan penghinaan, intimidasi, tuduhan, sumpah serapah, mempromosikan kekerasan.
Ujaran kebencian tidak terlontar begitu saja. Ada proses yang melatarbelakangi warganet mengeluarkan komentar tersebut. Hal ini telah dimodelkan oleh Prof. Atwar.
Ia memaparkan, awal mula kemunculan dari ujaran kebencian di Facebook dipicu dari sebuah peristiwa yang diproduksi menjadi suatu berita. Berita yang diproduksi bisa saja benar atau bahkan bisa menjadi palsu (hoaks).
Berita tersebut kemudian dikomentari tokoh elit, pemengaruh (influencer), atau pendengung (buzzer) melalui status yang diunggah di akun media sosialnya. Unggahan tersebut kemudian direspons oleh pengikutnya. Komentar yang dihasilkan bisa berupa ujaran kebencian ataupun bukan.
“Begitu menyusun statusnya di ruang timeline, biasanya dimulailah produksi ujaran kebencian oleh para netizen,” kata dia.
(hsk)