Rapid Test Santri, FPKB Pertanyakan Komitmen Pemkab Kendal ke Pesantren
loading...
A
A
A
KENDAL - Fraksi PKB DPRD Kendal mempertanyakan komitmen Pemkab Kendal mendukung penerapan protokol kesehatan di lingkungan pesantren. Hal ini menanggapi keluhan sejumlah wali santri yang merasa terbebani biaya rapid test sebagai persyaratan putra-putrinya kembali ke pesantren.
Wakil Ketua F-PKB, Mahfud Shodiq, mengatakan, pihaknya telah memperjuangkan aspirasi dari pesantren yang akan memulai kembali kegiatan belajar mengajarnya menyusul diterapkannya masa New Normal oleh pemerintah.
Dikatakan, dalam rapat badan anggaran (Banggar) DPRD yang juga dihadiri Sekda dan TAPD, pihak eksekutif menyanggupi untuk menganggarkan kebutuhan penerapan protokol kesehatan di pesantren. Termasuk untuk pengadaan rapid test bagi para santri.
“Dalam rapat Banggar minggu kemarin soal itu sudah clear, tapi sekarang terkesan lempar tanggungjawab. Di sini kami mempertanyakan komitmen Pemkab Kendal terhadap pesantren. Karena soal anggaran Covid ini sepenuhnya wewenang pihak eksekutif selaku pengguna anggaran,” terang Mahfud.(Baca juga : DPRD Kendal Bahas Raperda LP2B, Sinkronkan dengan Revisi Perda RTRW )
Lebih lanjut, Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi D mendesak Pemkab Kendal untuk memfasilitasi kesiapan masyarakat menyambut era New Normal. Menurutnya pemerintah perlu hadir dan bertanggungjawab untuk memfasilitasi penerapan protokol kesehatan termasuk di pesantren.
“Pada dasarnya pihak pesantren siap untuk mematuhi SOP dari pemerintah. Namun pemerintah di sini jangan lepas tangan, tapi harus hadir untuk memfasilitasi penerapannya di pesantren. Jangan sampai nanti pesantren yang membuka kembali kegiatannya malah dibully gara-gara ditemukan kasus penyebaran Covid-19 atau justru menjadi cluster baru,” tegasnya.
Sebelumnya, Ferry Nando Rad Bonay, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal, mengatakan pihaknya belum mendapatkan perintah mengadakan rapid test untuk kebutuhan para santri. Alih-alih menyediakan, pihaknya justru menyatakan jika pengadaan rapid test merupakan tanggungjawab Kemenag.
Hal itu disampaikan menanggapi munculnya keluhan dari para orang tua atau wali santri yang keberatan dibebani biaya rapid test sebagai persyaratan putra-putrinya kembali ke pesantren. Karena belum adanya kejelasan dari pihak berwenang, sejumlah wali santri pun telah mengurus rapid test dengan biaya sendiri. Konsekuensinya, bagi yang tidak mampu, para santri terancam tidak bisa kembali ke pesantren.
“Saya sudah coba cari informasi, biaya rapid test kisaran Rp 300-400 ribu. Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, jumlah ini tidak sedikit. Belum lagi untuk keperluan lain. Kalau tidak punya dana, kemungkinan santri tidak bisa balik ke pondok,” aku Munifah, orang tua santri asal Kebonharjo, Patebon.
Sementara itu, Pemprov Jawa Tengah melalui Dinas Kesahatan telah menerbitkan surat perihal fasilitasi kesehatan bagi santri. Dalam surat tertanggal 8 Juni 2020 itu disampaikan agar kepala Dinkes di masing-masing kabupaten/kota memfasilitasi pemeriksaan kesehatan gratis bagi para santri yang akan kembali ke pesantren.
Wakil Ketua F-PKB, Mahfud Shodiq, mengatakan, pihaknya telah memperjuangkan aspirasi dari pesantren yang akan memulai kembali kegiatan belajar mengajarnya menyusul diterapkannya masa New Normal oleh pemerintah.
Dikatakan, dalam rapat badan anggaran (Banggar) DPRD yang juga dihadiri Sekda dan TAPD, pihak eksekutif menyanggupi untuk menganggarkan kebutuhan penerapan protokol kesehatan di pesantren. Termasuk untuk pengadaan rapid test bagi para santri.
“Dalam rapat Banggar minggu kemarin soal itu sudah clear, tapi sekarang terkesan lempar tanggungjawab. Di sini kami mempertanyakan komitmen Pemkab Kendal terhadap pesantren. Karena soal anggaran Covid ini sepenuhnya wewenang pihak eksekutif selaku pengguna anggaran,” terang Mahfud.(Baca juga : DPRD Kendal Bahas Raperda LP2B, Sinkronkan dengan Revisi Perda RTRW )
Lebih lanjut, Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi D mendesak Pemkab Kendal untuk memfasilitasi kesiapan masyarakat menyambut era New Normal. Menurutnya pemerintah perlu hadir dan bertanggungjawab untuk memfasilitasi penerapan protokol kesehatan termasuk di pesantren.
“Pada dasarnya pihak pesantren siap untuk mematuhi SOP dari pemerintah. Namun pemerintah di sini jangan lepas tangan, tapi harus hadir untuk memfasilitasi penerapannya di pesantren. Jangan sampai nanti pesantren yang membuka kembali kegiatannya malah dibully gara-gara ditemukan kasus penyebaran Covid-19 atau justru menjadi cluster baru,” tegasnya.
Sebelumnya, Ferry Nando Rad Bonay, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal, mengatakan pihaknya belum mendapatkan perintah mengadakan rapid test untuk kebutuhan para santri. Alih-alih menyediakan, pihaknya justru menyatakan jika pengadaan rapid test merupakan tanggungjawab Kemenag.
Hal itu disampaikan menanggapi munculnya keluhan dari para orang tua atau wali santri yang keberatan dibebani biaya rapid test sebagai persyaratan putra-putrinya kembali ke pesantren. Karena belum adanya kejelasan dari pihak berwenang, sejumlah wali santri pun telah mengurus rapid test dengan biaya sendiri. Konsekuensinya, bagi yang tidak mampu, para santri terancam tidak bisa kembali ke pesantren.
“Saya sudah coba cari informasi, biaya rapid test kisaran Rp 300-400 ribu. Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, jumlah ini tidak sedikit. Belum lagi untuk keperluan lain. Kalau tidak punya dana, kemungkinan santri tidak bisa balik ke pondok,” aku Munifah, orang tua santri asal Kebonharjo, Patebon.
Sementara itu, Pemprov Jawa Tengah melalui Dinas Kesahatan telah menerbitkan surat perihal fasilitasi kesehatan bagi santri. Dalam surat tertanggal 8 Juni 2020 itu disampaikan agar kepala Dinkes di masing-masing kabupaten/kota memfasilitasi pemeriksaan kesehatan gratis bagi para santri yang akan kembali ke pesantren.
(nun)