Pakar Kebijakan Sebut Sumut Belum Siap Menyambut New Normal
loading...
A
A
A
MEDAN - Rumah Milenial Indonesia (RMI) Wilayah Sumatera Utara dan beberapa pakar kebijakan menilai pemerintah pusat terlalu terburu-buru dalam penerapan tatanan kenormalan baru (New normal ) dalam menghadapi pandemik Corona Virus (Covid-19).
Direktur RMI Wilayah Sumut, Piki Darma Kristian Pardede, M.Si, mengatakan pemerintah tidak memiliki analisis kebijakan yang jelas dalam penanganan dan pengendalian Covid-19. (Baca juga : Anggota DPR Cek Kesiapan UMSU Medan Terapkan New Normal )
"Munculnya kebijakan New Normal seolah-olah pemerintah berangapan Pandemi Covid bukan ancaman serius, kita tau bahwa setiap provinsi dan daerah kabupaten/kota masih dibayang-bayangi oleh kekejaman pandemi ini" kata Piki saat setelah Webinar Implementasi Manajemen Risiko untuk Mengawal Kebijakan Publik Penangan Covid-19 Dalam Menghadapi New Normal, Selasa (9/6/2020).
Menurut Piki, kenormalan baru dapat disusun dan diterapkan pemerintah ketika trend kasus positif Covid-19 cendrung menurun. Namun dengan catatan bahwa penerapan kehidupan baru harus dilakukan secara terpadu dengan standar dan kedisiplinan dari masyarakat.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Dr Riant Nugroho Pakar Kebijakan Publik yang juga merupakan Dosen Pascasarjana Administrasi Publik Universitas Indonesia. Ia kemudian mencontohkan kebijakan kenormalan baru di Korea Selatan, Jepang, Swedia dan China yang membuka kembali aktivitas masyarakat malah yang melahirkan gelombang baru Covid-19.
"Kita sebenarnya belum siap untuk New Normal, belum ada kesiapan pemerintah bahkan masyarakat, nyatanya Jepang, Korsel, Swedia dan China yang lebih dahulu melonggarkan kebijakan lockdown dengan dalih sudah tidak ada kasus, malah menimbulkan gelombang baru dan meningkatkan kasus positif Covid-19," kata Riant.
Selain itu, Dr Riant Nugroho juga mempertanyakan apakah pemerintah sendiri sudah memahami formulasi dan manajemen risiko kebijakan yang nantinya akan timbul saat new normal.
"Kadang pemerintah kita seperti bondo nekat, main hajar saja. Ini jadi masalah pemerintah kita. Harusnya di analisis dulu. Setiap kebijakan ada manajemennya, apakah formulasi itu sudah menjawab risiko yang muncul, lalu bagaimana dengan pemahaman pemerintah. New normal itu apa, sudah ada gambaran risiko, dan bagaimana mengatasi risiko itu. Itu dulu yang paling utama" ujar Dr Riant Nugroho. (Baca juga : Bandara Internasional Silangit Hari Ini Dibuka Kembali Setelah 2 Bulan Tutup )
Menurutnya, memang dampak Covid ini luas, semua kepala daerah sampai pusing. Seperti Walikota Solo mengaku kehabisan anggaran daerah. Kondisi masih mengkhawatirkan. Karena itu, pemerintah pusat seharusnya jauh lebih serius membuat opsi-opsi menangani perkara ini. Ditingkatan atas perlu berpikir lebih jauh terhadap perumusan kebijakan," tegasnya.
Dalam webinar tersebut turut hadir Dr. Edward Sigalingging, M.Si Perwakilan Kemendagri, Dr. Willma Silalahi dari Mahkamah Konstitusi, Perwakilan BPK RI dan Pakar-pakar kebijakan dari UGM, LAN, dan Bappeda.
Direktur RMI Wilayah Sumut, Piki Darma Kristian Pardede, M.Si, mengatakan pemerintah tidak memiliki analisis kebijakan yang jelas dalam penanganan dan pengendalian Covid-19. (Baca juga : Anggota DPR Cek Kesiapan UMSU Medan Terapkan New Normal )
"Munculnya kebijakan New Normal seolah-olah pemerintah berangapan Pandemi Covid bukan ancaman serius, kita tau bahwa setiap provinsi dan daerah kabupaten/kota masih dibayang-bayangi oleh kekejaman pandemi ini" kata Piki saat setelah Webinar Implementasi Manajemen Risiko untuk Mengawal Kebijakan Publik Penangan Covid-19 Dalam Menghadapi New Normal, Selasa (9/6/2020).
Menurut Piki, kenormalan baru dapat disusun dan diterapkan pemerintah ketika trend kasus positif Covid-19 cendrung menurun. Namun dengan catatan bahwa penerapan kehidupan baru harus dilakukan secara terpadu dengan standar dan kedisiplinan dari masyarakat.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Dr Riant Nugroho Pakar Kebijakan Publik yang juga merupakan Dosen Pascasarjana Administrasi Publik Universitas Indonesia. Ia kemudian mencontohkan kebijakan kenormalan baru di Korea Selatan, Jepang, Swedia dan China yang membuka kembali aktivitas masyarakat malah yang melahirkan gelombang baru Covid-19.
"Kita sebenarnya belum siap untuk New Normal, belum ada kesiapan pemerintah bahkan masyarakat, nyatanya Jepang, Korsel, Swedia dan China yang lebih dahulu melonggarkan kebijakan lockdown dengan dalih sudah tidak ada kasus, malah menimbulkan gelombang baru dan meningkatkan kasus positif Covid-19," kata Riant.
Selain itu, Dr Riant Nugroho juga mempertanyakan apakah pemerintah sendiri sudah memahami formulasi dan manajemen risiko kebijakan yang nantinya akan timbul saat new normal.
"Kadang pemerintah kita seperti bondo nekat, main hajar saja. Ini jadi masalah pemerintah kita. Harusnya di analisis dulu. Setiap kebijakan ada manajemennya, apakah formulasi itu sudah menjawab risiko yang muncul, lalu bagaimana dengan pemahaman pemerintah. New normal itu apa, sudah ada gambaran risiko, dan bagaimana mengatasi risiko itu. Itu dulu yang paling utama" ujar Dr Riant Nugroho. (Baca juga : Bandara Internasional Silangit Hari Ini Dibuka Kembali Setelah 2 Bulan Tutup )
Menurutnya, memang dampak Covid ini luas, semua kepala daerah sampai pusing. Seperti Walikota Solo mengaku kehabisan anggaran daerah. Kondisi masih mengkhawatirkan. Karena itu, pemerintah pusat seharusnya jauh lebih serius membuat opsi-opsi menangani perkara ini. Ditingkatan atas perlu berpikir lebih jauh terhadap perumusan kebijakan," tegasnya.
Dalam webinar tersebut turut hadir Dr. Edward Sigalingging, M.Si Perwakilan Kemendagri, Dr. Willma Silalahi dari Mahkamah Konstitusi, Perwakilan BPK RI dan Pakar-pakar kebijakan dari UGM, LAN, dan Bappeda.
(nfl)