Kejagung Sorot Kasus Istri Marahi Suami Dituntut 1 Tahun, Ini Alasan Polda Tetapkan Tersangka
loading...
A
A
A
BANDUNG - Polda Jawa Barat ikut bersuara menyikapi perkara seorang istri di Kabupaten Karawang yang dituntut satu tahun penjara gara-gara memarahi suaminya yang kerap mabuk.
Diketahui, Valencya alias Nengsy Lim, ibu dua anak dituntut satu tahun penjara karena memarahi suaminya, CYC asal Taiwan yang kerap mabuk. Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Karawang.
Dalam pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, Valencya menjadi terdakwa dalam kasus KDRT psikis dan dituntut satu tahun kurangan penjara. Sebelum menjadi terdakwa, Valencya dilaporkan ke Polda Jabar oleh suaminya.
Polda Jabar pun membeberkan alasan penetapan tersangka kepada Valencya. Melalui Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Adrimulan Chaniago, Polda Jabar menyatakan bahwa ada sejumlah pertimbangan dari penyidik Polda Jabar hingga akhirnya menetapkan Valencya sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Menurut Erdi, pertimbangan yang dimaksud didasarkan atas keterangan dari saksi dan barang bukti. Meski begitu, Erdi tidak menyebut secara rinci jumlah saksi yang dimintai keterangan dalam perkara itu.
"Tentunya ada hal yang menyangkut petunjuk dan bukti berdasarkan keterangan-keterangan siapa pun juga yang ada di situ, yang terkait, baik itu pelapor, terlapor, saksi dan mungkin itu ahli. Nah itu dijadikan sebagai resume dalam artian untuk meyakinkan penyidik untuk melanjutkan ke tingkat penuntutan," papar Erdi, Selasa (16/10/2021).
Meski begitu, Erdi meyakinkan bahwa sebelum penetapan tersangka, pihaknya pun sudah berupaya mendamaikan suami istri tersebut lewat upaya mediasi. Namun, kata Erdi, upaya mediasi gagal karena tidak mendapati titik temu atas permasalahan yang dihadapi.
"Sudah (mediasi), tapi tidak ada kesepakatan atau titik temu untuk mediasi tersebut, gitu," kata Erdi.
Perkara ini mendapat sorotan masyarakat luas. Pasalnya, para penegak hukum dinilai tidak memiliki sense of crisis. Bahkan, akibat putusan tuntutan satu tahun penjara kepada Valencya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menonaktifkan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar lantaran ditemukan pelanggaran.
"Khusus terhadap Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, untuk sementara ditarik ke Kejaksaan Agung guna memudahkan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers virtual, Senin (15/11/2021).
Kejagung juga memeriksa para JPU yang menangani perkara ini. Para JPU akan diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Kejagung juga telah melalukan proses eksaminasi khusus. Hasilnya, ada beberapa hal yang menjadi catatan berkaitan dengan penanganan kasus itu.
"Dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan," tegas Leonard Eben.
Diketahui, Valencya alias Nengsy Lim, ibu dua anak dituntut satu tahun penjara karena memarahi suaminya, CYC asal Taiwan yang kerap mabuk. Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Karawang.
Dalam pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, Valencya menjadi terdakwa dalam kasus KDRT psikis dan dituntut satu tahun kurangan penjara. Sebelum menjadi terdakwa, Valencya dilaporkan ke Polda Jabar oleh suaminya.
Polda Jabar pun membeberkan alasan penetapan tersangka kepada Valencya. Melalui Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Adrimulan Chaniago, Polda Jabar menyatakan bahwa ada sejumlah pertimbangan dari penyidik Polda Jabar hingga akhirnya menetapkan Valencya sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Menurut Erdi, pertimbangan yang dimaksud didasarkan atas keterangan dari saksi dan barang bukti. Meski begitu, Erdi tidak menyebut secara rinci jumlah saksi yang dimintai keterangan dalam perkara itu.
"Tentunya ada hal yang menyangkut petunjuk dan bukti berdasarkan keterangan-keterangan siapa pun juga yang ada di situ, yang terkait, baik itu pelapor, terlapor, saksi dan mungkin itu ahli. Nah itu dijadikan sebagai resume dalam artian untuk meyakinkan penyidik untuk melanjutkan ke tingkat penuntutan," papar Erdi, Selasa (16/10/2021).
Meski begitu, Erdi meyakinkan bahwa sebelum penetapan tersangka, pihaknya pun sudah berupaya mendamaikan suami istri tersebut lewat upaya mediasi. Namun, kata Erdi, upaya mediasi gagal karena tidak mendapati titik temu atas permasalahan yang dihadapi.
"Sudah (mediasi), tapi tidak ada kesepakatan atau titik temu untuk mediasi tersebut, gitu," kata Erdi.
Perkara ini mendapat sorotan masyarakat luas. Pasalnya, para penegak hukum dinilai tidak memiliki sense of crisis. Bahkan, akibat putusan tuntutan satu tahun penjara kepada Valencya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menonaktifkan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar lantaran ditemukan pelanggaran.
"Khusus terhadap Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, untuk sementara ditarik ke Kejaksaan Agung guna memudahkan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers virtual, Senin (15/11/2021).
Kejagung juga memeriksa para JPU yang menangani perkara ini. Para JPU akan diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Kejagung juga telah melalukan proses eksaminasi khusus. Hasilnya, ada beberapa hal yang menjadi catatan berkaitan dengan penanganan kasus itu.
"Dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan," tegas Leonard Eben.
(shf)