Ramalan Sunan Giri dan Penaklukkan Mataram Atas Kesultanan Pajang

Selasa, 16 November 2021 - 10:02 WIB
loading...
Ramalan Sunan Giri dan Penaklukkan Mataram Atas Kesultanan Pajang
Sunan Giri pernah meramalkan kepada Ki Ageng Pamanahan, bakal ada kerajaan besar yang dipimpin oleh anak turunnya. Hal itu diwujudkan oleh Senopati Sutawijaya. Foto/Ist
A A A
GRESIK - Ramalan Sunan Giri mencoba diimplementasikan oleh Senopati Sutawijaya, pemimpin Kerajaan Mataram. Mengingat sebelum kerajaan besar Mataram Islam adalah bagian dari Kerajaan Pajang.

Saat itu Mataram di bawah kekuasaan Pajang masih dipimpin oleh Ki Pamanahan. Namun setelah Mataram berada di bawah pimpinan Senopati Sutawijaya, Mataram mengalami penguatan terutama di bidang kemiliteran.



Hal ini membuat Mataram mulai menunjukkan pembangkangan kepada Kerajaan Pajang. Salah satu cara pembangkangan yakni tidak bersedianya Senopati Sutawijaya untuk menghadap ke Pajang. Hal ini merupakan suatu pengaruh dari sang ayah Ki Pamanahan, yang merupakan ayah kandung Senopati Sutawijaya.

Ramalan Sunan Giri dan Penaklukkan Mataram Atas Kesultanan Pajang

Kompleks Makam Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur. Foto/Dok.SINDOnews

Dikisahkan pada buku "Tuah Mataram: Dari Panembahan Senopati Sampai Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, Sunan Giri pernah meramalkan dan memberitahu kepada Ki Ageng Pamanahan, bakal ada kerajaan besar yang dipimpin oleh anak turunnya. Rupayanya ramalan ini mencoba ditularkan oleh Ki Pamanahan kepada para anaknya itu.

Ki Pamanahan meyakinkan anak turunnya kelak akan menjadi raja-raja besar di Jawa. Hal ini membuat doktrin sang ayah menancap di hati Senopati Sutawijaya dengan merancang Kerajaan Mataram sebagai kerajaan dengan dirinya sebagai raja pertamanya. Pesan ini akhirnya mendorong Senopati Sutawijaya sangat semangat mewujudkan impiannya untuk membangun Mataram sebagai sebuah kerajaan.

Saat dipimpin oleh Sutawijaya inilah Mataram mulai berkembang pesat. Kampung yang baru itu dalam waktu relatif singkat banyak didatangi orang. Mereka banyak yang berumah di kampung baru tersebut, sehingga Mataram yang awalnya hanya hutan. Kemudian berkembang menjadi sebuah kota, karena perkembangan ini Senopati Sutawijaya sebagai pemimpin Mataram, memerintahkan rakyatnya untuk mencetak batu bata sebagai bahan membuat benteng. Benteng inilah yang hendak dijadikan perisai Kota Mataram.



Kesibukannya inilah yang membuat Senopati Sutawijaya selama satu tahun tak juga menghadap ke Pajang, sebagaimana yang ia janjikan di hadapan Sultan Hadiwijaya, pemimpin Kerajaan Pajang. Ia sengaja tidak menghadap ke Pajang, karena memang tak ada niatan menghadap, kendati selalu diingatkan oleh pamannya Ki Juru Martani.

Puncaknya saat Kerajaan Pajang mengadakan forum akbar bersama para pejabat, termasuk pimpinan daerah mulai pejabat istana, bupati, rangga, demang, dan pejabat lain hadir, hanya Senopati Sutawijaya dari Mataram yang tak tampak batang hidungnya.

Kepada orang-orang yang hadir, Sultan Hadiwijaya menanyakan perihal Senopati Sutawijaya yang telah satu tahun lebih tidak pernah menghadap kepadanya. Bahkan Sultan Pajang ini menyebut bahwa Senopati Sutawijaya diduga tak mau menghadap karena mendengar ramalan dari Sunan Giri.



Ia pun mengutus dua orang pejabat istana Pajang yakni Ki Wuragil dan Ngabehi Wila Marta ke Mataram. Keduanya ditugasi untuk mengamati perkembangan Senopati. Keduanya berangkat ke Mataram, tetapi tak berhasil menemui Senopati Sutawijaya yang sedang berkunjung ke Lipura.

Kedua utusan itu pun menyusulnya ke Lipura, dan menemukan Senopati Sutawijaya tengah berada di atas seekor kudanya.

Tetapi ia tampak acuh tak acuh, melihat dua utusan Pajang yang datang juga dengan menunggang kuda itu. Bahkan beberapa kali kedua utusan Pajang menegur Senopati Sutawijaya, ia tak bergeming sekalipun.

Bahkan Senopati Sutawijaya masih terduduk di atas kuda tunggangannya, saat kedua utusan Pajang itu turun dari atas kuda dan menegur Senopati.

Dari atas kudanya, Senopati Sutawijaya berkata agak kasar dan menanyakan apakah mereka berdua memnah diutus oleh Kanjeng Sultan Pajang. Wuragil, salah satu utusan Pajang itu pun menyampaikan pesan Sultan Hadiwijaya, agar Senopati Sutawijaya berhenti berfoya-foya, mengumbar hawa nafsu, makan minum, mabuk-mabukan, dan bercukur rambut, lalu sowan ke Pajang.

Sontak saja pesan kedua utusan itu dibalas dengan serampangan dan mengungkapkan, ia tak bakal hadir ke Pajang. Saat itulah menunjukkan bahwa Senopati benar-benar melakukan pembangkangan terhadap Pajang.

Ia mulai berani melawan Sultan Hadiwijaya, raja Pajang dan ayah angkatnya sendiri. Tetapi oleh kedua utusan itu perilaku pembangkangan Senopati Sutawijaya tidak dilaporkan sepenuhnya. Keduanya hanya menyatakan bahwa Senopati Sutawijaya akan bersedia datang, setelah keduanya pulang ke Pajang.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1611 seconds (0.1#10.140)