Saksi Ahli Sebut Kasus Nurdin Abdullah Tidak Penuhi Unsur OTT

Kamis, 28 Oktober 2021 - 16:10 WIB
loading...
Saksi Ahli Sebut Kasus Nurdin Abdullah Tidak Penuhi Unsur OTT
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir saat menjadi saksi ahli pada sidang lanjutan kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel, Gubernur Sulsel Nonak
A A A
MAKASSAR - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir menentang semua dakwaaan jaksa penuntut umum KPK, dalam sidang lanjutan kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi dalam proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Gubernur Sulsel Nonaktif, Nurdin Abdullah di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (28/10/2021).

Prof Mudzakir dihadirkan sebagai saksi ahli itu menyebut istilah operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK yang ditujukan dalam pengungkapan kasus tersebut tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Diketahui OTT terjadi pada 27 Februari 2021. Kala itu KPK menangkap Nurdin Abdullah, kontraktor Agung Sucipto dan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat.



"TT (tangkap tangan) itu orang yang sedang melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud Pasal 1 ke (angka) 19 KUHAP kemudian ditangkap pada saat itu oleh masyarakat atau oleh aparat penegak hukum. Kalau menurut saya itu tidak bisa masuk OTT atau tidak termasuk tangkap tangan," kata Mudzakir usai sidang kepada wartawan.

Dia menjelaskan, KUHAP tidak mengatur tentang istilah operasi. Operasi yang diatur dalam KUHAP, menurutnya adalah kegiatan yang dirancang sedemikian rupa agar aparat penegak hukum menangkap seseorang yang terindikasi berbuat pidana. "Dan itu yang tidak boleh dalam hukum pidana," ungkap Muzakkir.

Menurut dia, seharusnya aparat penegak hukumlah yang bisa mencegah agar perbuatan pidana itu tidak terjadi. "Kalau orang mengerti, punya niat berbuat jahat wajib dia melaporkan kepada aparat penegak hukum (untuk) melakukan tindakan pencegahan agar supaya tidak terjadi kejahatan," jelas Mudzakir.

Lebih lanjut dia menerangkan dalam upaya pembuktian pada kasus dugaan korupsi banyak yang akan dirugikan, ketika tindakan pencegahan tidak dikedepankan. "Kalau dalam kasus korupsi, ditunggu dulu (terjadi) korupsi, maka negara dirugikan, rakyat juga dirugikan," ujarnya.

Mudzakir menyebut, kerugian yang dialami negara di antaranya seperti, menanggung beban hidup pelaku pidana hingga pelaksanaan peradilan. "Rakyat rugi juga, karena uangnya tidak disalurkan (sesuai peruntukan). Maka saya termasuk yang menentang OTT itu disebabkan karena efeknya negatif dalam kehidupan masyarakat," tegasnya.

Dia menganalogikan, bila aparat penegak hukum menangkap seribu orang karena OTT, maka negara dirugikan karena pelaksanaan OTT terhadap seribuan orang tersebut. "Karena apa, karena ada orang berniat berbuat jahat, tapi dibiarkan sehingga terjadi kejahatan," ucapnya.



Lebih lanjut kata Mudzakir, bentuk solusi pencegahanya adalah memberikan teguran kepada calon pelaku agar tidak melanjutkan kejahatannya. "Misalnya, ada pejabat mau menyuap, rekam percakapannya kemudian panggil dia. Perlihatkan bukti jangan sesekali berbuat. Itu namanya tindakan preemtif," ujarnya.

Hasil telaah dan uraian kasus Nurdin, dia menilai mantan Bupati Bantaeng dua periode itu tidak terbukti menerima suap dan gratifikasi sebagaimana yang didakwakan JPU KPK . "Yang tangkap tangan itu kan dua pelaku sebelumnya (Agung Sucipto dan Edy Rahmat) selebihnya itu tidak ada bukti bahwa dia (Nurdin Abdullah) tangkap tangan dan melakukan kejahatan," katanya.

Mudzakir menambahkan, apapun istilah yang digunakan aparat penegak hukum, baik OTT maupun TT, selama seseorang tidak terbukti berbuat pidana, tidak boleh diproses hukum. "Karena kan tidak ada bukti bahwa dia TT. Buktinya apa kalau dia menerima sesuatu pada saat itu," ujarnya menyudahi.

Penasihat Hukum Nurdin, Arman Haris menguatkan keterangan saksi ahli bahwa sejauh ini dakwaan untuk kliennya memang belum memenuhi unsur OTT dan gratifikasi dan atau suap. "Mengenai OTT harus ada perbuatan nyata dari yang di OTT sehingga memenuhi unsur," tuturnya.





Lebih lanjut, mengenai gratifikasi, Arman menyatakan hal yang sama dengan saksi ahli. "Harus ada yang terima langsung. Apabila tidak diterima langsung dan si penerima tidak mengetahui, maka unsur (gratifikasi) tidak terpenuhi," jelasnya.

Dia mengaku optimis dengan dari sidang dengan saksi yang dihadirkan pihaknya. "Kami optimis karena fakta persidangan dan ahli jelaskan mirip dengan ilustrasi yang kami sampaikan. Semoga hasil dari persidangan terakhir ahli ini bisa meringankan pak Nurdin. Semoga harapan semua masyarakat terkabul," tukasnya.
(agn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2807 seconds (0.1#10.140)