Cerita Siswa di Grobogan Mencari Sinyal untuk Belajar sambil Refreshing
loading...
A
A
A
GROBOGAN - Jenuh dan kangen kembali ke sekolah mulai dirasakan anak-anak di desa terpencil Kabupaten Grobogan . Aktivitas belajar di rumah yang membutuhkan internet lancar semakin menambah kebosanan. Untuk menghilangkan kejenuhan, sejumlah siswa memilih mengasingkan diri di atas bukit untuk mengerjakan tugas sekolah dan sambil refreshing.
Di puncak bukit yang dikelilingi tananam jagung ini, anak-anak Desa Suwatu, Kecamatan Gabus, Grobogan mengasingkan diri untuk menghilangkan rasa jenuh. Di bukit ini terdapat gubug yang dijadikan tempat belajar sambil menikmati pemandangan alam.
Untuk sampai di atas bukit, anak-anak harus berjalan kaki melewati jalan setapak, berlumpur dan terjal sejauh 3 kilometer. Meski cukup jauh dan menguras energi, tapi anak-anak tetap menikmatinya karena gubug kayu di atas puncak menjadi satu-satunya tempat untuk menghibur diri selama pandemi COVID-19. Rasa jenuh muncul setelah tiga bulan berada di rumah karena tidak ada kegiatan lain yang harus dilakukan selain belajar . Tidak adanya jaringan internet selama berada di rumah semakin menambah rasa bosan dan kepenatan. Banyak tugas dari sekolah belum bisa terselesaikan.( )
Pergi ke bukit dan melepas penat di gubug sudah anak-anak lakukan sejak sepekan lalu. Rasa kangen dan ingin kembali belajar di sekolah bersama-sama guru serta teman-teman terkadang muncul dalam pikiran mereka.
"Saya tidak bisa konsentrasi dalam mengerjakan tugas. Banyak tugas menumpuk dan belum selesai dikerjakan," kata siswa kelas 2 SMP di Gabus, Grobogan, Irfan, Rabu (3/6/2020).
Irfan dan teman-teman naik ke puncak bukit pada pagi dan pulang sore hari. Sebelum berswafoto dan menikmati pemandangan dari puncak bukit, anak-anak desa terpencil ini terlebih dahulu mengerjakan tugas sekolah karena selama di rumah tidak ada jaringan internet sehingga tidak bisa mengirim laporan ke sekolah. Sebuah modem internet mereka pasang di atas pohon agar sinyal internet bisa tertangkap lebih kuat.
Kepala Desa Suwatu, Riyanto telah berulang kali mengupayakan pemasangan jaringan internet agar anak-anak tidak harus bolak-balik dan tinggal di atas bukit setiap hari untuk berburu sinyal. Namun hingga kini belum ada respons dari pemerintah.
"Suwatu adalah desa terpencil yang dikelilingi oleh perbukitan tinggi yang jauh dari pusat perekonomian. Untuk sampai di pusat perekonomian kota, warga harus menempuh perjalanan melintasi hutan sejauh 17 kilometer," kata Riyanto.
Ketika senja mulai muncul, anak-anak mulai bersiap untuk menuruni bukit dan kembali ke rumah. Jalan setapak menuju puncak bukit ini tidak akan bisa dilalui ketika hujan turun. Jalan akan berubah menjadi lumpur dan licin sehingga sulit untuk dilalui. Para pelajar desa terpencil ini berharap agar virus corona segera berakhir sehingga bisa kembali belajar dan berkumpul bersama teman-teman sekolah.
Di puncak bukit yang dikelilingi tananam jagung ini, anak-anak Desa Suwatu, Kecamatan Gabus, Grobogan mengasingkan diri untuk menghilangkan rasa jenuh. Di bukit ini terdapat gubug yang dijadikan tempat belajar sambil menikmati pemandangan alam.
Untuk sampai di atas bukit, anak-anak harus berjalan kaki melewati jalan setapak, berlumpur dan terjal sejauh 3 kilometer. Meski cukup jauh dan menguras energi, tapi anak-anak tetap menikmatinya karena gubug kayu di atas puncak menjadi satu-satunya tempat untuk menghibur diri selama pandemi COVID-19. Rasa jenuh muncul setelah tiga bulan berada di rumah karena tidak ada kegiatan lain yang harus dilakukan selain belajar . Tidak adanya jaringan internet selama berada di rumah semakin menambah rasa bosan dan kepenatan. Banyak tugas dari sekolah belum bisa terselesaikan.( )
Pergi ke bukit dan melepas penat di gubug sudah anak-anak lakukan sejak sepekan lalu. Rasa kangen dan ingin kembali belajar di sekolah bersama-sama guru serta teman-teman terkadang muncul dalam pikiran mereka.
"Saya tidak bisa konsentrasi dalam mengerjakan tugas. Banyak tugas menumpuk dan belum selesai dikerjakan," kata siswa kelas 2 SMP di Gabus, Grobogan, Irfan, Rabu (3/6/2020).
Irfan dan teman-teman naik ke puncak bukit pada pagi dan pulang sore hari. Sebelum berswafoto dan menikmati pemandangan dari puncak bukit, anak-anak desa terpencil ini terlebih dahulu mengerjakan tugas sekolah karena selama di rumah tidak ada jaringan internet sehingga tidak bisa mengirim laporan ke sekolah. Sebuah modem internet mereka pasang di atas pohon agar sinyal internet bisa tertangkap lebih kuat.
Kepala Desa Suwatu, Riyanto telah berulang kali mengupayakan pemasangan jaringan internet agar anak-anak tidak harus bolak-balik dan tinggal di atas bukit setiap hari untuk berburu sinyal. Namun hingga kini belum ada respons dari pemerintah.
"Suwatu adalah desa terpencil yang dikelilingi oleh perbukitan tinggi yang jauh dari pusat perekonomian. Untuk sampai di pusat perekonomian kota, warga harus menempuh perjalanan melintasi hutan sejauh 17 kilometer," kata Riyanto.
Ketika senja mulai muncul, anak-anak mulai bersiap untuk menuruni bukit dan kembali ke rumah. Jalan setapak menuju puncak bukit ini tidak akan bisa dilalui ketika hujan turun. Jalan akan berubah menjadi lumpur dan licin sehingga sulit untuk dilalui. Para pelajar desa terpencil ini berharap agar virus corona segera berakhir sehingga bisa kembali belajar dan berkumpul bersama teman-teman sekolah.
(abd)